GELANGGANG olahraga Indonesia berduka. Salah satu legenda terbaiknya, Lukman Niode, mengembuskan nafas terakhir di Rumahsakit Pelni Jakarta, Jumat (17/4/2020) siang. Atlet renang yang acap mengharumkan nama bangsa di era 1980-an itu meninggal di usia 56 tahun setelah dinyatakan positif virus corona.
“Iya (positif virus corona), informasi dari dokter teman Mas Luki (sapaan Lukman Niode) yang ikut mengawal beliau,” ujar Krisna Bayu, legenda judo yang juga rekan satu naungan di Indonesian Olympian Association (IOA), saat dihubungi Historia.
Idrus Niode, kakak Lukman, memberitakan bahwa Lukman sudah masuk RS Pelni sejak Selasa (14/4/2020). Usai dilakukan swab test sehari kemudian, ia dinyatakan positif tertular virus corona. Setelah dua hari perawatan, ia dinyatakan meninggal pada pukul 12.58 WIB, Jumat (17/4/2020). Perenang pertama Indonesia yang turun di pentas Olimpiade Los Angeles 1984 itu dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta.
“Dia sebelumnya ikut tim relawan dari KSP (Kantor Staf Presiden),” sambung Bayu.
Sejak beberapa waktu belakangan, Lukman ikut tim KSP yang menyalurkan barang-barang bantuan COVID-19 dari para penyumbang. Saat itulah dia terserang penyakit maag sejak Selasa (14/4/2020). Namun lantaran bolak-balik ke rumahsakit (RS Setia Mitra, RS Pondok Indah, RSPI Sulianti Saroso, RS Persahabatan, hingga RS Pelni), Lukman kemudian terkena COVID-19.
Baca juga: Jalan Berliku Judoka Krisna Bayu
Saat kondisinya kian parah, paru-parunya mengalami flek. Setelah dilakukan tes swab, barulah terang-benderang bahwa ia positif corona meski dari dua rapid test yang dijalani Lukman sebelumnya hasilnya negatif.
“Jujur saya masih syok sampai sekarang. Istri saya (Dida) juga masih sedih banget. Karena belum lama juga diskusi sama Mas Luki untuk membuat program (olahraga berkuda). Dengan perginya Mas Luki, separuh hidupnya sudah didedikasikan untuk olahraga,” lanjut Bayu.
“Saat ini olahraga Indonesia sangat berduka kehilangan pahlawan olahraga. Ilmu-ilmu yang sudah dia berikan pasti akan dikenang semua atlet. Karena dia aktif ikut bantu organisasi, tidak hanya PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) tapi juga di banyak cabang olahraga, termasuk soal sport science-nya. Bagi saya dia adalah pahlawan olahraga Indonesia sejati,” imbuh ketua umum Persatuan SAMBO Indonesia itu.
Darah Renang
Lukman yang berdarah Gorontalo itu lahir di Jakarta, 21 Oktober 1963 sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Ayahnya, M. Niode, seorang pelatih renang di klub Tirta Kencana.
Hasrat renang Lukman muncul sejak usia dini, berangkat dari rasa penasarannya untuk ikut-ikutan tiga kakaknya yang dilatih sang ayah: Idrus, Nana, dan Burhanudin Niode.
“Saya belikan dia celana renang supaya bisa ikut-ikutan berenang dengan kakak-kakaknya,” ujar J. Niode, ibunda Lukman Niode, dikutip Kompas, 27 September 1981.
Baca juga: Lukman Niode Idola Sandiaga Uno
Mulanya Lukman hanya sekadar main air di kolam renang. Obsesinya menseriusi olahraga renang muncul di usia sekolah dasar ketika acap melihat ketiga kakaknya mendulang prestasi di berbagai ajang perlombaan. Melihat gairah itu, ayahnya pun akhirnya ikut melatihnya.
Menahan nafas sebagai teknik dasar olahraga renang menjadi pelajaran pertama yang diberikan sang ayah. Itu dilakukan di rumah dengan menggunakan wastafel yang dipenuhi air.
“Muka saya masukkan ke dalamnya, lalu tiap tiga hitungan saya mengambil nafas,” tutur Lukman, dikutip dari Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia: 1983-1984.
Metode itu jadi dasar Lukman untuk mendalami renang gaya bebas. Seiring berkembangnya skill, Lukman justru menyenangi gaya punggung.
Raja PON ke Arena Olimpiade
Seiring beranjak usianya, pundi-pundi prestasinya makin penuh. Pada Kejurnas 1976 saja, Lukman menyabet sembilan emas. Pada Pekan Olahraga Nasional IX 1977, Lukman yang ikut Kontingen DKI menyapu bersih 10 emas dari 10 nomor cabang renang sekaligus menetak tiga rekor nasional. di PON berikutnya (1980), dia mendulang tujuh emas. Capaian itu kemudian membuat Lukman diikutsertakan ke timnas renang kala Indonesia pertamakali ikut SEA Games, di Kuala Lumpur, 19-26 November 1977.
Dalam persiapannya, ia bersama timnas renang dibawa pelatih kepala MF Siregar ke Amerika Serikat untuk digembleng.
“Pemusatan latihan nasional di San Diego, Amerika Serikat selama dua tahun. Semua biaya penyelenggaraan latihan ditanggung PT Pertamina dan KONI Pusat. Seluruhnya 15 perenang, antara lain Lukman Niode, Kristiono Sumono, Gerald HP Item, dan Johnny Item,” tulis Brigitta Isworo Laksmi dan Primastuti Handayani dalam biografi MF Siregar, Matahari Olahraga Indonesia.
Baca juga: Obituari: Bob Hasan di Lintasan
Persiapan tersebut tak sia-sia. Di SEA Games 1977, kontingen Indonesia yang menjalani debutnya langsung jadi juara umum. Dari total 62 emas, 19 di antaranya datang dari cabang renang. Lukman sendiri menyumbang tiga emas dari nomor 100 meter dan 200 meter gaya punggung serta 4x100 meter medley relay putra.
Prestasi itu kemudian diulanginya di SEA Games 1979 Jakarta, SEA Games 1981 Manila, dan SEA Games 1983 Singapura. Adapun di Asian Games 1978, Lukman mendulang sekeping perunggu di nomor 4x100 meter medley relay putra. Sementara di Asian Games 1982, Lukman mengalungi enam perunggu dari nomor 100 meter gaya bebas, 100 meter gaya punggung, 200 meter gaya punggung, 4x100 meter gaya bebas relay, 4x200 meter gaya bebas relay, dan 4x100 meter medley relay.
Capaian di Asian Games 1982 itulah yang mengantarkannya jadi satu-satunya wakil Indonesia di cabang renang untuk turun di Olimpiade Los Angeles 1984. Gemilangnya Lukman di Asian Games 1982 itu juga merupakan buah dari sokongan KONI Pusat yang mengirimnya belajar ke Cypress High School dan Golden West Collenge, keduanya di Los Angeles.
Baca juga: Asa yang Kandas di Olimpiade Negeri Sakura
Di Olimpiade Los Angeles, Lukman berlaga di McDonald’s Olympic Swim Stadium, 31 Juli 1984. Ia turun di tiga nomor. Sayangnya ia gagal melangkah ke ronde final. Di nomor 100 meter gaya bebas, ia finis di urutan enam, sementara di nomor 100 meter dan 200 meter gaya punggung Lukman masing-masing hanya finis di urutan kelima. Lukman gagal pulang membawa medali.
Prestasi internasional terakhir yang ditorehkannya untuk Indonesia datang dari Asian Games 1986. Sekeping perunggu di nomor 4x100 meter medley relay dipersembahkannya.
Dedikasi Olahraga hingga Akhir Hayat
Setelah pensiun pada 1988, Lukman tetap berkecimpung di dunia renang. Kurun 1988-1990, ia jadi pelatih kepala tim renang putra Golden West Collenge. Ia lalu masuk di tim pelatih UCLA (University of California, Los Angeles) sepanjang 1989-1991, sembari menyelesaikan studi arsitektur S1-nya di UCLA, dan gelar masternya di UCI (University of California, Irvine).
Meninggalkan renang sejak 1991 untuk jadi arsitek di firma Mackenzie McKay & Partner di Los Angeles, Lukman pulang ke tanah air pada 1996. Seiring kerinduannya pada olahraga, ia mengalihkan waktunya untuk mengenyam studi manajamen olahraga dan sport science di Australian Institute of Sports pada 1997.
“Hidupnya banyak ikut mengurusi cabang-cabang olahraga, ikut membantu bagaimana sport science itu bisa masuk, mengingat dia sekolah (studi) itu di luar negeri. Tidak hanya PRSI. Dia orang yang lurus dalam membantu, tanpa tendensi atau kepentingan tertentu,” kata Bayu lagi.
Sembari mendirikan firma desain dan arsitektur Principal pada 2000 dan Surya Institute pada 2008, ia mendedikasikan hidupnya di organisasi olahraga. Ia dipercaya menjadi kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Pusat pada 2003, ketua Komisi Atlet di Komite Olimpiade Indonesia (KOI) pada 2007, dan Sekjen Indonesia Olympians Association sejak 2018.
“Di KONI dia bikin konsep PAL (Program Atlet Andalan). Inisiasi Prima (Program Indonesia Emas) konsepnya dari dia juga. Dia bisa mikir jauh ke depan, bagaimana prestasi Indonesia 10-25 tahun ke depan. Dia bahkan punya master plan untuk bagaimana atlet-atlet Indonesia bisa terus ada yang juara di olimpiade. Tapi dia kalah terus, gagal, kepentok birokrasi,” tambahnya.
“Di luar sistem (organisasi) dia juga banyak bantu, apalagi pada sesama olympian. Dia banyak bantu saya ketika lagi membangun organisasi SAMBO. Di mata saya, Mas Luki adalah mentor, kakak yang baik. Dia praktisi olahraga yang seumur hidup didedikasikan kepada olahraga. Penggebrak yang bicara real apa adanya tanpa tendensi politik. Dia patriot olahraga sejati,” tandas Bayu mengenang sosok Lukman.
Baca juga: Obituari: Tati Sumirah Pahlawan Piala Uber