Masuk Daftar
My Getplus

Bob Hasan di Lintasan

Pemicu bangkitnya prestasi atletik selepas era Sarengat. Pionir tren lomba lari 10K yang mewabah di seantero negeri.

Oleh: Randy Wirayudha | 06 Apr 2020
The Kian Seng (kiri) alias Mohammad Bob Hasan sejak 1970-an fokus mempopulerkan atletik (Foto: Fernando Randy/HISTORIA)

MULAI atletik hingga catur, dari angkat besi sampai panahan dan senam, nama Bob Hasan begitu harum di dalam cabang-cabang olahraga itu. Dunia olahraga Indonesia begitu kehilangan ketika pengusaha berjuluk “Raja Hutan” itu wafat pada 31 Maret 2020 di usia 89 tahun.

Konglomerat yang menggurita lewat bisnis-bisnisnya yang moncer itu dikenal pro aktif mengangkat derajat negara lewat olahraga, utamanya atletik sejak 1970-an. Satu warisannya yang masih populer adalah olahraga lari. Cabang atletik ini bahkan kian beken dengan bertaburannnya event-event lari 5-10K (5-10 kilometer).

Baca juga: Sarengat yang Melesat

Advertising
Advertising

Tren lari nomor itu belakangan digandrungi banyak kalangan. Terlebih, menyediakan hadiah yang tak sepele. Bob Hasanlah yang mempeloporinya pada 1987 dengan menggelar “Bob Hasan Bali 10K”.

“Jasa beliau sangat luar biasa untuk olahraga Indonesia, khususnya cabor atletik. Setelah tiga hari dilantik menjadi Menpora, saya mendatangi tempat pelatnas atletik yang sedang persiapan SEA Games Filipina. Di situ saya ngobrol lama dengan Pak Bob,” kata Menpora Zainudin Amali mengenang, dikutip laman Kemenpora, 3 Maret 2020.

“Kesan saya ketika itu, bahwa hebat orang tua ini. Sudah seusia yang sepuh seperti itu, beliau masih mau tiap hari ke lapangan Stadion Madya Senayan menemani pelatih, atlet, dan pengurus cabor. Kalau bukan panggilan jiwa beliau dan dedikasi yang luar biasa untuk olahraga, tidak mungkin beliau ada di lapangan,” sambungnya.

Bob Hasan (kanan) kala bersua Menpora Zainudin Amali di Stadion Madya (Foto: kemenpora.go.id)

Nakhoda di Lintasan Atletik

Menukil Leo Suryadinata dalam “Mohammad Bob Hasan: Timber King, Soeharto’s Cabinet Minister, Promoter of Sports” yang dimuat di Southeast Asian Personalities of Chinese Descent, keterlibatannya dalam olahraga Indonesia adalah hal yang tak disengaja. Ia mulai gandrung terhadap olahraga lari setelah ia sering menderita sakit punggung pada awal 1970-an.

“Sejak saat itu ia mulai sering lari setidaknya lima kilometer sehari. ‘Jika saya tidak lari, semua badan saya sakit-sakit’,” katanya dikutip Leo.

PB PASI kemudian jadi wadah untuk Bob Hasan menyalurkan hobi sekaligus merintis dedikasinya dalam olahraga. Ia mulai masuk kepengurusan PB PASI sejak induk atletik Indonesia itu dipimpin eks Jaksa Agung Letjen (Purn) Soegih Arto (1973-1976) dan bekas Dubes RI untuk Jepang Letjen (Purn) Sajidiman Soerjohadiprodjo (1976-1978).

Baca juga: Lintasan Sejarah Hidupnya Tak Semulus Lintasan Atletik

Pada 1978, Bob Hasan menakhodai PB PASI sebagai ketua umum “abadi” hingga empat dekade berikutnya. Termasuk ketika ia tengah mendekam di penjara tak lama usai Orde Baru rontok.

“Hal pertama yang ia lakukan adalah menggenjot popularitas olahraga lari. Ia akui bahwa atlet-atlet Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina. Ia mengusulkan atletik masuk kurikulum sekolah dengan harapan bisa menghasilkan atlet-atlet kelas dunia,” sambung Leo.

Bob Hasan mengomando PB PASI sebagai ketum sejak 1978 (Foto: Instagram @m.bobhasan)

Sebagai konglomerat kelas kakap yang intim dengan keluarga Cendana, Bob sering merogoh kocek sendiri untuk mengirim atlet-atlet berlatih di luar negeri atau menyewa pelatih asing. Bob juga tak segan sowan ke Asian Athletic Association (AAA).

Hasilnya, Bob sukses melobi AAA untuk menggelar Kejuaraan Atletik Asia 1985 di Stadion Madya, Jakarta kurun 25-29 September 1985. Hasil yang ditorehkan para atlet Indonesia memang belum menggembirakan. Dari puluhan nomor dan kategori, tuan rumah Indonesia hanya mampu menyabet masing-masing dua perak (M. Purnomo 100 dan 200 meter putra) dan perunggu (Emma Tahapary 400 meter putri dan Iece Magdalena Siregar 10.000 meter jalan cepat putri).

Meski begitu, Bob Hasan tak kecewa. Sejak sejumlah atletnya dikirim ke Olimpiade Los Angeles 1984 sekaligus berlatih di Amerika, ia memang merasa atlet-atlet Indonesia belum waktunya untuk unjuk gigi di level Asia.

“Itu belum cukup mengejar ketertinggalan kita. Kita baru mulai. Sabar saja dulu. Tak menang, ya menonton saja dulu,” kata Bob berkelakar dalam Kiprah Sarengat, Purnomo dan Mardi Lestari Pelari Legendaris Nasional.

Kendati para atletnya gagal memetik emas, hikmah yang diambil Bob adalah masyarakat Indonesia lebih aware akan olahraga atletik. Maklum, pada 1980-an atletik masih kalah pamor ketimbang sepakbola dan bulutangkis.

Baca juga: Asa Legenda Sepeda yang Kandas di Negeri Sakura

Perlahan tapi pasti, publik mulai menengok olahraga atletik. Sementara untuk para atletnya, hikmah dari kegagalan itu jadi pengalaman dan pelajaran meski pahit. “Biar mereka tahu apa gunanya saya marah-marah selama ini dan terus menekan mereka agar terus berlatih sekeras-kerasnya,” tambahnya.

Untuk mempopulerkan atletik, khususnya lari jarak 10 kilometer, Bob di bawah bendera PB PASI memulainya dengan menggelar event lari pertama yang hingga kini masih digemari banyak kalangan, yakni Bali 10K. Bagi Bob, program semacam itulah yang jadi salah satu faktor pendorong kesuksesan prestasi atletik di negara-negara maju.

“Lomba lari 10K merupakan lomba lari paling bergengsi di dunia. Di Indonesia mulai dipertandingkan pada 1987 yang dikemas PB PASI dengan nama ‘Bob Hasan Bali 10K’. Lomba internasional itu mendapat sambutan baik dari pelari nasional maupun mancanegara, sehingga PB PASI menjadikan lomba itu sebagai kalender tahunan PB PASI,” sebagaimana dikutip dari Majalah Gatra edisi 16 Desember 2009.

“Lomba lari ‘Bob Hasan Bali 10K’ berlanjut hingga 1989. Lalu pada 1990 dipindahkan ke Yogyakarta dengan nama ‘Bob Hasan Borobudur 10K’ hingga 1992. Setelah itu giliran Jakarta, di mana puncaknya terjadi pada 1995, ketika juara dunia maraton asal Ethiopia memecahkan rekor dunia lomba lari 10K,” lanjut ulasan tersebut.

Baca juga: Enam Pelari Terbaik Indonesia

Lomba lari dan pembinaan yang serius berbekal sokongan dana yang lebih dari cukup itu berbuah manis. Selama empat dekade menakhodai PB PASI, sejumlah jagoan atletik yang diakui dunia dilahirkan Indonesia. Purnomo Yudhi, Mardi Lestari, Maria Londa, Triyaningsih, Suryo Agung Wibowo, hingga penerusnya di era kekinian, Lalu Muhammad Zohri, merupakan di antara bintang-bintang yang dilahirkan itu.

Triyaningsih, salah satu andalan atletik putri Indonesia asuhan Bob Hasan (Foto: Fernando Randy/HISTORIA)

Tidak hanya dalam atletik, Bob Hasan juga mengasuh beberapa cabang olahraga lain lewat induk organisasinya seperti Percasi (catur), PB PABBSI (angkat besi dan binaraga), Persani (senam), dan Perpani (panahan). Di olahraga panahan bahkan Bob punya “saham” dalam raihan medali olimpiade pertama Indonesia di Olimpiade Seoul 1988. Kala itu medali perak dipersembahkan trio srikandi Kusuma Wardhani, Lilies Handayani, dan Nurfitriyana Saiman.

"Saat Indonesia mendapat perak di panahan, saya langsung ditelepon Bob Hasan (ketua Pembina PB Perpani, red). Hal ini tentu tidak terlepas dari hubungan baik antara olahraga dan antarlembaga kala saya menjabat asisten Menpora sejak Maret 1988," ungkap Mangombar Ferdinand Siregar dalam biografinya yang dituliskan Brigitta Isworo Laksmi dan Primastuti Handayani, Matahari Olahraga Indonesia.

Prestasi tersebut diapresiasi Presiden Soeharto dengan mengundang ketiga srikandi dan pelatih mereka Donald Pandiangan ke Bina Graha pada 10 Oktober 1988.  Mereka datang ditemani Bob Hasan dan M. F. Siregar. Ketiga srikandi panahan itu juga dihadiahi beasiswa Supersemar.

Baca juga: Teknokrat Olahraga dalam Riwayat (Bagian I)

Aktivitas segudangnya di beragam gelanggang itu jadi bukti sahih bahwa olahraga jadi hal tak terpisahkan dari diri Bob Hasan dalam segala keadaan. Kala ia mendekam di LP Salemba, Batu, hingga Nusakambangan sejak 2001 akibat kasus korupsi pemetaan hutan, Bob banyak mengisi waktunya dengan beraneka kegiatan olahraga. Selain demi menjaga kebugaran, juga untuk menjaga kewarasan di balik tembok penjara.

“Saya bisa menjalani hidup di penjara dengan tingkat stres yang minim karena saya membuat kesibukan juga untuk penghuni LP. Saya memang tidak bisa diam, ada saja yang saya pikirkan untuk membuat keadaan di LP itu menjadi sehat,” tulisnya dalam salah satu bab testimoni di buku Pak Harto, Sisi-Sisi yang Terlupakan yang disusun OC Kaligis, dkk.

“Awalnya saya belikan beberapa set meja pingpong (tenis meja, red.), lantas gotong royong dengan napi yang lain membuat lapangan bulutangkis, juga lapangan futsal. Kalau dulu saya bisa memberikan bonus ratusan juta rupiah untuk atlet berprestasi, maka hadiah dari saya untuk LP adalah keceriaan dan keringan para napi yang bercucuran setelah mereka berolahraga, sehingga bisa terbuang racun-racun depresi yang mengendap di tubuhnya,” lanjutnya.

Meski usianya sudah kepala delapan Bob Hasan tetap getol mengurusi atletik (Foto: Instagram @m.bobhasan)

Begitu menghirup udara bebas, Bob Hasan yang statusnya masih ketum PB PASI, kembali sering nongol untuk mengawasi langsung para atletnya berlatih. Itu berjalan hingga hari-hari terakhirnya. Sikap itu menjadi bukti nyata Bob selaku pemimpin induk olahraga tak hanya duduk anteng di belakang meja menanti laporan menggembirakan tanpa mau “berkotor-kotoran”.

“Bob Hasan mendedikasikan diri di dunia atletik selama lebih dari 40 tahun. Ia telah berkontribusi menggelar sejumlah kompetisi (atletik) tingkat Asia, ketika tak satupun mau menjadi tuan rumahnya. Persaudaraan atletik Asia akan selalu mengenang jasa-jasanya. Oleh karenanya kami turut berbelasungkawa. Semoga arwahnya bisa beristirahat dengan tenang,” tutur Presiden AAA Dahlan al-Hamad dalam pernyataan resminya terkait wafatnya Bob Hasan, di laman resmi AAA.

Baca juga: Teknokrat Olahraga dalam Riwayat (Bagian II – Habis)

TAG

bob-hasan atletik

ARTIKEL TERKAIT

Sembilan Atlet di Antara Dua Gender (Bagian II – Habis) Sembilan Atlet di Antara Dua Gender (Bagian I) Garis Finis Sang Sprinter Legendaris Persekutuan Jenderal dan Pengusaha Pengibar Merah Putih di Lintasan Lari Enam Pelari Terbaik Indonesia Atlet Berprestasi Dituduh PKI Bertransformasi Diri Jadi Laki-laki Philippe Troussier si Dukun Putih Momentum Bayer Leverkusen Wasit Pemberani Bernama Tjen A. Kwoei