Masuk Daftar
My Getplus

Epilog Tragis Sang Pengusung Bendera Palestina di Olimpiade

Abu Maraheel bukan sekadar ikon dan legenda olahraga Palestina. Nyawa sang Olympian tak tertolong setelah Israel memblokade Rafah.

Oleh: Randy Wirayudha | 19 Jun 2024
Upacara pembukaan Olimpiade Atlanta 1996 (olympics.com)

KAMP Pengungsian Nuseirat di Deir al-Balah, Jalur Gaza, Palestina jadi salah satu kamp pengungsi yang paling dibidik tentara zionis Israel baik lewat gempuran maupun blokade bantuan kemanusiaan. Di kamp ini pula atlet legendaris Palestina Majed Abu Maraheel (kadang ditulis Abu Marahil) turut jadi korban.

Abu Maraheel menghembuskan nafas terakhir di usia 61 tahun pada 11 Juni 2024 setelah kondisi gagal ginjalnya memburuk. Keadaannya makin miris karena tak bisa mendapatkan pertolongan akibat kekurangan peralatan medis dan obat-obatan sebagai dampak diputusnya listrik oleh Israel. 

“Ia seorang ikon Palestina dan ia akan terus dikenang demikian. Kami sudah berusaha untuk mengevakuasinya ke Mesir tapi kemudian pos penyeberangan Rafah diblokade (Israel) dan kondisinya terus memburuk,” ungkap seorang kerabatnya kepada Paltoday TV, dilansir Middle East Eye, Jumat (14/6/2024).

Advertising
Advertising

Abu Maraheel dikenal sebagai salah satu atlet sekaligus “Olympian” pertama Palestina. Atlet lari jarak jauh itu juga jadi ikon lantaran jadi pengusung bendera Palestina pertama di pesta olahraga terbesar dunia itu, tepatnya di Olimpiade Atlanta 1996.

Baca juga: Kanvas Kehidupan Fathi Ghaben

Abu Maraheel yang nyawanya tak tertolong usai Israel memblokade Rafah (Wikipedia/all4palestine.com)

Dari Kamp Pengungsian ke Kamp Pengungsian 

Sebagaimana kamp pengungsian lain, Kamp Nuseirat hadir akibat Peristiwa Nakba pada 1948 yang jadi momen terusirnya orang Palestina dari wilayah-wilayah yang diduduki Israel. Di kamp ini pula Abu Maraheel lahir pada 5 Juni 1963 lantaran keluarganya mengungsi dari Beersheba seiring peristiwa Nakba. 

Dalam ulasannya di kolom The Bridge, 21 Mei 2021, “Meet Palestine’s first Olympic flag-bearer who was once shot in Israel”, Abhijit Nair menyatakan, Abu Maraheel mulanya punya mimpi jadi pesepakbola. Namun setelah gagal melanjutkan sekolahnya di usia 12 tahun, sirna pula mimpinya membela timnas sepakbola Palestina. 

Di usia remaja, Abu Maraheel terpaksa ikut mencari nafkah sebagai buruh di perkebunan-perkebunan Israel yang mempekerjakan orang Palestina. Setiap kali berangkat bekerja, ia mesti lebih dulu berlari dengan bertelanjang kaki sejauh 20 kilometer dari Kamp Nuseirat ke pos perbatasan Erez demi mengejar bus. Nasib pahit menimpanya saat Intifada Pertama pada 1987, di mana dia yang terjebak dalam baku-tembak tentara Israel, terkena peluru nyasar di bagian lengan kanannya.

Baca juga: Kala Penduduk Gaza Terusir, Peristiwa Nakba Terulang Lagi?

Namun, Abu Maraheel menemukan jalan lain untuk mengharumkan nama negerinya. Bukan lagi lewat sepakbola, melainkan melalui atletik. Palestina saat itu mulai menggencarkan agenda-agenda olahraga setelah berdirinya Komite Olimpiade Palestina, POC, pasca-Perjanjian Perdamaian Oslo pada 1993 yang ditandatangani Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan Pemimpin Palestina Yasser Arafat.

Abu Maraheel ambil bagian dalam cabang lari jarak jauh lantaran kebiasaannya berlari mengejar bus semasa bekerja di Israel. Ia berlatih secara otodidak tanpa sepatu hampir setiap hari di jalan-jalan kota Gaza maupun di Pantai Al-Deira. 

Namanya mulai dikenal oleh para tokoh POC dan Kementerian Olahraga Palestina pasca-menjuarai lari kategori 8 kilometer pada perhelatan Hari Olimpiade di Gaza, Juni 1995. Momen yang juga membuatnya dikenal Yasser Arafat hingga Abu Maraheel menerima tawaran menjadi salah satu pengawal pribadi Yasser di pasukan komando Force 17.

“Yasser Arafat adalah pahlawan kami. Saya pun memilih dia dua kali sebagai presiden (dalam pemilu),” tutur Abu Maraheel kepada suratkabar The New York Times, 4 April 1996.

Baca juga: Sepakbola Palestina Merentang Masa

Selain dilatih dasar-dasar kemiliteran, Abu Maraheel mulai mendapat banyak fasilitas latihan. Termasuk dilatih langsung oleh Presiden Federasi Atletik Palestina (PAE) Nabil Mabrouk untuk mengikuti sejumlah kompetisi menjelang Olimpiade Atlanta 1996. 

Namun, situasi konflik berdampak pada kelancarannya mendapatkan akses ke luar Palestina. Pada Arab Athletics Championships 1995 di Kairo, Mesir, misalnya, dia dan atlet jalan cepat Yasser Ali-Dib sempat ditahan di pos perbatasan Mesir selama 10 jam yang membuatnya nyaris batal ikut kompetisi itu. 

Efeknya, Abu Maraheel kesulitan untuk tetap kompetitif di kategori lari jarak jauh 10 kilometer putra. Ia harus puas finis di urutan ke-10 karena baru tiba sejam sebelum kompetisi dimulai tanpa istirahat pasca-ditahan di pos perbatasan.

Saat defile atlet di upacara pembukaan Olimpiade Atlanta 1996, Abu Maraheel pengusung bendera Palestina pertamanya (Tangkapan Layar Youtube Olympics)

Meski begitu, ia tetap berangkat ke Olimpiade Atlanta 1996, di mana Palestina hanya membawa dua atlet. Selain Abu Maraheel yang tampil di nomor lari jarak jauh putra 10.000 meter, Ihab Salama juga ikut mewakili Palestina di nomor lari 5.000 meter putra. Dari keduanya, Abu Maraheel yang dipilih mengusung bendera Palestina dalam defile atlet di upacara pembukaannya di Centennial Olympic Stadium pada 19 Juli 1996.

“Saya tidak tahu apakah saya akan sanggup membawa benderanya dan terus berjalan. Jutaan orang Palestina akan menyoroti dengan mata mereka. Ini tanggung jawab yang besar,” kata Abu Maraheel, dikutip suratkabar Chicago Tribune, 6 Juni 1996. 

Pada event yang diikuti Abu Maraheel, lari 10.000 meter putra yang dihelat pada 26-29 Juli 1996, ia mengaku tak pasang target muluk-muluk. Terlebih dari total pesertanya dari babak penyisihan, event ini diikuti 46 pelari dari 30 negara. 

“Target saya bukan untuk memenangkan (medali) emas namun memperlihatkan eksistensi Palestina kepada dunia. Saya mungkin tidak akan menang namun jika saya tampil melawan (atlet) Israel, saya akan berlari sampai titik darah penghabisan dalam persaingan damai,” imbuhnya.

Baca juga: Gema Kemerdekaan Palestina dari Seberang Lapangan

Abu Maraheel memang masih kalah “kelas” dari para kontestan lain yang memiliki persiapan lebih matang. Ditambah lagi, Abu Maraheel tampil di usia yang sudah tak lagi muda, 32 tahun.

Dalam penyisihan Grup 1, Abu Maraheel finis di urutan ke-21 dari 24 pelari. Dengan catatan waktu 34 menit dan 40,50 detik, Abu Maraheel pun mesti gagal melaju ke babak final.

“Dengan berada di sini (tampil di Olimpiade, red.), kami ibarat sudah memenangkan medali emas. Kehadiran wakil Palestina di Atlanta membantu menyembuhkan luka dan menghapus ingatan-ingatan buruk di masa lalu,” tandas Abu Maraheel kepada suratkabar The Atlanta Journal, 27 Juli 1996.

Pasca-Olimpiade Atlanta 1996, Abu Maraheel pensiun namun tetap mengabdikan dirinya di atletik. Ia beralih jadi salah satu tim pelatih di bawah naungan POC. Abu Maraheel turut membesut beberapa pelari Palestina lain, seperti Nader al-Masri yang tampil di IAAF World Cross Country Championship 1999 dan melatih Bahaa al-Farra serta Woroud Sawalha di Olimpiade London 2012. 

Baca juga: Meretas Mimpi dari Kamp Pengungsi lewat Captains of Zaatari

TAG

obituari atletik olimpiade palestina pelari

ARTIKEL TERKAIT

Kompak Unjuk Aksi Solidaritas HAM di Podium Olimpiade Memori Manis Johan Neeskens Demonstrasi Menolak Olimpiade Berujung Pembantaian Empati Muhammad Ali untuk Palestina Kala Malcolm X Melawat ke Jalur Gaza Ketika Israel Menghantam Kapal Amerika Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson Kampung Atlet Olimpiade dari Masa ke Masa Kisah Atlet Wanita Jerman yang Ternyata Laki-laki Kontroversi Identias Gender Atlet di Olimpiade