RABU (11/7/2018) petang itu di trek lari Retina Stadium, Kota Tampere di selatan Finlandia angin semilir mengiringi delapan pelari yang tengah bersiap di start block masing-masing. Di sisi paling kanan, lajur kedelapan, pelari Indonesia Lalu Muhammad Zohri berkonsentrasi penuh.
Begitu tanda start, Zohri sekuat tenaga mengayunkan kakinya menuju garis finis yang terletak 100 meter dari garis start. Detik-detik akhir amat menegangkan. Dua pelari Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, sama-sama terdepan sebagaimana Zohri.
Sepersekian detik kemudian, kedelapan pelari menembus garis finis. Dalam tayangan ulang, kaki kanan Zohri menyentuh garis lebih dulu. Zohri jadi yang tercepat dengan waktu 10, 18 detik. Dia memecahkan rekor junior nasional.
Zohri girang bukan main, lalu ber-standing ovation sambil diiringi aplaus riuh rendah dari beberapa penonton di tribun. Sujud syukur tak lupa dilakukan Zohri di tengah trek.
Namun sedihnya, dia celingak-celinguk bingung lantaran tak seorang pun memberinya bendera untuk dibanggakan. Maka ketika menuruti permintaan fotografer untuk difoto, Zohri berpose diapit dua pelari peraih urutan dua dan tiga dengan bendera Amerika mereka. Baru beberapa menit kemudian Zohri mendapatkan bendera merah-putih.
Prestasi dari nomor 100 meter putra Kejuaraan Dunia U-20 IAAF itu awalnya tak banyak diketahui publik tanah-air. Perhatian masyarakat Indonesia hampir tersedot seluruhnya ke Piala Dunia dan Piala AFF U-19. Padahal, prestasi dari cabang atletik, khususnya lari, di panggung dunia bukan barang baru buat Indonesia. Berikut ini para pendahulu Zohri yang berprestasi:
Mohammad Sarengat
Bicara cabang atletik nomor lari, haram hukumnya jika tak menyebut nama sprinter legendaris Mohammad Sarengat. “Bertahun-tahun nama Sarengat melegendaris di dunia atletik, dan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia,” tulis buku Olahraga Indonesia dalam Perspektif Sejarah 1945-1965. Atlet kelahiran Banyumas, 28 Oktober 1940 itu jadi “pemecah kebuntuan” prestasi Indonesia di cabang atletik.
Sebelum Sarengat, tak pernah ada pelari Indonesia yang bergelar juara atau bermedali emas. Sarengat mengguncang Asia di perhelatan Asian Games 1962 dengan dua emas di nomor 100 meter dan 110 meter lari gawang, serta tambahan perunggu di nomor lari 200 meter. Rekor lari 100 meternya dengan catatan waktu 10,40 detik itu baru terpecahkan dua dekade berselang oleh Purnomo M. Yudhi di Olimpiade Los Angeles 1984.
Gurnam Singh
Selain Sarengat, Indonesia patut berbangga memiliki pelari yang tak kalah legendaris bernama Gurnam Singh. Pelari berdarah Punjab, India yang berjuluk pelari tercepat Asia ini merebut tiga emas Asian Games 1962 di nomor 5000, 10.000, dan maraton putra.
“Di masa jayanya, pemegang rekor lari 5 ribu meter dengan kecepatan 14 menit 24 detik dan 10 ribu meter dengan kecepatan 30 menit 47,2 detik. Sedangkan jarak maraton 42 kilometer ditempuhnya dalam tempo 2 jam 27 menit 21 detik,” tulis buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982.
Purnomo Yudhi
Dari lahan tani ke lintasan lari, Purnomo mengharumkan nama Indonesia di beragam ajang dunia dan Asia. Pada 1984 di Olimpiade Los Angeles, Purnomo jadi wakil Asia pertama di semifinal 100 meter putra. Kendati tak meraih medali, pria asal Purwokerto kelahiran 12 Juli 1962 ini mematahkan rekor idolanya, Sarengat, dengan catatan waktu 10,30 detik.
Setahun sebelumnya, di Kejuaraan Dunia IAAF di Helsinki 1983, Purnomo juga jadi satu-satunya wakil Asia di final 100 meter putra. Purnomo finis di urutan keempat. Prestasi tertingginya diraih di Kejuaraan Atletik Asia 1985 di Jakarta: dua emas di nomor 100 dan 200 meter putra.
Afdiharto Mardi Lestari
Mardi Lestari jadi sprinter top nasional pada 1980-1990-an. Acap merajai Pekan Olahraga Nasional (emas 1989, 1993), pelari kelahiran Binjai 1 Juli 1968 itu, sebagaimana ditulis laman IAAF, mampu menaklukkan negeri jiran dengan dua emas dari nomor 100 (10,41 detik) dan 200 meter putra (21 detik) di SEA Games Kuala Lumpur 1989.
Torehan prestasi itu dia tambah di SEA Games Manila 1991 dan SEA Games Singapura 1993 dengan masing-masing satu emas di nomor 100 meter. Mardi yang dijuluki manusia tercepat di Asia itu menjadi satu-satunya wakil Asia di semifinal Olimpiade Seoul 1988. Sayang dia gagal merebut medali.
Suryo Agung Wibowo
Ngadiman, begitu kadang pria ini dipanggil. Dia dijuluki sebagai manusia tercepat di Asia Tenggara berkat prestasi di dua ajang SEA Games. Situs IAAF mencatat, Suryo merebut sepasang emas di SEA Games Vientiane 2007 dan SEA Games Nakhon Ratchasima 2009 dari dua nomor: 100 meter dan 200 meter putra. Di dua ajang itu, dia juga meraih masing-masing sekeping perak dan perunggu di nomor 4x100 meter putra SEA Games 2007 dan 2009.
Khusus di SEA Games 2007, Suryo dengan modal waktu 10,20 detik, memecahkan rekor nasional nomor 100 meter putra yang sebelumnya dipegang Mardi Lestari. Selepas pensiun di atletik, sejak 2014 Suryo beralih cabang ke sepakbola dengan memperkuat Persikab Bandung.
Baca juga:
Sarengat yang Melesat
Lintasan Sejarah Hidupnya Tak Semulus Lintasan Atletik
Berprestasi, Dicap PKI hingga Transformasi Diri
Perayaan Hari Perempuan