LAGI-LAGI sepakbola Indonesia ternodai oleh aksi kekerasan. Insiden ini terjadi pada pertandingan perempat final sepakbola Pekan Olahraga Nasional (PON) di Aceh dua pekan lalu. Dalam laga yang mempertemukan kesebelasan Aceh lawan Sulawesi Tengah (Sulteng) itu, wasit jadi korban pemukulan oleh salah satu pemain.
Sejak menit pertama kedua tim saling ngotot dan laga pun berlangsung keras. Beberapa kali pertandingan harus dihentikan karena keributan dalam lapangan maupun aksi penonton yang melempari botol ke lapangan. Hingga babak pertama usai, Sulteng unggul dengan skor 1-0. Memasuki babak kedua, masing-masing tim tidak mengendorkan tempo permainan. Nahas bagi Sulteng, dua pemainnya dikartu merah oleh wasit Achmad Hafid Hilmi.
Di penghujung babak kedua, wasit menunjuk titik putih setelah pemain Sulteng dianggap melakukan pelanggaran. Pada saat itulah pemain Sulteng Muhammad Rizky Saputra melayangkan bogem mentah kepada wasit. Wasit Achmad Hafid yang terkapar bahkan harus mendapat perawatan akibat mukanya kena tonjok.
Baca juga:
Awal Mula Wasit Meniup Peluit dalam Pertandingan Sepakbola
Atas insiden pemukulan itu, Sulteng harus bermain dengan delapan pemain menyusul kartu merah terhadap pemainnya yang memukul wasit. Pinalti bagi Aceh gagal dieksekusi oleh penendangnya Hercules. Pertandingan berlanjut dan sejurus kemudian wasit kembali menghadiahkan pinalti buat Aceh. Kali ini eksekutornya, Akmal Juanda, berhasil menyarangkan bola ke gawang Sulteng. Skor 1-1.
Pemain Sulteng menolak melanjutkan pertandingan ke babak perpanjangan waktu. Aceh pun dinyatakan sebagai pemenang dalam pertandingan itu. Ada indikasi dari pihak Sulteng bahwa wasit disuap untuk memenangkan kesebelasan tuan tumah. Aceh sendiri gagal menjadi juara setelah kalah 2-3 menghadapi kesebelasan Jawa Timur di babak semi final.
Kericuhan dan perkelahian memang melekat dengan sepakbola Indonesia. Tidak hanya cekcok antarpemain di lapangan, wasit juga kerap menjadi sasaran gebuk atas keputusannya memimpin jalannya laga. Pada dekade 1970-an, sepakbola nasional dihebohkan oleh kasus pemukulan wasit dalam pertandingan final kejuaraan PSSI 1973 zona Jawa Tengah. Kompetisi zonasi Jawa Tengah ini dihelat pada 15—17 Juni 1973.
“Ini kompetisi antar klub Jawa Tengah. Masih dalam lingkup kejuaraan nasional PSSI tapi tahap zonasi, yaitu zona Jawa Tengah.” terang pemerhati sejarah olahraga Dimas Wahyu Indrajaya kepada Historia.id.
Baca juga: Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada
Laga final mempertemukan kesebalasan PSIS Semarang kontra Persis Solo di Stadion Diponegoro, Semarang. Sejak menit pertama pertandingan berlangsung dalam tempo tinggi. Babak pertama berakhir dengan skor 1-1.
Memasuki babak kedua, pada menit 55, striker Persis Kardi berhasil menyarangkan bola ke jala gawang PSIS. Skor 2-1 untuk keunggulan Persis. Keunggulan Persis seharusnya bertambah pada menit 80 setelah salah satu pemainnya mencetak gol ketiga. Namun, sejurus kemudian wasit Soewondo menganulir gol tersebut karena menganggap telah terjadi offside lebih dulu. Pemain Persis yang tidak terima memprotes wasit asal Klaten tersebut.
“Bakdo salah seorang pemain Persis (Solo) karena emosi langsung memukul dan menendang roboh wasit Soewondo,” demikian diwartakan Indonesia Raya, 20 Juni 1973.
Baca juga: Wasit Pemberani Bernama Tjen A. Kwoei
Sementara itu, harian Abadi menyebutkan, tidak hanya Bakdo yang terlibat dalam pemukulan wasit Soewondo. Pemain Persis lainnya, yakni Hong Widodo, juga turut menganiaya wasit.
“Bakdo terus menendang wasit sedang Hong Widodo memegang dan memukul wasit,” lansir Abadi. 21 Juni 1973.
Kericuhan terjadi setelah wasit Soewondo digebuki. Para pemain dari kedua kesebelasan mengerubungi wasit, beberapa di antaranya ada yang saling baku hantam. Gubernur Jawa Tengah Munadi sampai turun ke lapangan untuk melerai keributan. Barulah keadaan rusuh itu mereda.
Setelah panitia pertandingan berunding, pertandingan hendak diteruskan kembali. Begitupun dengan wasit Soewondo yang sudah siap melanjutkan memimpin laga. Namun, ketika Bakdo dikeluarkan dari lapangan, para pemain Persis menolak bertanding. Dengan demikian, Persis yang sudah unggul 2-1 itu dinyatakan kalah WO (Walk Out) dengan skor 5-0 untuk kemenangan tuan rumah PSIS Semarang.
Baca juga: Final Fenomenal di Senayan
PSIS Semarang akhirnya keluar sebagai juara umum zona Jawa Tengah 1973. Atas torehan itu, PSIS berhak mewakili Jawa Tengah dalam kompetisi selajutnya berhadapan dengan para juara di zona lain. Sementara itu PPSM Magelang menempati tempat kedua dan Persis Solo pada posisi juru kunci. Piala bergilir dari Pangdam VII/Diponegoro dan piala tetap dari Gubernur Jawa Tengah kemudian diberikan kepada PSIS Semarang.