Masuk Daftar
My Getplus

Garis Finis Sang Sprinter Legendaris

Mengenang legenda penerus Sarengat. Namanya harum sebagai manusia tercepat Asia era 1980-an.

Oleh: Randy Wirayudha | 15 Feb 2019
Mendiang Purnomo Muhammad Yudhi. (Twitter @KEMENPORA_RI)

Dunia atletik Indonesia berduka. Satu legenda sprinter, Purnomo Muhammad Yudhi, mencapai garis finis dalam hayatnya. Purnomo mengembukan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jumat, 15 Februari 2019, dalam usia 56 tahun.

Purnomo meninggal setelah lama melawan kanker kelenjar getah bening yang menjangkitinya sejak 2015. Jasadnya langsung dikebumikan sekira pukul empat sore di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Di lintasan atletik, Purnomo merupakan satu dari beberapa legenda yang dimiliki Indonesia. Lahir di Purwokerto, 12 Juli 1962, Purnomo menekuni atletik sejak muda lantaran ingin seperti idolanya, Mohammad Sarengat.

Advertising
Advertising

Baca juga: Obituari: Sarengat yang melesat

Di usia belia, Purnomo sudah malang-melintang di berbagai kejuaraan junior meski kerap bertanding tanpa sepatu dan hanya mengenakan kaus kaki. Kondisi itu terpaksa dia lakukan lantaran ekonomi keluarganya. Hingga usia SMA, Purnomo belum mampu memiliki sepatu lari yang memadai.

Tapi kerja keras dan pengorbanannya tak mengkhianati hasil. Pada 1983, Purnomo sudah menjadi bagian dalam kontingen Indonesia di Kejuaraan Atletik Dunia (IAAF) di Helsinki, Finlandia. Setahun kemudian, namanya masuk ke dalam tim atletik Indonesia di Olimpiade 1984 di Los Angeles, Amerika Serikat (AS). Di pesta olahraga terbesar sejagat ini bintang Purnomo melesat tinggi kendati tim Indonesia tak membawa pulang medali.

Baca juga: Obituari: Zulkarnaen Lubis, Maradona-nya Indonesia Telah Tiada

Rudy H. Parengkuan menuliskan dalam laporannya, “Olimpiade Los Angeles 1984: Sukses dan Lancar Sekalipun Dilanda Aksi Boikot” yang dimuat di Rekaman Peristiwa ‘84 terbitan Sinar Harapan 1985, Purnomo baik di kategori individu maupun bersama tim estafet mencetak rekor-rekor nasional (rekornas) anyar.

“Semula memang targetnya bukan medali, tetapi mencetak rekornas baru dan target ini berhasil tercapai. Purnomo mencetak rekornas untuk 200 meter dengan catatan waktu 20,93 detik. Rekor lama atas namanya sendiri 21,2 detik. Dalam estafet 4x100 meter, kuartet Purnomo, Kardiono, Christian Nenepath, dan Ernawan Witarsa mempertajam rekornas menjadi 40,37 detik,” ungkap Rudy.

Baca juga: Obituari: Ode untuk Legenda Renang Lukman Niode

Sebelumnya, rekornas estafet itu adalah 40,54 detik. Tidak lupa, Purnomo mengukir sejarah baru, tidak hanya untuk Indonesia tapi juga Asia.

Purnomo menjadi sprinter Asia pertama yang mampu menembus semifinal 100 meter putra di Olimpiade. Di nomor 200 meter putra, Purnomo hanya mampu sampai perempatfinal.

Meski di semifinal Purnomo hanya menempati urutan buncit, urutan kedelapan dengan waktu 10,51 detik, ini jadi kali kedua Purnomo jadi orang tercepat Asia. Di IAAF Helsinki 1983, Purnomo jadi satu-satunya wakil Asia di final 100 meter putra.

Baca juga: Enam Pelari Terbaik Indonesia

Untuk urusan prestasi, mengutip Julius Pour dalam Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno, Purnomo menyumbangkan dua perak dari nomor 100 dan 200 meter putra di Kejuaraan Asia 1985 di Jakarta. Sedangkan di SEA Games 1985 di Bangkok, Purnomo membawa pulang dua emas dan sekeping perunggu. Dua emas diperolehnya dari 200 meter putra dan estafet 4x100 meter putra, sementara satu perunggu dari 100 meter putra.

Setelah pensiun, Purnomo tak bisa jauh dari dunia atletik. Selain aktif ikut dalam kepengurusan PB PASI, Purnomo juga sempat duduk pula di kepengurusan KONI Pusat. Selain itu, Purnomo juga menjadi ketua pertama IOA (Indonesian Olympian Association) pada 2010 dan bahkan pernah mengutarakan niatnya ingin jadi Menpora untuk membantu kesejahteraan para mantan atlet yang kehidupannya memprihatinkan.

“Dia pernah bilang ke saya, ‘Mbak, saya ingin tetap sehat. Saya ingin membantu para atlet,” kata Tuti Mardiko, Wasekjen PB PASI, dikutip Beritagar, Jumat, 15 Februari 2019.

TAG

obituari atletik

ARTIKEL TERKAIT

Kanvas Kehidupan Fathi Ghaben Dua Kaki Andreas Brehme Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer Suami Istri Pejuang Kemanusiaan Berpulangnya Yayu Unru, Aktor Watak yang Bersahaja Djoko Pekik dan Trilogi Celeng Nani Wijaya dari Tari ke Film Pelé adalah Sepakbola, Sepakbola adalah Pelé Sisi Lain Ridwan Saidi Aminah Cendrakasih Sebelum Jadi Mak Nyak