Masuk Daftar
My Getplus

Memori Historis Barcelona di Wembley

Sebelum final di Wembley, Barcelona tak pernah punya ekspektasi besar. Hari ini 32 tahun silam gol tunggal Ronald Koeman mengubah segalanya.

Oleh: Randy Wirayudha | 20 Mei 2024
Sebelum 1992 Barcelona tak pernah bermimpi akan trofi Liga Champions, lalu datanglah gol kemenangan dari Ronald Koeman (fcbarcelona.com/uefa.com)

FC Barcelona gagal total musim 2023-2024. Gagal di kompetisi domestik La Liga, “boncos”’ pula di Liga Champions. Asa klub raksasa asal Katalan itu mencapai final di Stadion Wembley pupus lantaran sudah gugur di perempatfinal.

Stadion Wembley untuk yang kedelapan kalinya jadi venue final Liga Champions pada Sabtu (1/6/2024). Final itu mempertemukan Borussia Dortmund kontra Real Madrid sang seteru abadi Barcelona.

Padahal stadion ikonik di kota London itu menyimpan memori manis yang jadi titik balik El Barça di kancah sepakbola Eropa. Memori di mana reputasi dan mentalitas juara di pentas Eropa bermula di Wembley hari ini, 20 Mei, 32 tahun lampau.

Advertising
Advertising

“(Momen) itu adalah awal dari perubahan besar,” kenang eks-bintang Barcelona, Ronald Koeman, dikutip CNN, 19 Mei 2017.

Baca juga: Lautan Manusia di Wembley

Cawan Suci Barcelona

Kegemilangan di final European Cup (kini Liga Champions) musim 1991-1992  jadi titik balik buat Barcelona dan para Cules (suporter setianya). Sebelum itu fans Barcelona tak pernah punya ekspektasi berlebih karena toh rival merekalah, Real Madrid, yang lebih sering merajainya.

Raihan trofi kasta teratas Eropa itu nyaris dianggap mustahil bila dilihat dari catatan prestasi Barcelona di belantika Eropa kurun 1960-an-dekade 1980-an. Pernah sempat mencapai final dua kali, tapi keduanya berakhir getir. Pertama, di final 1960 kalah 2-3 dari SL Benfica meski kala itu sedang diperkuat László Kubala, Luis Suárez, dan Sándor Kocsis. Kedua, keok adu penalti, 0-2, dari Steaua Bucureşti di final 1986 setelah skor imbang 0-0 di waktu normal.

“(Trofi) European Cup adalah cawan suci sepakbola buat Barcelona. Itu menjadi duri dalam daging bagi mereka. Pencapaian pada (1992) saat itu seperti hal mistis untuk bisa mencapai final dan memenangkannya,” ungkap Graham Hunter, penulis Barça: The Making of the Greatest Team in the World.

Baca juga: Derita Barcelona

Skuad “The Dream Team” Barcelona sejatinya sudah berangsur-angsur dibangun sejak Johan Cruyff, eks-pemain bintangnya yang beralih jadi pelatih sejak 1988. Cruyff meramu timnya dengan memodifikasi sistem total football via kombinasi formasi 3-4-3 dan 4-3-3. Dia mendatangkan para pemain seperti Michael Laudrup, Ronald Koeman, Romario, dan Hristo Stoickhov, serta mengorbitkan Josep ‘Pep’ Guardiola dari tim muda Barcelona B.

“Kami harus memulai dari nol di Barcelona. Butuh waktu empat tahun sampai akhirnya mencapai titik tertinggi di European Cup 1992,” tulis Cruyff dalam otobiografinya, My Turn: A Life in Total Football.

Hendrik Johannes 'Johan' Cruyff yang comeback ke Barca sebagai pelatih sejak 1988 (fcbarcelona.com)

Hasilnya terlihat jelas di Stadion Wembley pada 20 Mei 1992. Hari di mana klub, kota Barcelona, serta sepakbola bertransformasi. Di partai final, Barcelona ditantang Sampdoria, tim yang sama saat Barcelona memenangi final pentas Eropa kasta kedua, Winner’s Cup 1989.

Di sisi lain, European Cup musim 1991-1992 juga jadi momen bersejarah. Musim itu jadi terakhir kalinya menyandang nama “European Cup” karena musim berikutnya sudah di-rebranding menjadi UEFA Champions League.

Baca juga: Di Balik Rekor Eropa Real Madrid

Musim itu juga jadi kali pertama menggunakan sistem grup terpisah di fase finalnya. Adapun dua fase penyisihan masih menggunakan sistem gugur, sebelum delapan tim terakhir akan dibagi ke dua grup, di mana masing-masing juara grupnya akan langsung tampil di final. Sampdoria yang saat itu dimotori Roberto Mancini, Gianluca Vialli, Pietro Vierchowod, dan Attilio Lombardo maju ke final sebagai juara Grup A, sementara Barcelona digdaya di Grup B.

“Itu juga menjadi final pertama Sampdoria sang juara Italia dengan duet mautnya, Roberto Mancini dan Gianluca Vialli. Kedua tim (Barcelona dan Sampdoria) sempat bertemu tiga tahun sebelumnya di final Winner’s Cup dengan Barcelona menang 2-0. Sekarang keduanya melakoni duel ulangan dengan semangat baru jadi pemenang di European Cup terakhir sebelum di-rebranded menjadi Champions League,” tulis Nige Tassell dalam Field of Dreams: 100 Years Wembley in 100 Matches.

Barcelona dan Sampdoria berhadapan di Stadion Wembley pada final 1992 (fcbarcelona/sampdoria.it)

Satu hal yang ditekankan Cruyff adalah, para pemain bisa tampil lepas dan melupakan masa lalu. Masa lalu yang dimaksud yakni Barcelona punya pengalaman pahit dua kali kalah di final.

“Pada pagi sebelum laga final, Cruyff mengatakan kepada para pemainnya, ‘salid y disfrutad,’ bermainlah dan nikmati permainan,” ungkap Sid Lowe dalam Fear and Loathing in La Liga: Barcelona, Real Madrid, and the World’s Greatest Sports Rivalry.

Baca juga: Penyebab Johan Cruyff Absen di Piala Dunia 1978

Sebanyak 70 ribu penonton menyesaki Stadion Wembley pada pukul 19.15 tanggal 20 Mei 1992. Gemuruh membahana seiring para pemain dari kedua tim keluar dari lorong stadion menuju lapangan menyusul wasit Aron Schmidhuber asal Jerman. Laga yang alot pun berjalan hingga dua kali waktu normal dan memori pahit akan kekalahan adu penalti pada final 1986 mulai menjamah.

“Saya harus mengambil inisiatif saat skor masih 0-0 usai (waktu normal) 90 menit. Saya percaya keberuntungan seringkali berkaitan dengan kesuksesan. Namun Anda harus mengarahkan keberuntungan itu,” sambung Cruyff mengenang.

Penentuan juara pun harus melalui babak extra time yang saat itu masih dengan keputusan golden goal: siapa yang mencetak gol duluan, dialah yang akan langsung jadi pemenang. Gol baru datang di babak extra time yang kedua (menit ke-112).

Eksekusi tendangan geledek Ronald Koeman (fcbarcelona.com)

Sebelumnya di menit ke-10, terjadi duel perebutan bola antara gelandang Barça Eusebio Sacristán dengan Giovanni Invernizzi dekat kotak penalti Sampdoria. Lantas wasit Schmidhuber membunyikan peluit tanda ia melihat pelanggaran Invernizzi kepada Eusebio.

“Saat waktu extra time terakhir tersisa lima menit, Barcelona mendapatkan tendangan bebas kontroversial dan tak heran sampai tujuh pemain Sampdoria memprotes (keputusan) wasit Jerman itu. Mereka tahu apa yang akan terjadi saat melihat sesosok lelaki Belanda berambut pirang berlari ke depan dari posisinya sebagai libero,” sambung Tassell.

Sosok yang dimaksud adalah Ronald Koeman. Saat sudah berada di hadapan bola mati itu, Koeman mendiskusikan sesuatu dengan Stoickhov, seiring para pemain Sampdoria berusaha merapatkan barisan pagar betis lewat instruksi portiere Gianluca Pagliuca.

Baca juga: Ronald Koeman Pahlawan Katalan dari Zaandam

Sesaat wasit membunyikan peluit, Stoickhov pelan mendorong bola ke arah kiri dan dan boom! Koeman menyambarnya dengan sepakan kaki kanan untuk meluncurkan bola dengan keras ke sisi kanan gawang. Pagliuca tak berdaya membendungnya. Seisi Wembley pun bergemuruh menyambut selebrasi Koeman yang memecah kebuntuan di menit ke-112.

“Itu gol paling penting dalam sejarah klub kami,” kenang Guardiola, dikutip Tassell.

Dalam selebrasinya, Koeman tenggelam dalam haru sambil mengatupkan tangan ke wajahnya yang disambut pelukan rekan-rekan setimnya. Untuk kali pertama Barcelona merebut mahkota Eropa. Untuk memenuhi nazarnya, Presiden FC Barcelona Joan Gaspart sampai menceburkan dirinya ke Sungai Thames pada pukul 4 pagi, tak peduli risiko hypothermia dan hepatitis.

“Saya pernah ditanya apa yang akan saya lakukan jika kami jadi juara (Eropa). Saya sudah bilang akan melompat ke Sungai Thames,” cetus Gaspart, dikutip Tassell.

Selebrasi skuad Barcelona meraih trofi teratas Eropa pertamanya (fcbarcelona.com)

TAG

barcelona liga champions ligachampions sepakbola

ARTIKEL TERKAIT

Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson Empat Pelatih Asing yang Diapresiasi Positif Negeri Besutannya Mula Finalissima, Adu Kuat Jawara Copa América dan Piala Eropa Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada