SESOSOK pria tegap berambut keriting dan berkulit gelap turun dari pesawat Garuda dengan nomor penerbangan 899/892 di Bandara Kemayoran, Senin sore, 19 Juni 1972. Di landasan, ratusan orang telah menantinya berdesak-desakan. Meski bukan tamu resmi kenegaraan, dia disambut bak raja. Orang-orang tak henti meneriakkan namanya, “Pele…Pele..Pele!”
“Lebih dari sambutan kepada Ratu Juliana,” kata seorang pemuda yang ikut berjejal-jejal di antara lautan manusia yang membuat sempit Jl. Patrice Lumumba (kini Jl. Angkasa), demikian diberitakan Harian Kami, 20 Juni 1972.
Demikianlah suasana kedatangan Edson Arantes do Nascimento alias Pele di Indonesia. Kunjungan pesepakbola asal Brazil itu bertepatan dengan puncak prestasinya sebagai pemain dengan gelar juara dunia tiga kali. Brazil baru saja menjuarai turnamen sepakbola Piala Dunia 1970 di Meksiko. Kesebelasan Brazil saat itu disebut-sebut yang terbaik sepanjang sejarah. Pele menjadi striker andalan Brazil dengan torehan enam gol. Sebelumnya, Pele juga membawa Brazil jadi kampiun Piala Dunia 1958 dan 1962.
Baca juga: Kesebelasan Brasil dan Hungaria Adu Jotos di Piala Dunia
Pele punya kemampuan komplit sebagai pesepakbola. Mulai dari teknik, kecepatan, hingga kekuatan fisik di atas rata-rata untuk ukuran pemain kelas dunia. Publik sepakbola begitu menikmati suguhan Pele ketika menggocek si kulit bundar yang menjadi ciri khas sepakbola indah ala Brazil. Belum lagi aksinya yang memukau ketika membobol gawang lawan. Hingga 1970, Pele diperkirakan telah mencetak lebih dari 1000 gol dalam pertandingan resmi.
Warga Jakarta sangat antusias menyambut kedatangan Pele di Bandara Kemayoran. Pele saat itu berusia 32 tahun dan bermain di klub Brazil Santos FC. Kedatangannya ke Indonesia dalam rangka tur pra-musim kesebelasan Santos ke Asia dan Australia. Tim Santos lebih dulu menyambangi Australia kemudian melanjutkan tur ke Jakarta.
Tim Santos yang dibawa ke Indonesia terdiri dari 13 pemain dengan 3 official. Satu di antara official tim yaitu Emilio Colella, wartawan majalah olahraga Brazil Agazeta Esportiva. Di jajaran pemain antara ada Cefas (kiper), Orlando (nomor punggung 2), Vicente (3), Nene (4), Altiro (5), Ze Carlos (6), Jaider (7), Leo (8), Alcindo (9), Pele (10), Edu (11), Adilsu (15), Fereira (16), Turicay (14), dan Alfesinho (17). Rombongan tim dipimpin oleh manajer Jorge A. Gutmann
Baca juga: Tendangan dari Bauru
Saat turun dari pesawat yang membawa rombongan tim Santos, Pele mendapat kalungan bunga dari bintang film Baby Huwae. Para wartawan berdesak-desakan membidik potret Pele di antara kerumunan massa. Aparat kepolisian dari satuan Tekab dan petugas keamanan bandara tampak kewalahan menjaga Pele. Pengawalan ketat memang bagian dari permintaan tim Santos agar insiden kurang menyenangkan sewaktu tur di Jepang tidak terulang.
“Mereka meminta pengawalan khusus bagi Pele untuk mencegah kejadian yang tidak enak, seperti di Tokyo. Di antaranya, Pele diserbu wanita-wanita selama di hotelnya,” ucap Sekretaris Umum PSSI Joemarsono dikutip Kompas, 17 Juni 1972.
Kedatangan Pele ke Indonesia, menurut situs resmi FIFA dalam laman fifa.com, menunjukkan semakin besarnya pengaruh Indonesia di dunia sepakbola. Untuk mendatangkan Pele, PSSI mesti mengeluarkan dana sebesar $40.000 ditambah $5.000 untuk tiket perjalanan. Uang sebanyak itu digelontorkan PSSI demi memastikan pemain terbaik dunia itu akan menampilkan keahliannya di tanah Indonesia.
Baca juga: 11 Maestro Bola Kaki Beralih Politisi (Bagian I)
“Komitmen finansial tersebut tentu saja menunjukkan keinginan negara tersebut untuk mempromosikan sepak bola dan menjadikan dirinya sebagai tujuan utama acara olahraga internasional,” dilansir fifa.com.
Selama kunjungan di Jakarta, Pele dan tim Santos tinggal di Hotel Kartika Plaza, Jakarta Selatan. Dalam konferensi pers sesaat setelah kedatangannya, Pele dalam bahasa Portugis mengaku senang berkesempatan mengunjungi Indonesia untuk kali pertama. Pele juga mengomentari perkembangan sepakbola di Asia yang sebenarnya kaya dengan pemain berbakat. Namun, Pele menyoroti kelemahan para pemain yang terletak pada visi bermain.
“Saya sangat surprised menyaksikan permainan pemain-pemain bola di sini. Mutunya sudah cukup tinggi, tetapi sayang mereka masih sering melakukan gerakan-gerakan yang kurang berguna,” kata Pele dikutip Harian Kami.
Baca juga: Bung Karno Meninjau Ibukota Brasilia
Menurut Pele, kelemahan yang paling menonjol dari pemain sepakbola Asia adalah pada kekurangan melakukan improvisasi. Teknik improvisasi bagi Pele sangat penting dalam permainan sepakbola modern. “Tidak ada gunanya lari-lari mencari bola atau mengelilingi lapangan jika memang tidak efektif,” jelas Pele.
Kunjungan Pele ke Indonesia dipungkasi dengan pertandingan antara Santos FC melawan Timnas PSSI pada hari Rabu, 21 Juni 1972. Pertandingan digelar di Stadion Utama Senayan (kini Gelora Bung Karno) yang dipadati penonton sejumlah hampir 100.000 orang. Dalam laga persahabatan itu, Santos unggul tipis 3-2 atas kesebelasan Indonesia. Satu dari tiga gol Santos dicetak oleh Pele dari titik pinalti pada menit ke-35.