Masuk Daftar
My Getplus

Operasi Bersama Gempur Sumatera

Sebuah operasi militer gabungan pertama di Indonesia digelar guna menundukkan para panglima daerah yang tengah bergolak. Tak luput dari intervensi asing.

Oleh: Martin Sitompul | 27 Mei 2018
Pasukan Banteng Raiders dalam penumpasan PRRI.

Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) akan diaktifkan kembali untuk menanggulangi aksi teror. Pengerahan pasukan super elite dari tiga matra ini telah mendapat persetujuan dari Komisi I DPR. Menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Thajanto, pihaknya masih menanti Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum keberadaan Koopsusgab. Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui wakil duta besarnya, Erin Mckee menawarkan bantuan untuk mengungkap dalang aksi terorisme.           

Kondisi yang persis serupa juga pernah terjadi di masa lalu. Kala itu pemerintah Indonesia tengah dipusingkan dengan gerakan oposisi PRRI. PRRI melibatkan beberapa panglima daerah di Sumatera yang menentang kebijakan pemerintah pusat. Mereka antara lain Kolonel Maludin Simbolon, panglima di Sumatera Utara, Letkol Ahmad Husein, panglima di Sumatera Barat, dan Letkol Barlian di Sumatera Selatan. Untuk menindaknya, TNI menggelar operasi militer dengan sandi “Tegas” meliputi wilayah operasi di Riau pada Maret 1958.

“Operasi Tegas untuk merebut daerah perminyakan Riau, yang merupakan sasaran yang diperhitungkan bagi ‘intevensi’ Amerika Serikat,” ujar Abdul Haris Nasution dalam memoarnya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4: Masa Pancaroba Kedua. Dalam Operasi Tegas, Nasution yang berpangkat mayor jenderal berkedudukan sebagai ketua Gabungan Kepala Staf (GKS).  

Advertising
Advertising

Meski PRRI memiliki basis terkuat di Sumatera Barat dan Sumatera Utara, penunjukan Riau sebagai sasaran dinilai tepat. Pasalnya, posisi Riau cukup strategis karena berbatasan dengan jalur lalu lintas laut internasional. Menguasai Riau akan menutup kemungkinan pemberontak melarikan diri melalui selat Malaka. Selain itu Caltex (perusahaan minyak raksasa multi nasional asal Amerika Serikat), telah lama beroperasi di Riau.

Duta Besar AS Howard Jones didampingi pejabat tinggi Caltex menemui Perdana Menteri Juanda di Jakarta. Kedua tamu ini khawatir keselamatan warga dan investasi Amerika di Riau. Mereka mengisyaratkan ancaman. Armada Laut AS yang berpangkalan di Pasifik dan kesatuan militer Inggris di Singapura bersiaga di perairan Riau. Pasukan marinir AS akan diturunkan bila pemerintah Indonesia tak mampu mengamankan wilayahnya.

Baca juga: 

Howard Jones, Duta Besar AS Karib Sukarno
Howard Jones, Duta Besar Penyambung Jakarta-Washington

Dini hari, 12 Maret 1958, Operasi Tegas dilancarkan. Operasi ini tergolong skala besar karena melibatkan kekuatan inti dari semua angkatan: AD, AL, AU, termasuk Kepolisian. Sebagian besar armada laut dan pesawat terbang dikerahkan. Komandan operasi ialah Letkol (AD) Kaharudin Nasution,Wakil I Letkol (AU) Wiriadinata, dan Wakil II Mayor (AL) Indra Subagyo.

Nasution menggambarkan betapa besarnya kekuatan operasi militer gabungan itu. “Belum pernah saya melihat pesawat berkumpul sekian banyaknya. Dakota-Dakota GIA berjajar rapat sepanjang lapangan beserta pesawat tempur AURI Mustang, B-25 dan lain-lain,” kenang Nas.

Selain pasukan reguler, pasukan elite masing-masing matra dikerahkan. Satu kompi RPKAD (kini Kopassus), dua kompi Pasukan Gerak Tjepat (PGT, kini Paskhas AU), dan Korps Komando (KKO) AL. Dalam operasi di Riau, satuan-satuan Brimob diturutsertakan di bawah pimpinan Komisaris Polisi Sutjipto Danukusumo. Penerjunan dan pendaratan pasukan diberangkatkan dari Tanjung Pinang, ibukota Riau Kepulauan.

Baca juga: 

Satgultor 81: Musuh Teroris dari Cijantung

Uniknya, selama operasi bahasa penerbangan yang lazim dipakai, yakni bahasa Inggris ditiadakan. Semua pembicaraan dilakukan dalam bahasa Jawa. Alasannya untuk mencegah pasukan Inggris di Singapura dan armada AS menyadap kode-kode gerakan pasukan Indonesia.

Komando Kangguru yang terdiri dari pasukan PGT dan RPKAD melakukan penerjunan untuk menduduki lapangan terbang dan kota Pekanbaru. Dalam Operasi-operasi Gabungan terhadap PRRI-Permesta, Makmun Salim mencatat pukul 07.00 lapangan udara Simpangtiga sepenuhnya dapat dikuasai oleh TNI. Menyusul kemudian kota Pekanbaru yang sudah dalam kendali TNI dalam waktu singkat.

“Para pemberontak malahan banyak yang menyerah lengkap dengan semua persenjataannya. Sebelum, selama atau sesudah sebentar saja melawan serbuan pasukan ABRI,” tulis Julius Pour dalam Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan.

Baca juga: 

Hikayat Pasukan Komando Indonesia

Pasukan RPKAD dari komando Kangguru pimpinan Letnan II Benny Moerdani, menyita sekira 80 truk yang ditinggalkan di landasan lapangan terbang. Setelah digeledah, truk-truk tadi membuat kebutuhan logistik berupa persenjataan dan uang. Perbekalan asing itu terdiri dari senapan laras panjang Garand, Springfield, Recoilless, dan Bazooka buatan Amerika. Diketahui kemudian senjata-senjata mutakhir tadi berasal dari AS lewat para agen CIA.

Seorang perwira menengah musuh berpangkat kapten tertawan oleh pasukan Benny. Menurut pengakuan kapten tersebut, pasukan pemberontak lengah karena mengira pasukan penerjunan TNI merupakan rangkaian kiriman logistik untuk menyokong pemberontakan. Semula diperkirakan, andaikan Pekanbaru memang tak bisa lagi dipertahankan, para pemberontak harus meledakkan sejumlah ladang minyak setempat milik Caltex.

“Aksi bumi hangus ini diperkirakan bakal segera memancing datangnya campur tangan asing. Harapan muluk tadi ternyata tidak terwujud,” tulis Julius Pour.

 

 

TAG

TNI PRRI Kopassus

ARTIKEL TERKAIT

Dulu Tentara Kudeta di Medan Peristiwa PRRI Membuat Rumah Makan Padang Ada di Mana-mana Evolusi Angkatan Perang Indonesia Saat Baret Merah Dilatih Pasukan Katak Kisah Perwira TNI Sekolah di Luar Negeri Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Kini Minyak, Dulu Rempah