Masuk Daftar
My Getplus

Harapan Bung Karno pada Bang Ali

Meski sempat tak diperhitungkan, Bung Karno menjatuhkan pilihan kepada Ali Sadikin. Di tangan Ali, pembangunan Jakarta sebagai ibukota mencapai puncaknya.

Oleh: Martin Sitompul | 25 Jun 2018
Presiden Sukarno mengangkat Ali Sadikin sebagai gubernur DKI Jakarta, April 1966. Sumber: Repro buku "Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi".

Di Istana Negara, 28 April 1966 sedang berlangsung pelantikan gubernur Jakarta yang baru. Presiden Sukarno menyampaikan pidatonya. Amanat yang disampaikan bertalian dengan pembenahan ibukota. Bermacam masalah dikemukakan oleh Bung Karno. Mulai dari perencanaan kota, tata lalu-lintas, hingga soal selokan dan sampah.   

“Nah, saya punya pilihan jatuh kepada Mayjen KKO Ali Sadikin. Dus Ali Sadikin, als ja maar weet (ia tak mengerti sedikitpun), engkau mengalami kesulitan,” ujar Sukarno dalam pidatonya yang termuat dalam Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965—Pelengkap Nawaksara suntingan Budi Setiyono dan Bonnie Triyana.

Ketika dilantik, Ali Sadikin baru berusia 39 tahun. Jabatan terakhirnya Menteri Perhubungan Laut. Latar belakang Ali sebagai perwira tinggi TNI AL mendorong Sukarno menjatuhkan pilihan. Sebagai kota pelabuhan, Sukarno membutuhkan gubernur yang paham urusan laut dan pelabuhan untuk mengurus Jakarta.

Advertising
Advertising

Kecakapan Ali juga meyakinkan Sukarno untuk meladeni korps diplomatik yang berpusat di ibukota. Selain itu, karakter Ali Sadikin dikenal keras bagi Sukarno dianggap mampu mengatasi bengalnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan. “Nah, itu perlu dihadapi oleh orang yang sedikit keras, yang sedikit koppig (keras kepala),” kata Sukarno.

Doe je best (lakukan yang terbaik) agar supaya engkau dalam memegang kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar juga sekian lagi masih orang mengingat, die heeft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau mempunyai pekerjaan,” kata Bung Karno memungkasi pidatonya.

Sempat Ragu

Awalnya Bung karno sempat ragu. Posisi untuk gubernur Jakarta dibicarakan dengan Wakil Perdana Menteri II, Johannes Leimena. Keduanya mengalami kesulitan menemukan sosok yang cocok. Sekian nama terjaring hingga tersisa tiga kandidat. Semuanya tokoh jenderal. Ali Sadikin tak masuk dalam hitungan. Tapi ketiga-tiganya ditolak oleh Sukarno.

Sebagaimana dituturkan Leimena kepada Ali Sadikin, Bung Karno memerlukan orang yang keras, tegas, dan berani. Leimena lantas menyodorkan nama Ali Sadikin. Bung Karno menanggapi. Katanya, Ali Sadikin orangnya koppig.

“Namun nyatanya Bung Karno setuju saja dengan seseorang yang dinilai koppig itu, seperti dikemukakannya dalam pidato pelantikan saya itu,” tutur Ali Sadikin kepada Ramadhan K.H. dalam Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi.  

Menurut Yuke Ardianti dalam 'Sukarno, Sang Padma yang Meranggas di Bulan Maret 1966' (termaktub pada buku Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional Bagian 3), penunjukan Ali sebagai gubernur merupakan bentuk kepercayaan Sukarno bahwa perwira kelahiran Sumedang itu akan mampu membangun Jakarta. Si Bung juga yakin bahwa Ali akan menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan dunia. Demikian menurut pengajar Fakultas Seni Rupa Universitas Trisakti tersebut. 

Marinir jadi Gubernur

Saat Ali Sadikin menjabat gubernur, Indonesia tengah mengalami kemerosotan ekonomi. Pun demikian kondisi Jakarta yang sama buruknya. Hampir di segala lini terjadi krisis: perumahan, lapangan kerja, angkutan, usaha, hingga hubungan telepon. Jakarta menjadi ibukota yang menyedihkan. 

“Penunjukan Ali Sadikin menjadi semacam hadiah perpisahan dari Sukarno untuk Jakarta,” tulis  Susan Blackburn dalam  Jakarta Sejarah 400 Tahun.

Menurut sejarawan asal Australia itu Sukarno memang tak salah pilih. Selama sebelas tahun memimpin ibukota, Ali Sadikin diakui sebagai gubernur terbaik yang pernah memerintah Jakarta. Walaupun sebagian kesuksesannya terbantu karena pertumbuhan ekonomi Orde Baru, namun kepribadian dan gaya Ali Sadikin – yang akrab disapa Bang Ali oleh warga Jakarta – memberi kontribusi atas pencapaiannya.  

Semasa kepemimpinannya, Ali Sadikin menggencarkan pembangunan sarana dan prasarana untuk melayani masyarakat ibukota. Mulai dari sarana untuk menjadikan Jakarta kota budaya, sarana hiburan dan rekreasi, pembangunan jaringan jalan raya, sarana lalulintas dan transportasi, sarana kesehatan, hingga sarana olahraga. Taman Ismail Marzuki (TIM), kawasan wisata Ancol, Pekan Raya Jakarta (PRJ), Proyek Senen, Taman Ria Monas, hingga Kebun Binatang Ragunan adalah beberapa proyek unggulan yang dibangun pada era Ali Sadikin.

Bagi Ali sendiri, kinerjanya yang paling membanggakan adalah saat membenahi program Kampung Husni Thamrin. Proyek ini merehabilitasi pemukiman kumuh yang berada di tengah kota Jakarta dan ditujukan kepada masyarakat miskin kota. Demikian seperti disampaikan  Ali kepada penulis Ramadhan K.H.

Pada 15 Juni 1977, Ali Sadikin mengakhiri masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Jakarta. Saat itulah sang jenderal mengakui bahwa jabatan gubernur adalah posisi yang paling berat sekaligus paling mengesankan, sesuai ucapan Bung Karno pada saat melantik dirinya: “die heft Ali Sadikin gedaan” (inilah perbuatan Ali Sadikin).   

“Kata-kata Bung Karno itu telah memacu saya,” kenang Ali.

Baca juga: 

Ali Sadikin dan Jalanan Jakarta
Bang Ali dan Bang Becak
Dari Perbaikan Kampung sampai Kampung Pelangi
PRJ untuk Rakyat

TAG

Ali-Sadikin Sukarno Jakarta

ARTIKEL TERKAIT

Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Samsi Maela Pejuang Jakarta Kemaritiman Era Sukarno Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower D.I. Pandjaitan Dimarahi Bung Karno Anak Presiden Main Band Pengawal-pengawal Terakhir Sukarno*