Masuk Daftar
My Getplus

KGB di Indonesia

Berapa jumlah agen intelijen Uni Soviet (KGB dan GRU) yang beroperasi di Indonesia?

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 11 Agt 2021
Nikolay Grigoryevich Petrov, agen GRU di Indonesia yang membelot ke Amerika Serikat. (Dok. Ken Conboy).

Anatoliy Babkin pertama kali tiba di Jakarta pada 1956 untuk bertugas di Kedutaan Besar Uni Soviet. Dari atase politik rendahan, kariernya kemudian naik menjadi Sekretaris Ketiga, Sekretaris Kedua (1961), dan Sekretaris Pertama (1966).

Pada 1969, Babkin yang lahir di Moskow tahun 1931, mulai menjalankan penugasan yang keempat sebagai konselor.

Menurut Ken Conboy, penulis buku-buku intelijen dan militer, sebuah laporan CIA, yang juga diberikan kepada Satsus Intel –Satuan Khusus Intelijen ini bertanggung jawab kepada Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara, kini BIN)– mengingatkan bahwa pada awal kunjungannya yang keempat, Babkin adalah Rezident, jabatan KGB (Komite Keamanan Negara, badan intelijen sipil Uni Soviet) yang setara dengan kepala stasiun CIA.

Advertising
Advertising

“Nama Babkin mudah diingat oleh para pejabat Bakin, yang bercanda bahwa nama dia dan organisasi mereka hanya berbeda satu huruf,” tulis Conboy dalam Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia.

Baca juga: Agen KGB di Indonesia Dieksekusi Mati

Desmond Ball, profesor di Strategic and Defence Studies Centre Australian National University College of Asia and the Pacific, menyebut bahwa kehadiran Uni Soviet di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara non-komunis.

“Kedutaan besar Uni Soviet diawaki oleh sekitar 140 personel, sementara beberapa lusin pejabat lainnya dipekerjakan di lembaga semi-resmi seperti Morflot, Sovexport, dll.,” tulis Des Ball dalam “How Moscow Steals ASEAN’s Secrets”, Pacific Defence Reporter, Vol. XV No. 12, Juni 1989.

Sementara itu, Conboy mencatat, total ada lebih dari 90 diplomat resmi Uni Soviet dan lebih dari 170 orang pemegang visa usaha dan visa jenis lainnya. Dari semua itu, tak kurang dari 60 orang yang dipercaya terlibat kegiatan spionase. Dari jumlah ini, anggota KGB melebihi jumlah GRU (Direktorat Intelijen Utama, badan intelijen militer), dengan rasio dua banding satu.

Para mata-mata Uni Soviet itu sering kali telah mempersiapkan diri dalam tugasnya. Banyak di antara mereka telah belajar bahasa Indonesia bertahun-tahun dan telah berulang kali bertugas di negeri ini. “Contohnya adalah Anatoliy Babkin,” tulis Conboy.

Baca juga: Sopir Diplomat Indonesia Ternyata Agen KGB

Di samping memimpin KGB, Babkin juga mengkoordinasi kegiatan intelijen negara-negara satelit Uni Soviet yang menempatkan perwira intelijennya di Indonesia, seperti Cekoslowakia, Polandia, Bulgaria, Rumania, dan Hungaria.

“Babkin terkadang mengumpulkan para kepala intelijen negara-negara Pakta Warsawa pada akhir pekan di sebuah hotel di pantai selatan Jawa. Mereka sering berselancar sambil meneruskan diskusi, sehingga menyulitkan Satsus Intel menyadap pembicaraan tersebut,” tulis Conboy.

Dengan jumlah personel yang minim, Satsus Intel harus memilih target yang diintai. Pada April 1969, mereka memulai operasi pengintaian di depan Kedubes Uni Soviet. Mereka mengintai kendaraan yang digunakan oleh mata-mata yang dicurigai termasuk Babkin.

Pembelotan

Babkin pernah panik ketika seorang agen GRU, Nikolay Grigoryevich Petrov, membelot ke Amerika Serikat, pada Juni 1972. Dia berjaga di pos komando di kedutaan, menugaskan semua agen KGB dan GRU untuk mengamati stasiun kereta api, terminal bus, dan bandar udara. Mereka melaporkan semua perkembangan kepada Babkin melalui telepon.

“Ini benar-benar menelanjangi diri mereka. Kami mendapat konfirmasi dari kecurigaan kami selama ini tentang siapa-siapa saja yang menjadi perwira intelijennya,” kata Bram Mandagi kepada Conboy. Bram Mandagi adalah veteran penangkap mata-mata dan satu dari tiga orang yang terlibat dalam penyusunan rencana operasi Satsus Intel.

Baca juga: Mengamankan Perwira Tinggi Indonesia dari KGB

Namun, mereka tidak berhasil menemukan Petrov. CIA menerbangkan sang kapten dengan penyamaran memakai seragam marinir Amerika Serikat dari pangkalan udara Halim Perdanakusumah ke Washington DC. Setelah mendapat identitas baru, dia bekerja untuk CIA dan ditempatkan di Virginia.

“Dengan nama sandi Houdini, dia menjadi salah satu agen pembelot GRU yang paling produktif pada waktu itu,” tulis Conboy.

Pada akhir 1970-an, Petrov tak bisa menahan rindu kepada istri dan anaknya di Uni Soviet. Penghubung CIA melarangnya tapi dia tetap pergi ke Uni Soviet untuk meminta pengampunan. Sejak itu, kabarnya tidak terdengar lagi.

Pengusiran

Setelah kejadian pembelotan Petrov, Babkin masih sekitar dua tahun lagi bertugas di Indonesia. Dia baru menyelesaikan tugasnya pada 1974, sebagaimana terdata dalam Directory of USSR Ministry of Foreign Affairs Officials (1976), “Anatoliy Nikolayevich Babkin dibebaskan sebagai konselor di Jakarta sebelum Juli 1974.”

Di mana penugasan Babkin berikutnya belum diketahui. Namun, Conboy mencatat, pada 1 Desember 1975, Babkin tiba di Jakarta dari Singapura. Dia termasuk orang yang diawasi oleh Satsus Intel karena Presiden Amerika Serikat Gerald Ford tengah berkunjung ke Indonesia.

“Dengan Satsus Intel mengawasi orang-orang ini secara ketat, Ford datang dan pergi tanpa kesulitan,” tulis Conboy.

Baca juga: Tentara AL Indonesia Direkrut KGB

Sementara itu, Des Ball mecatat bahwa pada 1976 diperkirakan sekitar 60 perwira KGB dan GRU ditempatkan di Jakarta. Jumlah saat ini (1980-an) sekitar 70 orang, di antaranya sekitar delapan orang terlibat dalam kegiatan SIGINT (Signals Intelligence).

Menurut Des Ball, besarnya kehadiran Soviet dan jumlah perwira KGB dan GRU mencerminkan penilaian Soviet terhadap potensi kepentingan strategis, politik, dan ekonomi Indonesia. Fokus kegiatan intelijen Soviet terutama pada politik internal Indonesia serta urusan ekonomi dan militer.

“Skala kegiatan ini terlihat dari fakta bahwa 54 diplomat Soviet diusir dari Jakarta karena melakukan spionase dalam 14 tahun dari tahun 1968 hingga 1982, atau rata-rata hampir empat diplomat per tahun,” tulis Des Ball.

TAG

intelijen kgb uni soviet rusia

ARTIKEL TERKAIT

Momentum Zulkifli Lubis Antara Lenin dan Stalin (Bagian I) Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Mata Hari di Jawa Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Waktu Punya Tupolev, Angkatan Udara Indonesia Kuat D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman