KETIKA Amir Sjarifuddin menjabat perdana menteri merangkap menteri pertahanan terdapat badan intelijen Bagian V (KP-V) dalam Kementerian Pertahanan. Bagian V dianggap dikuasai orang-orang berideologi kiri. Kepalanya, Abdul Rachman Atmosudirdjo juga dicap kiri.
Dalam usaha melawan Belanda di laut, Bagian V membangun Special Operation. Organisasi yang menyiapkan penembus blokade laut ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Subyakto. Selain orang dengan pengalaman perang laut seperti Subyakto, Special Operation juga mempekerjakan ahli militer, ahli peta, ahli bahasa, ahli hukum, ahli olahraga, dan ahli persenjataan laut sebagai pelatih siswa pelatihan Special Operation di Sarangan.
Salah satu pelatih adalah Bambang Soetedjo, yang ideologinya sama dengan menteri pertahanan dan kepala Bagian V. Bambang Soetedjo, disebut Laksamana Pertama Urip Subyanto dalam Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan II, mengajarkan perihal torpedo kepada siswa pelatihan Special Operation.
Baca juga: Latihan Melawan Belanda di Sarangan
Orang Indonesia yang paham torpedo di zaman revolusi, kemungkinan besar mantan anggota Angkatan Laut, paling mungkin Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninklijk Marine) sebelum tahun 1942. Tidak menutup kemungkinan Bambang Soetedjo adalah orang kiri, sebab sebelum tahun 1920-an Angkatan Laut Kerajaan Belanda diperanguhi oleh kelompok kiri macam Henk Sneevliet. Secara umum Angkatan Laut Belanda punya kelasi yang lebih cerdas daripada sersan tentara Hindia Belanda alias KNIL.
Setelah Kabinet Amir Sjarifuddin lengser dan Bung Hatta naik menjadi perdana menteri merangkap menteri pertahanan, Bagian V dibubarkan karena dianggap condong ke kelompok sayap kiri. Meski Bagian V bubar, pelatihan Special Operation terus berjalan. Bahkan ketika Peristiwa Madiun pecah pada September 1948, Special Operation agak terganggu.
“Pemberontakan tersebut mengakibatkan penyelenggaraan Spesial Operation untuk sementara dihentikan. Para siswa diperintahkan untuk turut menumpas pemberontak dengan bergerak ke daerah Temanggung dan kemudian menuju Solo,” tulis Masfar R. Hakim dalam Sejarah Pendidikan Perwira TNI Angkatan Laut, 1945–1950.
Baca juga: Bekas Kampung Jerman di Sarangan
Selama Peristiwa Madiun, menurut Urip Subyanto, dua siswa Special Operation kena tembak: Kusumobroto di Gorang Gareng dan Sumarsono di Ngawi.
Ketika pecah Peristiwa Madiun itu, rupanya Bambang Soetedjo dianggap terlibat dalam pemberontakan. Buku terbitan Orde Baru berjudul Bahaya Laten Komunisme di Indonesia: Penumpasan Pemberontakan PKI, 1948 menyebut Bambang Soetedjo adalah Kolonel Polisi Tentara Laut Republik Indonesia yang menjadi lurah desa Sarangan.
Bahkan, menurut Julius Pour dalam biografi Laksamana Sudomo, Mengatasi Gelombang Kehidupan, Bambang Soetedjo malahan telah menyatakan dirinya sebagai Gubernur Militer Sarangan. Tampak betapa berbahayanya Bambang Soetedjo di Sarangan.
Baca juga: Dari Kalibakung ke Sarangan lalu Mabes TNI AL
Bambang Soetedjo termasuk yang tertangkap dalam operasi pembersihan kelompok kiri pada September 1948 itu. Ia berada di tangan pasukan Divisi Siliwangi. “Guru Bambang Soetedjo menjalani hukuman mati oleh regu tembak Siliwangi. Kegiatannya aktif membantu PKI,” kata Urip Subyanto.
Setelah kematian Bambang Soetedjo, tentu saja setelah ia memberikan pelajaran tentang torpedo, pelatihan Special Operation meluluskan semua siswanya pada Oktober 1948. Mereka kemudian disebar ke berbagai tempat dan beberapa di antaranya kemudian jadi orang nomor satu di Angkatan Laut.*