BEKAS siswa Latihan Opsir Kalibakung dipanggil dan dikumpulkan di Yogyakarta. Mereka diseleksi untuk mengikuti pelatihan Special Operation. Dari 55 siswa, yang terjaring hanya 31 orang, ditambah tiga orang siswa dari Kementerian Pertahanan. Pelatihan ini mulanya digagas Bagian V (KP-V), badan intelijen Kementerian Pertahanan, namun menjadi penting bagi Angkatan Laut.
Para siswa terpilih itu dibawa ke Sarang Garuda Kompleks di Sarangan, daerah sejuk di Plaosan, Magetan, Jawa Timur. Letnan Kolonel Raden Bagus Nacis Djajadiningrat yang mempersiapkan tempat pendidikan tersebut. Sebelum Jepang datang, putra Pangeran Ahmad Djajadiningrat ini adalah taruna Akademi Angkatan Laut Belanda di Surabaya. Ia belum pernah sempat bertugas di Angkatan Laut Belanda karena tentara Jepang keburu menguasai Hindia Belanda.
Arsip Kementerian Pertahanan No. 275 menyebut para pelatih Special Operation antara lain Mochtar, Iskak, Bambang Sutedjo, Martadinata, Djajadiningrat, dan lainnya. Arah pendidikan sangat jelas. Mereka dibentuk untuk menghadapi blokade laut Belanda.
Baca juga: Bekas Kampung Jerman di Sarangan
Tujuan Special Operation, sebut Julius Pour, “membentuk para perwira untuk bisa mengendalikan speed boat yang akan dipergunakan untuk menembus blokade Belanda.” Menurut Zamzulis Ismail dan Burhanuddin Sanna dalam Siapa Laksamana R.E. Martadinata, selain pelatihan tentang operasi di laut, para siswa Special Operation juga dibekali ilmu-ilmu intelijen.
Setelah Bagian V bubar, pelatihan diteruskan di bawah Angkatan Laut. Terlepas dari perang kepentingan di bagian V, Special Operation tetaplah penting bagi Republik Indonesia dalam melawan blokade laut Belanda.
“Nama Special Operation dipilih agar kemampuan para siswa nantinya sesudah tamat pendidikan, mempunyai keahlian yang serba guna. Dapat diandalkan untuk menjalankan sabotase di daerah musuh, secara berkelompok atau perorangan,” kata Urip Subyanto dalam Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan II.
Baca juga: Rachman Masjhur Mencari Siswa
Peserta Special Operation berjumlah 34 orang: 31 bekas siswa Latihan Opsir Kalibakung, ditambah Sardono, Supeno, dan Suharto Ranusubroto dari Kementerian Pertahanan. Mereka dibagi dalam bagian dek 19 siswa dan bagian mesin 15 siswa. Mereka tinggal di sebuah rumah peristirahatan bernama Huize Nelly dan Merry di Sarangan.
Selain belajar tentang dek dan mesin, mereka dapat pelajaran tambahan penting termasuk tentang intelijen. Mulai dari topografie dan boldriehoek oleh Ir. Weinkopf, ilmu hukum (Mr. Haroen), torpedo (Bambang Sutedjo), olahraga (Iskak), judo (Oemar, keturunan Jepang), hingga bahasa Inggris (Nyonya Wallow), bahasa Jerman (Nyonya Bode), dan etiket (Nyonya Haroen).
“Olahraga air merupakan pelajaran favorit dan menonjol. Semua siswa menjadi pandai berenang. Mengelilingi danau Sarangan dianggap berenang santai,” kenang Urip. Sekali lagi Mayor R.E. Martadinata ditunjuk menjadi kepala pendidikan Special Operation, seperti sebelumnya dalam Latihan Opsir Kalibakung.
Baca juga: Operasi Khusus Subyakto
Pelatihan Special Operation, yang dipersiapkan pada November 1947, aman tanpa gangguan Belanda. Perubahan politik di Kementerian Pertahanan bahkan tidak mengganggu pelatihan Special Operation. Ketika Bagian V bubar pada awal 1948, Special Operation masih dianggap penting, jalan terus di bawah ALRI. Bahkan Kepala Staf Angkatan Laut yang baru Kolonel Subyakto menjadi pemimpin tertinggi Special Operation.
Pelatihan Special Operation di Sarangan berhasil menamatkan siswanya pada Oktober 1948. Mereka tersebar di banyak daerah. Ada yang di Yogyakarta, ikut ke Aceh membangun pangkalan laut, dan ada pula yang bergerilya di sekitar Sarangan, seperti Letnan Frits Suak.*