Masuk Daftar
My Getplus

Ratu Kalinyamat Menjadi Pahlawan Nasional

Langkanya ketersediaan arsip dan selubung mistifikasi mengaburkan ketokohan Ratu Kalinyamat. Kini namanya masuk album pahlawan nasional.

Oleh: Martin Sitompul | 14 Nov 2023
Lukisan Ratu Kalinyamat karya pelukis Jepara Jatmiko. (Wikipedia).

RATU Kalinyamat akhirnya resmi menjadi pahlawan nasional. Dari enam tokoh yang dinobatkan pada tahun ini, Ratu Kalinyamat adalah satu-satunya perempuan. Pengusulannya terbilang berliku dan memakan waktu lama. Tak kurang perbincangan yang memperdebatkan ketokohannya dalam sejarah bangsa Indonesia.

Nama Ratu Kalinyamat eksis sebagai salah satu penguasa di tanah Jawa sekira abad ke-16. Sebelum bergelar ratu, ia bernama asli Retna Kencana, putri dari Raja Demak ke-3 Sultan Trenggana. Retna Kencana dinikahi Pangeran Hadiri. Mereka memerintah di Kalinyamat, yang meliputi Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora. Kalinyamat sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Jepara terletak di antara Kudus dan Jepara. Ihwal mula gelar Ratu Kalinyamat melekat pada sosok Retna Kencana sepeninggal suaminya pada 1549, yang mati dibunuh Adipati Jipang Arya Penangsang.  

Ratu Kalinyamat kemudian tampil sebagai penguasa Jepara. Di bawah kepemimpinannya, Jepara mencapai masa kejayaan. Selama 30 tahun berkuasa, Ratu Kalinyamat membentuk armada laut yang kuat, bahkan termasuk yang paling kuat di Nusantara. Dia menjadikan Jepara sebagai poros maritim kawasan pantai utara Jawa. Kota pelabuhannya ramai dengan aktivitas perdagangan dan pelayaran. Seiring dengan itu, Jepara muncul sebagai sebuah emporium baru; kerajaan maritim yang disegani kerajaan-kerajaan tetangga.

Advertising
Advertising

Baca juga: Anak Angkat Ratu Kalinyamat Menuntut Takhta Banten

Menyerang Portugis

Jepara merupakan pangkalan angkatan laut Kesultanan Demak. Sejak Malaka dikuasai bangsa Portugis, aktivitas perdagangan kerajaan-kerajaan bercorak Islam jadi terganggu, termasuk Demak. Bagi Demak, bandar Malaka adalah pasar beras dan rempah-rempah. Sementara itu, Portugis datang ke Asia membawa spirit perang salib “reconquista” untuk menaklukkan orang-orang Islam. Di antara bangsa-bangsa Eropa, saat itu kekuatan angkatan laut Portugis termasuk yang paling digdaya di dunia. Sultan Demak ke-2 Pati Unus dua kali melancarkan ekspedisi ke Malaka melawan Portugis, yakni pada 1512 dan 1521.

Ketika menjadi penguasa Jepara, Ratu Kalinyamat tetap berupaya mengusir Portugis dari Malaka. Pada 1551, seperti dicatat sejarawan M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200--2008, Jepara membantu Kesultanan Johor dalam serangan yang gagal terhadap Malaka. Pada 1574, Jepara sekali lagi mengepung Malaka selama tiga bulan. 

Baca juga: Para Prajurit Janda di Aceh

Dalam serangan pertama, Ratu Kalinyamat mengirimkan 40 kapal yang mengangkut 4000 sampai 5000 prajurit Jepara. Pada serangan kedua, Kalinyamat tergerak oleh ajakan Sultan Aceh, Ali Riayat Syah, untuk berjihad menghadapi Portugis. Kekuatan yang dikirimkan jauh lebih banyak daripada serangan pertama. Ratu Kalinyamat mengerahkan 300 kapal berikut 15.000 prajurit pilihan. Selain itu, perbekalan seperti meriam dan mesiu dalam jumlah besar turut melengkapi. Namun, armada dari Jepara datang terlambat sehingga Portugis tetap unggul dalam pertempuran laut.

“Permintaan kedua kerajaan itu memberikan gambaran bahwa secara politis Ratu Kalinyamat dikenal sebagai penguasa yang sangat kuat dan namanya cukup termasyhur,” sebut Chusnul Hayati, dkk. dalam Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad XVI.

Ratu Kalinyamat memang gagal dalam membendung hegemoni Portugis di Malaka. Kendati demikian, namanya dicatat dalam sumber Portugis dengan rasa takzim. Ratu Kalinyamat disebut sebagai “De kranige dame” yaitu seorang wanita pemberani. Penulis Portugis pada abad ke-18 Diego de Couto dalam bukunya Da Asia, mencatat Ratu Kalinyamat “Rainha de Japara, sembora poderosa e Rica.” Artinya, "Ratu Jepara, seorang wanita yang kaya dan berkuasa."

Baca juga: Para Sultanah di Kesultanan Aceh

Dari Mitos ke Pahlawan Nasional

Ratu Kalinyamat wafat pada 1579. Makamnya di Komplek Masjid Mantingan, Jepara sampai saat ini terus ramai dikunjungi peziarah. Bagi orang Jepara, nama Ratu Kalinyamat dijunjung dengan penuh hormat.

Sejak 2019, nama Ratu Kalinyamat diajukan masyarakat Jepara sebagai pahlawan nasional. Namun, pengajuannya selalu mentok di tingkat nasional. Ikhtiar itu terbentur pada kelangkaan sumber sejarah yang mencatat kiprah Ratu Kalinyamat.

Pada seminar nasional bertajuk "Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia" yang diselenggarakan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) awal tahun silam, ketokohan Ratu Kalinyamat kembali diperbincangkan. Anggota DPR Lestari Moerdijat menyatakan kurangnya data primer menjadi salah satu alasan ditangguhkannya gelar pahlawan nasional atas Ratu Kalinyamat. Nama Ratu Kalinyamat memang tersua di beberapa babad atau kitab kuno kesusastraan Jawa. Dalam sumber-sumber lokal itu, sosok Ratu Kalinyamat diwarnai narasi erotis yang lekat dengan daya tarik seksual.

Baca juga: Adakah Udang di Balik Gelar Pahlawan Nasional?

“Oleh masyarakat setempat, Ratu Kalinyamat dianggap pahlawan. Tapi, di wilayah lain justru dikenal dalam sebuah cerita yang berbeda, lebih meonjolkan mitos erotismenya, tetapi melupakan apa sesungguhnya yang telah dilakukan pada waktu yang lalu karena memang jejak beliau secara kearsipan nyaris tidak ada,” ujar Lestari yang merupakan legislator dari dapil Jepara itu.

Perkara sumber primer itu selaras dengan pendapat sejarawan Muklis PaEni. Menurutnya, ketokohan Ratu Kalinyamat dalam sejarah dikelilingi oleh belukar mitologi. Para ahli sejarah bertugas untuk menyiangi belukar mitologi itu. Dengan demikian, tokoh Ratu Kalinyamat dimunculkan dalam wujud data yang otentik dan bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. 

“Kita sepakat bahwa Ratu Kalinyamat adalah wira (pahlawan) samudra. Bagi saya, dia adalah wira samudera. Wira samudra itu tidak mengenal gender. Dia bisa laki-laki dan perempuan,” terang Muklis, sejarawan yang tergabung dalam Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).

Baca juga: Harga Seorang Pahlawan Nasional

Penelitian tentang Ratu Kalinyamat terus berlangsung sejak pengajuannya. Sumber-sumber sejarah manuskrip dari Portugis maupun catatan-catatan gereja tua abad ke-16 memberikan sumbangan yang berarti sebagai data primer. Beberapa ahli sejarah Portugis yang meneliti periode kurun niaga bahkan mengklaim Ratu Kalinyamat menghimpun suatu persaudaraan Asia Tenggara. Mungkin sekali persekutuan itu didasari oleh spirit persaudaraan Islam antara Jepara, Aceh, Johor, dan Hitu.

Pakar militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie termasuk yang gencar mengusulkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional. Mengutip sumber-sumber Portugis, Connie menyimpulkan Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin yang menguasai konsep geopolitik dan geostrategi. Ratu Kalinyamat, imbuh Connie, “Mampu memelopori aliansi kekuatan negara-negara kawasan untuk menyerang secara head-to-head sumber ancaman dan musuh yang adikuasa kala itu, Portugis.”

Baca juga: Mengenal 5 Pahlawan Nasional Asal Papua

Selain itu, Connie menyebut, dalam waktu singkat, Ratu Kalinyamat menjadikan Jepara sebagai poros perdagangan dan maritim antara Bali, Maluku, Banjarmasin, dan Demak. Lalu Lintas perdagangan yang begitu pesat ini berdampak dari industri galangan kapal dagang dan kapal perang di wilayah Pati, Juana, Lasem, dan Rembang. Industri galangan kapal ini menjadi industri terbaik di Asia Tenggara. Inilah keberhasilan yang menghubungkan Jepara ke seberang lautan seperti Johor, Aceh, serta Palembang. 

“Untuk itulah,” kata Connie, “Ratu Kalinyamat layak menjadi pahlawan nasional.”

Riset yang berkelanjutan itu membuahkan hasil. Setelah melalui proses pengajuan yang panjang, tibalah giliran Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional pada tahun ini. Penobatan Ratu Kalinyamat menambah deretan pahlawan nasional dari Jawa Tengah dan dari kalangan perempuan.*

TAG

pahlawan nasional jepara

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Jepara Menuntut Takhta Banten Jalan Kartini Temukan Islam Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa Puncak Seni Arca dari Candi Singhasari Menapak Tilas Ken Angrok Zhagung dan Tikus versi Pram versus Karmawibhangga Empat Arca Warisan Singhasari Akhirnya Tiba di Tanah Air Candi Singhasari dalam Catatan Thomas Stamford Raffles Perjalanan Arca Candi Singhasari Kembali ke Indonesia Menyita Harta Pejabat Kaya Raya