Sultan Banten Hasanuddin dikaruniai dua anak laki-laki dari pernikahannya dengan putri Sultan Demak, Tranggana, pada 1552. Yang sulung, Maulana Yusuf, menggantikan ayahnya yang meninggal pada 1570.
Sedangkan adiknya diasuh dan dijadikan anak angkat oleh bibi dari pihak ibunya: Ratu Kalinyamat, karena tidak memiliki anak.
“Dia diberi nama Pangeran Aria dan kemudian Pangeran Jepara; di Jepara dia diperlakukan sebagai ‘putra’ mahkota; dan setelah bibinya meninggal, dia memegang kekuasaan di kota pelabuhan itu,” tulis H.J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
Ratu Kalinyamat dijuluki Ratu Pajajaran. Pemberian julukan itu menandakan di Keraton Demak pada pertengahan abad ke-16 ada kebiasaan memberi nama gelar kepada para pangeran atau putri keturunan raja yang menunjuk ke daerah-daerah yang jauh.
“Mungkin dengan harapan agar mereka yang memakai gelar itu kelak dalam hidupnya benar-benar akan mendapatkan daerah itu,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
Tentu saja Ratu Kalinyamat tak pernah mendapatkan Pajajaran. Namun, Pajajaran berhasil ditaklukkan oleh kemenakannya, Maulana Yusuf, pada 1579. “Pangeran Jepara tidak ikut dalam ekspedisi melawan Pajajaran,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
Baca juga: Perang Banten-Cirebon di Akhir Ramadan
Maulana Yusuf meninggal dunia pada 1580. Dia meninggalkan seorang anak lelaki berusia delapan tahun, Pangeran Mohammad. Takhta Banten pun jadi rebutan dua kekuatan: kaum bangsawan dan pedagang.
“Kelompok pertama mendukung pangeran dari Jepara yang saat itu telah dewasa, dan berharap mampu mengembalikan hak istimewa para bangsawan dan membatasi pengaruh kaum pedagang dalam pemerintahan Banten,” tulis Claude Guillot dalam Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII.
Menurut Guillot kaum pedagang yang bersekutu dengan para pejabat tinggi (ponggawa) menyisihkan Pangeran Jepara, calon putra mahkota yang sah yang sudah cukup usianya untuk memerintah, untuk mengangkat Mohammad yang masih kanak-kanak. Tujuan mereka untuk menguasai kewalirajaan, yang tak lain adalah pimpinan kesultanan, sampai Mohammad dewasa.
“Kiyai Wijamanggala bersama empat tokoh penting dari kalangan pedagang berhasil mengusir Pangeran Jepara dan membentuk dewan kewalirajaan,” tulis Guillot.
Pangeran Jepara gagal merebut takhta Banten karena dikhianati seorang patih yang awalnya akan membantunya. “Setelah itu, timbullah di Banten pertempuran yang hebat. Ki Demang Laksamana gugur, dan Pangeran Jepara terpaksa kembali ke kotanya dengan tangan hampa,” tulis De Graaf dalam Awal Kebangkitan Mataram. Demang Laksamana, panglima armada, menemui ajalnya dalam perkelahian melawan perdana menteri Banten.
Baca juga: Perang Dua Pangeran Banten
Apakah serangan yang gagal itu dilakukan atas gagasan Ratu Kalinyamat? Menurut De Graaf, namanya tidak ada dalam kisah tersebut. Tetapi memang sangat mungkin Ratu Kalinyamat sudah meninggal antara tahun 1574 dan 1580.
Pangeran Jepara kemudian menggantikan ibu angkatnya. Di bawah Pangeran Jepara, kekuatan Jepara sempat ditakuti bahkan oleh Mataram.
“Mereka (Mataram, red.) mungkin masih merasa gentar melihat benteng yang mengelilingi kota dan benteng di Gunung Danareja,” tulis De Graaf dan Pigeaud. Menurut pelaut-pelaut Belanda, kebanyakan kota pelabuhan di Jawa dikelilingi tembok batu atau kayu, pada sisi yang menghadap daerah pedalaman.
Pada dasawarsa terakhir abad ke-16, kekuasaan Pangeran Jepara di laut masih dihormati. Pada 1593, dia memerintahkan armadanya menduduki Pulau Bawean di Laut Jawa. Pada 1598, dia masih mengesankan orang Belanda seakan-akan memiliki sarana kekuasaan yang luar biasa.
Baca juga: Mataram Batal Menyerang Banten
Akhirnya, pasukan Mataram menyerang Jepara tahun 1599. Tamatlah kekuasaan Pangeran Jepara. Penghancuran kota Jepara disebut dalam surat berbahasa Belanda tahun 1615. Serangan Mataram dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan pesisir yang makmur itu mengakibatkan kerusakan berat. Tidak mustahil, Jepara juga menjadi korban amukan mereka. Mungkin saja istana Kalinyamat juga dihancurkan.
“Tidak ada kabar tentang nasib keluarga raja Jepara,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
Penguasa Mataram kemudian mengangkat seorang bupati untuk memerintah di Jepara.