Masuk Daftar
My Getplus

Jejak Ali Moertopo dalam Kerusuhan Lapangan Banteng

Ali Moertopo disebut-sebut berada dibalik peristiwa kerusuhan Lapangan Banteng. Merancang operasi senyap melibatkan para preman dan gabungan anak liar alias gali.

Oleh: Martin Sitompul | 23 Agt 2024
Menteri Penerangan Ali Moertopo dalam penutupan Festival Film Indonesia (FFI) di Jakarta. Dalam kampanye jelang Pemilu 1982, Ali Moertopo bertindak sebagai juru kampanye utama Golkar. Salah satu kampanye berakhir dengan kerusuhan di Lapangan Banteng. Sumber: Kementerian Penerangan.

LAPANGAN Banteng penuh sesak oleh massa simpatisan Golkar hari itu, 18 Maret 1982. Mereka tumpah-ruah dalam merayakan kampanye Golkar menjelang Pemilu 1982. Suasana makin riuh kala penyanyi dangdut Elvi Sukaesih ikut meramaikan kampanye. Setelah asyik digoyang dangdut, juru kampanye utama Golkar yang juga Menteri Penerangan Ali Moertopo siap-siap naik ke pentas hendak berorasi.

“Setelah Ali Moertopo tampil di panggung di tengah teriakan yel-yel kampanye, para penjaga panggung serentak mengeluarkan gergaji dan botol bensin dari balik jaket mereka. Gergaji dan bensin itu dipakai untuk merobohkan dan membakar panggung. Keadaan seketika menjadi sangat kacau. Prosesnya berjalan amat cepat,” kenang Sarwono Kusumaatmadjia, sekretaris jenderal (sekjen) Golkar periode 1983—1988, dalam Memoar Sarwono Kusumaatmadja: Menapak Koridor Tengah.

Di tengah para hadirin yang kaget dan kebingan, sambung Sarwono, orang-orang berbaju AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia), organ pemuda Golkar, membuang jaket dan baret AMPI. Di badan mereka ternyata sudah melekat kaus oblong bergambar lambang Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam suasana yang kacau itu, para perusuh ini memekikkan seruan takbir.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sabotase Kampanye Golkar

Aksi anarkis dalam kampanye Golkar itu dikenal sebagai Peristiwa Kerusuhan Lapangan Banteng. Dari sekadar pengrusakan panggung kampanye, aksi itu menjalar jadi bentrokan hingga penjarahan. Peristiwa itu dalam rekaman budayawan Jakarta Alwi Shahab menyebabkan sound sytem berkekuatan ribuan watt terbakar dan dirusak. Podium tempat kampanye turut dibakar. Mereka yang berbaju Korpri dihadang oleh pengacau.

“Setelah Pemilu 1982 Lapangan Banteng, lapangan terbesar kedua di Jakarta setelah Gambir (Monas), tidak lagi digunakan untuk kampanye,” catat Alwi Shahab dalam artikel “Kampanye Pemilu di Waterloopein” termuat di kumpulan tulisan Saudagar Baghdad dari Betawi.

Ali Moertopo selamat dari kerusuhan di Lapangan Banteng setelah buru-buru dilarikan ke Hotel Borobudur. Peristiwa itu cukup menohok bagi kader dan simpatisan Golkar. Pada kampanye hari-hari berikutnya, kampanye Golkar tak lagi semeriah seperti massa di Lapangan Banteng.

Baca juga: Ali Moertopo “Penjilat” Soeharto

Sebelum kerusuhan, Sarwono yang saat itu anggota DPD Golkar DKI Jakarta menangkap gelagat yang ganjil dari Ali Moertopo. Menjelang kampanye, Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo mengundang sejumlah fungsionaris Golkar rapat di markas Golkar Jl. Pegangsaan Barat. Selain DPD Golkar Jakarta, turut hadir Ali Moertopo sang juru kampanye utama Golkar. Di tengah pembicaran, Ali Moertopo ngotot agar kampanye Golkar melebihi besarnya kampanye PPP. Usulan itu ditentang Ketua DPD Golkar Achmadi. Menurut rencana DPD Golkar semula, puncak kampanye Golkar dilaksanakan pada putaran akhir kampanye.

“Pak Ali Moertopo terkesan sangat emosional dan akhirnya memberi arahan kepada Tjokropranolo untuk langsung menangani kampanye. Kemudian dia meninggalkan ruangan. Tjokropranolo lalu menginstruksikan aparat untuk menghimpun dan mengerahkan massa sebanyak mungkin,” tutur Sarwono.

Setelah kerusuhan Lapangan Banteng, Ali Moertopo kembali berkampanye untuk Golkar. Waktu kampanye di Senayan, Ali Moertopo bilang bahwa kerusuhan Lapangan Banteng merupakan teror yang dilakukan golongan lain. Gangguan terhadap kampanye Golkar berarti bertujuan untuk mengganggu jalannya pemilu. Perbuatan perusuh itu menurut Ali Moertopo harus dikutuk oleh siapapun.

“Saya berseru, agar semua anggota muda Golkar bangkit melawan setiap tindakan yang dilakukan teroris, penjahat. Di mana nasionalismemu, bendera merah-putih dirobek-robek. Bangkitlah hai Angkatan muda Golkar, habiskan jahanam itu. Apakah saudara-saudara berani?” tanya Ali Moertopo di hadapan puluhan ribu massa.

Massa menyambut dengan riuh, “Berani!” sebagaimana diberitakan Kompas, 17 April 1982.

Baca juga: Soemitro dan Ali Moertopo, Kisah Duel Dua Jenderal

Jenderal (Purn.) Soemitro yang berseteru dengan Ali Moertopo dalam Peristiwa Malari 1974, mencurigai Ali Moertopo dalam serangkaian operasi intelijen politik di era Orde Baru. Soemitro dalam memoarnya Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974 seperti dituturkan kepada Heru Cahyono, menyebut dari Malari, pembinaan Komando Jihad eks Darul Islam, pembajakan Pesawat Garuda Woyla (1981), hingga Kerusuhan Lapangan Banteng.

Sementara itu, menurut cendekiawan Muslim Yudi Latif, Ali Moertopo dikenal karena operasi rahasianya untuk menggalang para Muslim militan untuk tujuan tertentu. Terutama mereka yang memiliki hubungan dengan pemberontakan DI/TII di masa lalu. Kelompok ini dibina untuk menghidupkan gerakan baru yang bertujuan mendirikan negara Islam.

“Upaya ini dimaksudkan untuk mendiskreditkan partai politik Muslim, yaitu PPP, dan juga menyediakan dalih bagi penangkapan para aktivis politik Muslim secara lebih luas,” catat Yudi Latief dalam Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20.

Baca juga: Jaringan Preman Sisa Orde Baru

Kesaksian Bathi Mulyono, mantan tokoh “Gabungan Liar” (Gali) Semarang, dalam liputan Tempo, 6 April 2008, menerangkan jejak Ali Moertopo dalam kerusuhan Lapangan Banteng. Pada dekade 1980-an, Bathi mengetuai Yayasan Fajar Menyingsing, organisasi bekas narapidana di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut Bathi, Ali Moertopo adalah patron para preman yang ia pimpin.

Kelompok preman pimpinan Bathi terlibat dalam operasi penghancuran citra PPP di Jakarta. Proyek itu datangnya dari pesanan Ali Moertopo. Ketika lautan manusia memenuhi kampanye Golkar di Lapangan Banteng, Bathi dan anak buahnya beraksi dengan menyamar sebagai pendukung PPP. Para preman dan gali inilah yang melakukan penyerangan kepada massa Golkar dan merobohkan panggung sambil berteriak “Hidup Ka'bah!”. Sesampainya di lapangan, mereka melepas jaket hingga tinggal kaus PPP yang tampak.

“Sudah kami siapkan mana mobil yang dibakar, mana yang tidak,” kata Bathi dikutip Tempo. Walhasil, pada Pemilu 1982, suara PPP di Jakarta tumbang oleh Golkar.

Baca juga: Petrus: Kisah Gelap Orba

TAG

ali moertopo partai golkar lapangan banteng pemilu

ARTIKEL TERKAIT

Mimpi Pilkada Langsung Perkara Tombol Panggil di Kantor DPP Golkar Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 PPP Partai Islam Impian Orde Baru Sudharmono Bukan PKI Ketika Komedian Mencalonkan Diri Jadi Presiden Suami-Istri Cerai Gara-gara Beda Partai