Pada Agustus 2021, Presiden Joko Widodo menganugerahkan Bintang Budaya Parama Dharma kepada almarhum Raden Tumenggung Kusumokesowo (1909–1972) atas jasanya sebagai seniman dan pemelihara warisan budaya Jawa.
Kusumokesowo, mantan abdi dalem Kasunanan Surakarta, merupakan tokoh tari klasik Jawa gaya Surakarta yang berjasa memasyarakatkannya di luar lingkungan keraton. Sepanjang hidupnya, ia menjadi guru tari pada berbagai perhimpunan tari dan pengajar tari di akademi dan institut, serta menjadi anggota dewan ahli tari. Selain itu, ia juga banyak menciptakan tari.
Ensiklopedi Tari Indonesia: Seri K-O menyebut dari sekian banyak gubahan tari karya R.T. Kusumokesowo, yang paling terkenal adalah lakon-lakon yang kemudian menjadi nomor-nomor acara tetap Sendratari Ramayana Prambanan sejak tahun 1961.
Baca juga: Mengenang Dwitunggal Pembaharu Tari Sunda
Dalam Sendratari Ramayana terdapat tari Kukila bersama-sama dengan tarian Kelinci, Lutung, dan Kidang yang juga menggambarkan jenis-jenis hewan hutan.
“Awalnya tarian ini garapan dari tari massal yang ada dalam Balet Ramayana di Prambanan yang digagas oleh R.T. Kusumokesowo, seorang koreografi tari,” ujar Sindang, pensiunan guru yang melatih tari Kukila di SMP Negeri 5 Demak.
Menurut Laras Ambika Resi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dalam “Estetika Tari Kukilo Gaya Surakarta Gubahan S. Maridi”, termuat dalam jurnal pengetahuan dan penciptaan tari, Greget, Vol. 13 No. 1 (2014), tema burung pada tari Kukila merupakan salah satu jenis tema yang banyak diminati anak-anak. Tari Kukila merupakan jenis tari pasangan yang obyek sasarannya mengangkat cerita tentang kehidupan burung dengan pola-pola gerakan yang sederhana. Bentuk tari Kukila menggambarkan kehidupan burung yang sedang mencari makan, bermain, dan beterbangan. Sajian tari Kukila secara visual tampak enerjik, lincah, dan gesit menarik dan memikat anak-anak putri setingkat sekolah dasar dan menengah pertama.
“Penggambaran kehidupan burung dapat dilihat dari gerak tari seperti srigsig menggambarkan burung sedang terbang, ulap-ulap tawing artinya burung sedang melihat keadaan alam sekitar, lampah tawang maju artinya burung melangkah ke dahan pohon, dan metik yang berarti burung sedang mencari makan,” ujar Sindang.
Baca juga: Tari Gambyong dari Jalanan ke Istana Hingga Pernikahan Modern
Sindang mengatakan, tari Kukila yang sekarang terkenal di masyarakat merupakan hasil gubahan S. Maridi, seorang empu tari atau koreografer dari Surakarta.
Laras menjelaskan, bentuk tari Kukila karya R.T Kusomokesowo menggunakan garap gerak gaya Surakarta. Jenis-jenis geraknya merepresentasikan dari gerak-gerik burung. Garap musik atau karawitan tari menggunakan gendhing lancaran rena-rena dengan garap irama II. Pada garap irama II menggunakan tembang Kinanti dengan satu pada atau satu bait cakepan. Secara keseluruhan baik pada garap gerak maupun karawitan terasa masih sederhana.
Sementara itu, tari Kukila gubahan S. Maridi disajikan oleh sepasang penari putri yang pada bentuk garapan geraknya lebih lincah dan gesit. Terdapat penambahan garap gerak seperti gerak gaya Jogja, gerak gaya Sunda, dan gerak gaya Bali, yang digarap dengan nuansa dan rasa Surakarta.
“Bentuk sajian gerak tari Kukila yang merupakan perpaduan antara gerak gaya Surakarta, gerak gaya Jogja, gerak gaya Sunda, dan gerak gaya Bali menjadi sebuah sajian tari Kukila yang terasa semakin menarik,” tulis Laras.
Baca juga: Tarian Perang Pangeran Sambernyawa
Laras menguraikan, gerakan tari Kukila dibagi menjadi tiga bagian, yaitu awalan, inti, dan akhiran. Gerakan awalan bercerita tentang sepasang burung dengan wajah yang ceria keluar dari sarangnya melihat pemandangan di alam sekitarnya.
Gerakan inti menggambarkan sepasang burung yang sedang bermain, memamerkan sayap, mencari makan, dan membersihkan paruh. Sedangkan dalam gerakan akhiran, sepasang burung memamerkan kegirangannya dengan cara hinggap dari satu pohon ke pohon lainnya dengan mimik wajah yang ceria dan gembira lalu kembali ke sangkarnya.
Gerakan yang lincah dan gesit menunjukan tari Kukila memiliki pola lantai garis lurus. Hal ini dilihat dari gerak tarian yang patah-patah, seperti usup gulu gerakan dari pojok belakang mengarah ke gawang tengah dan serampang dua belas dari tengah ke gawang depan. Namun, tarian ini juga menggunakan pola garis melengkung untuk mempermanis gerakannya.
“Dulu itu sempat kepikiran tarian Kukila kok sedikit mirip sama seni bela diri silat,” ujar Citra, penari Kukila alumni SMP Negeri 5 Demak.
Baca juga: Tarian Penanda Singgasana Sultan
Kelincahan tarian Kukila didukung iringan musik karawitan khas Surakarta. Tari Kukila menggunakan gendhing rena-rena lancaran pelog barang dengan tiga irama, yaitu irama lancar, tanggung, dan dadi. Tak ketinggalan baitan syair dari cakepan tembang kinanti mewarnai gerakan dan iringan musik, bahkan cakepan tembangnya memiliki filosofi persahabatan.
“Biasa selama aku jadi penari Kukila yang paling mendominasi alat musiknya itu demung sama gongnya,” kata Citra.
Kostum dan tata busana juga menunjukan penggambaran burung. Di antaranya terdapat jamang yang diikatkan ke atas kepala menyerupai seekor burung dan diikatkan ke punggung penari sebagai sayap burung. Tarian ini memiliki karakter putri lanyap yang diperankan oleh anak putri. Sehingga goresan riasan yang digunakan mengesankan ceria, gembira, dan semangat dengan ciri khas area alis mata lebih tajam.
Tarian yang biasanya dimainkan oleh anak-anak dan remaja ini menjadi sarana pendidikan karakter sekaligus pengenalan budaya daerah. Di balik gerakan burung tari Kukila ini terdapat makna mendalam.
“Cerminan nilai kemanusiaan dalam tarian Kukila yang begitu energik bagi aku memberikan makna yang paling mendasar untuk kehidupan, yaitu kedamaian, kerukunan, dan ketentraman,” ujar Citra.*
Penulis adalah mahasiswa magang dari Politeknik Negeri Jakarta.