Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Pemalsu Lukisan-lukisan Terkenal

Elmyr De Hory tidak laku menjual lukisan karyanya sendiri. Ia kemudian membuat lukisan-lukisan palsu pelukis terkenal yang laku dijual.

Oleh: Amanda Rachmadita | 09 Sep 2024
Elmyr De Hory tengah melukis di Brasil pada tahun 1947. (The Forger's Apprentice: Life with the World's Most Notorious Artist/Mark Forgy).

Elmyr de Hory dikenal sebagai pemalsu karya seni terbesar pada abad ke-20. Kariernya sebagai pemalsu karya seni dimulai pada suatu sore pada April 1946. Ketika itu, kenalannya Lady Malcolm Campbell, istri mendiang pembalap Sir Malcolm Campbell, mengunjungi studio seninya di Paris, Prancis.

Kenalannya yang kaya raya itu berkeliling melihat sejumlah lukisan yang terpajang di studio seni De Hory, dan di antara lukisan-lukisan De Hory yang beraliran post-impresionisme, Campbell melihat sebuah lukisan abstrak tanpa tanda tangan dan tanpa bingkai yang ia kira karya Pablo Picasso.

Tertarik dengan lukisan tersebut, Campbell yang salah mengidentifikasi lukisan itu sebagai karya Picasso segera bertanya kepada De Hory, apakah ia berniat untuk menjualnya. Campbell bersedia membelinya dengan harga sekitar 100 dolar AS. De Hory menyetujui penawaran itu.

Advertising
Advertising

Pada saat penjualan lukisan “Picasso” palsu ini terjadi, De Hory adalah seniman berusia 40 tahun yang hanya berhasil menjual lukisan dan potret yang tidak menarik. Di masa Perang Dunia II, pria yang berasal dari Eropa Tengah itu pindah ke Paris untuk mengembangkan bakat seninya dan berharap dapat memeroleh ketenaran dan kekayaan. Akan tetapi yang didapati De Hory justru kenyataan bahwa gaya impresionisnya dianggap ketinggalan zaman jika dibandingkan dengan lukisan ekspresionisme abstrak yang banyak digemari.

Baca juga: 

Kasus Penipuan Buku Harian Adolf Hiltler

“Pada awalnya, De Hory mencoba mencari nafkah secara jujur sebagai seniman di Paris, namun tak lama kemudian ia mendapati bahwa dirinya lebih berhasil meniru gaya pelukis terkenal,” tulis Anna Bolz dalam A Regulatory Framework for the Art Market? Authenticity, Forgeries and the Role of Art Experts.

Setelah menjual lukisan “Picasso” palsu, De Hory segera menghasilkan “Picasso” lainnya dan mulai mengincar galeri-galeri seni. Sebagai upaya untuk menarik perhatian dan minat para kolektor, De Hory mengaku sebagai bangsawan Hungaria yang mengungsi pascaperang dan menawarkan apa yang tersisa dari koleksi seni keluarganya. Dalam The Crime Book yang dipublikasikan DK Publishing tercatat bahwa target De Hory adalah seorang pemilik galeri seni di Paris yang membeli tiga lukisan “Picasso” seharga 200 dolar AS.

De Hory kemudian bekerja sama dengan Jacque Chamberlin, yang menjadi pedagang seni, kaki tangan, dan teman dekatnya. Mereka berkeliling ke seluruh Eropa untuk menjual karya-karya palsu yang dibuat oleh De Hory. Kerjasama mereka berakhir setelah De Hory mengetahui bahwa Chamberlin mengambil keuntungan lebih besar dalam bisnis penipuan tersebut. Tak lama setelah mengakhiri kerjasama dengan Chamberlin, De Hory pindah ke Rio de Janeiro, Brasil. Di sana ia masih memproduksi lukisan palsu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sembari melukis karyanya sendiri. Namun, lukisan yang ia buat dengan gayanya sendiri tidak menghasilkan uang seperti yang biasa ia dapatkan dari penjualan lukisan palsu.

De Hory tak lama tinggal di Brasil. Pada Agustus 1947 ia memutuskan pindah ke Amerika Serikat dan memanfaatkan “kelebihan” serta pesonanya untuk mengambil hati para anggota dunia seni Negeri Paman Sam. Taktiknya ini berhasil karena melalui koneksi yang dimiliknya, De Hory memiliki kesempatan untuk menjual karya palsunya ke ratusan galeri. Ia juga memperluas repertoarnya dengan memasukkan “karya” Matisse, Modigliani, dan Renoir.

Menurut Mark Forgy dalam The Forger’s Apprentice: Life with the World’s Most Notorious Artist, De Hory terus mengasah kemampuannya sebagai pemalsu seni. Menurut pria yang pernah menempuh pendidikan di Akademie Heimann, Munich itu seperti halnya membuat karya seni, pemalsuan juga membutuhkan disiplin, perhatian terhadap detail, latihan berdedikasi.

Baca juga: 

Hikayat Lukisan Gatotkaca

“Ia melangkah dari sketsa ke kuas dan cat air hingga lukisan cat minyak. Pada setiap langkahnya, ia menguasai teknik yang spesifik untuk media yang berbeda,” tulis Forgy. Alih-alih menyebut dirinya sebagai peniru, De Hory menegaskan tidak pernah menjiplak karya siapa pun. Ia justru menganggap dirinya hanya bekerja dengan gaya seniman tertentu, baik gaya Matisse, Picasso, maupun Modigliani.

Dari cara melukis, De Hory juga melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari perhatian polisi. Ia tetap merahasiakan profesinya yang sebenarnya dan memberikan alasan yang masuk akal mengapa dia menjual karya seni dengan harga diskon kepada para kolektor dan dealer seni. Ia juga berhati-hati untuk tidak menjual karya palsunya kepada orang dalam dunia seni.

Kendati telah menyusun taktik agar pemalsuannya tidak diketahui, aksi penipuan De Hory pada akhirnya terbongkar oleh seorang pedagang seni bernama Joseph Faulkner pada 1955. Faulkner melaporkan pemalsuan itu kepada FBI. De Hory panik dan memutuskan untuk melarikan diri ke Meksiko. “Namun ia segera ditangkap – bukan karena penipuan, tetapi sebagai tersangka pembunuhan setelah seorang warga Inggris ditemukan tewas. De Hory menghabiskan sebagian besar uangnya untuk membayar polisi,” tulis The Crime Book.

De Hory tak lama tinggal di Meksiko. Ia memutuskan kembali ke AS. Mulanya ia menetap di Los Angeles, kemudian pindah ke New York. Ia mencoba menjual karyanya sendiri, namun tak ada yang tertarik dengan karya seninya. Depresi karena kegagalan kariernya dalam dunia seni, De Hory sempat mencoba bunuh diri pada 1959, di usia 52 tahun. Nyawanya masih dapat diselematkan, dan dengan diantar oleh seorang temannya, Fernand Legros, De Hory pergi ke Florida untuk memulihkan diri.

Kondisi keuangan yang pas-pasan sejak tak lagi memproduksi karya palsu semakin menyulitkan hidup De Hory. Hal ini pula yang membuatnya kembali ke kegiatan lamanya, yaitu pemalsuan. Tiga buah litograf palsu berhasil diselesaikan De Hory yang meminta bantuan Legros untuk menjualnya. Tiga litograf palsu tersebut berhasil dijual dan Legros membujuk De Hory untuk mempekerjakannya sebagai pedagang barang seni dengan komisi 40 persen dari setiap penjualan.

“De Hory dan Legros pindah ke Ibiza, di mana mereka menetap di sebuah rumah yang indah yang menghadap ke Mediterania. Dari Ibiza, mereka menjual karya seni palsu kepada para pedagang di seluruh dunia,” tulis The Crime Book.

Baca juga: 

Lukisan Koleksi Istana Memakan Korban

Seiring dengan bertambahnya umur De Hory, kualitas lukisan palsu yang diproduksinya juga menurun. Pada 1960-an, beberapa galeri mulai mencurigai lukisan yang mereka beli dari sang pemalsu tersebut dan melaporkannya kepada Interpol. Banyak lukisan De Hory yang terungkap sebagai lukisan palsu. De Hory menjual puluhan lukisan palsu kepada taipan minyak Texas, Algur Meadows, antara tahun 1964 dan 1966. Meadows melaporkannya ke polisi.

Surat perintah internasional dikeluarkan untuk menangkap Legros dan ia kemudian ditahan di Swiss. De Hory sempat melarikan diri, namun kembali ke Ibiza pada November 1967 karena merasa dirinya aman di sana. Pihak berwenang Spanyol yang menyelidiki kasus De Hory kemudian mendakwanya dengan sejumlah kejahatan, termasuk homoseksualitas. Ia dipenjara di Ibiza antara Agustus dan Oktober 1968. Setelah dibebaskan dari penjara, De Hory diusir dari pulau itu. De Hory sempat pindah ke Portugal, namun kembali lagi ke Ibiza.

Tak hanya pihak berwenang Spanyol yang hendak menyeret De Hory ke jeruji besi, polisi Prancis juga tergerak menangani kasusnya dan berniat mengekstradisinya karena berurusan dengan karya seni palsu. Pada 11 Desember 1976, De Hory bunuh diri dengan overdosis obat tidur.

“Selama hidupnya, De Hory disebut-sebut telah menjual lebih dari 1000 karya seni palsu dengan Matisse, Modigliani, dan Renoir dengan harga yang setara dengan 50 juta dolar AS saat ini,” tulis Bolz.*

TAG

lukisan

ARTIKEL TERKAIT

Karya Seniman Belanda yang Tertinggal di Istana Bogor Lagi di Sulawesi, Lukisan Gua Tertua Ditemukan Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965 Jejak Para Pelukis Perempuan Menggoreskan Kisah Tragis Adinda dalam Lukisan Mengeksplorasi Max Havelaar lewat Karya-karya Seni Rupa Affandi Marah pada Polisi Koleksi Pita Maha Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi Manisnya Kekayaan Oopjen dari Pahitnya Perbudakan Raden Saleh Melawan dengan Lukisan