Masuk Daftar
My Getplus

Affandi Marah pada Polisi

Ketika sedang melukis, Affandi disuruh pergi oleh polisi. Dia dikira informan dan pedagang kaki lima. Affandi pun marah, sebut polisi goblok.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 10 Sep 2023
Affandi sedang melukis. (Museum Affandi/Arsip IVAA).

AFFANDI salah satu maestro seni lukis Indonesia. Ia pelukis yang produktif. Sepanjang hidup diperkirakan Affandi telah melukis kurang lebih 3.000 lukisan dengan berbagai media dan berbagai ukuran. Namun sudah banyak yang rusak atau hilang, sehingga yang mungkin masih tersimpan dengan baik kira-kira setengahnya. Tersebar di berbagai negara pada tangan para kolektor; walaupun sebagian besar masih tersimpan di Indonesia.

Produktivitas Affandi, sebut buku 100 Tahun Affandi karya Ajip Rosidi, disebabkan antara lain oleh caranya melukis. Berlainan dengan Sudjojono dan Hendra Gunawan, yang kadang-kadang melukis on the spot namun umumnya mengerjakan karya-karyanya di dalam studio, Affandi adalah pelukis yang tidak mengenal arti studio.

Affandi selalu melukis di tempat. Kecuali beberapa lukisan, seperti “Ka’bah” yang menggambarkan keadaan Masjidil Haram tatkala umat Islam melaksanakan thawaf dalam rangka ibadah haji. Lukisan-lukisan lainnya selalu dibuat Affandi di tempat obyeknya. Kebiasaan melukis di luar studio dan langsung berhadapan dengan obyeknya mungkin berasal dari zaman awal kepelukisannya. Pada 1930-an, Affandi dan para pelukis muda lain di Bandung sering pergi bersama-sama untuk melukis sesuatu obyek yang menarik.

Advertising
Advertising

Baca juga: Affandi yang Tak Pernah Pergi

Oleh karena Affandi selalu melukis di tempat obyeknya, ada saja kejadian yang menyertainya saat sedang melukis. Seperti kejadian ketika melukis di Mesir dan Prancis yang membuatnya marah. Kejadian itu diceritakan oleh Suhardjono, sopir pribadi sekaligus asisten Affandi, dalam buku Podium Sahibulhikayat karya Agus Dermawan T., seorang pelukis, kritikus, dan kurator seni.

Agus Dermawan menulis, pada 1971 Affandi sedang melukis pemandangan di pinggir Kairo, Mesir. Sedang enak-enaknya melukis, tiba-tiba muncul mobil polisi patroli. Affandi disuruh mengemasi alat-alat lukisnya dan dibawa paksa ke kantor polisi. Affandi tentu saja marah. Polisi itu menjelaskan bahwa siapa pun dilarang melukis di lokasi tersebut karena tak jauh dari gudang mesiu. Bahkan polisi menduga Affandi adalah informan yang menyamar sebagai seniman.

Affandi menegaskan bahwa dirinya pelukis. Polisi itu tetap tak percaya bahkan mengejeknya. “Mana ada pelukis karyanya coret-coret dan buruk rupa seperti itu,” kata seorang polisi yang memeriksanya.

“Affandi bebas setelah membayar denda,” tulis Agus Dermawan.

Baca juga: Melacak Maestro Lukis Indonesia

Kejadian kedua pada 1977 ketika Affandi sedang melukis Menara Eiffel di Paris, Prancis. Tiba-tiba polisi datang menyuruh Affandi pergi. Affandi bertahan karena tubuhnya sedang belepotan cat. Polisi itu terus memaksa Affandi agar pergi. Affandi pun gusar. Seorang polisi lantas menjelaskan dalam bahasa Inggris, bahwa pedagang kaki lima dilarang berjualan di situ.

Affandi mengatakan bahwa dia bukan sedang berdagang, melainkan sedang melukis. Polisi itu menanyakan lukisannya. Affandi menunjukkan karyanya yang hampir jadi. Polisi itu malah tertawa sambil berkata, “Ou est cette horrible peinture (mana ada lukisan sejelek itu)! Saudara bukan pelukis.”

“Affandi yang mengerti bahasa Prancis mengamuk mendengar kata-kata itu. Secara demonstratif, dia mengerok seluruh cat di kanvasnya,” tulis Agus Dermawan.

“Dasar polisi goblok,” kata Affandi setengah bergumam.

Polisi itu bertanya kepada Suhardjono apa arti yang dikatakan Affandi. Suhardjono mengatakan, “Dia bilang Anda polisi yang melaksanakan tugas sesuai aturan.” Polisi itu mengangguk-angguk sambil menunggu Affandi mengemasi barang-barangnya.

Beberapa hari kemudian, Affandi datang lagi untuk melukis Menara Eiffel. Kali ini tak ada pedagang kaki lima dan polisi, Affandi berkarya dengan aman sampai menyelesaikan lukisannya. Selain melukis “Menara Eiffel”, Affandi juga melukis “Champs Elysse”.

Baca juga: Affandi dan Pengakuan Karya Zainal Beta

Sebelumnya, Affandi telah melukis Menara Eiffel pada 1953. Goenawan Mohammad dalam risalahnya, “Sebuah Torpis, dan sederet ‘nama’”, menyebut lukisan Menara Eiffel merupakan salah satu lukisan Affandi yang terkuat.

Lukisan Menara Eiffel membuat kolektor Raka Sumichan tertarik mengikuti perjalanan seni Affandi sejak tahun 1955. “Saya langsung tertarik pada sebuah lukisan yang bernama Menara Eiffel. Saya kagum atas garapan menara itu dalam lukisannya. Plengkung yang menjulang begitu tinggi membuat orang di bawahnya kelihatan kecil,” kata Raka dalam bukunya, Affandi.

Karena belum pernah ke Paris, Raka bertanya pada Affandi apakah menara itu betul-betul begitu tinggi. Affandi menjawab, “Yang saya lukis adalah ketakjuban saya.” Sebaliknya Raka mengagumi “ketegaran Affandi dalam kemampuannya untuk mewujudkan perasaan takjubnya di atas sebidang kanvas.”

Raka ingin membeli lukisan Menara Eiffel itu, namun Affandi tidak ingin menjualnya. Beberapa kali Raka membujuknya, Affandi tetap menolak dan menganjurkan membeli lukisan yang lain saja. Namun, Affandi berjanji jika harus menjual lukisan itu, Raka menjadi prioritas pertama.

Beberapa bulan kemudian, Affandi mau menjual lukisan itu kepada Raka karena butuh uang. Agus Dermawan dalam tulisannya, “Mengenang Raka Sumichan: Sepi Tanpa Kolektor Sejati”, dgi.or.id, menyebut kini sebaliknya, Raka yang menahan diri dengan alasan uang tak cukup. Mereka negosiasi dan sepakat lukisan dibeli dengan cara cicilan. Yang menarik, cicilannya baru lunas tahun 1987 setelah 32 tahun.

Raka dikenal sebagai kolektor lukisan-lukisan Affandi. Raka tidak pernah mengungkapkan berapa banyak lukisan Affandi yang dikoleksinya. Namun, ada yang menyebut sekitar seratus bahkan lebih. Pada 1987, Raka menepati janji kepada Affandi untuk menerbitkan buku berjudul Affandi yang memuat 150 lukisan karya Affandi yang sebagian besar koleksinya.*

TAG

lukisan affandi

ARTIKEL TERKAIT

Jejak Para Pelukis Perempuan Menggoreskan Kisah Tragis Adinda dalam Lukisan Mengeksplorasi Max Havelaar lewat Karya-karya Seni Rupa Koleksi Pita Maha Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi Manisnya Kekayaan Oopjen dari Pahitnya Perbudakan Raden Saleh Melawan dengan Lukisan Melihat Lebih Dekat "Lukisan" Kehidupan Margaret Keane Seni Cadas Tertua di Dunia Rusak Akibat Perubahan Iklim Koleksi Lukisan Hilang, Pegawai Museum Tak Sadar Gambar Cadas Tertua Ditemukan di Sulawesi Selatan