Pendudukan ibukota, Yogyakarta, oleh pasukan Belanda (Desember 1948) membuat Dan Yon 307/Kala Hitam Divisi Siliwangi Mayor Kemal Idris memutuskan untuk long march membawa pulang pasukannya kembali ke Jawa Barat. Rute yang ditempuh untuk mencapai Jawa Barat adalah Wonosobo-Banyumas-Brebes.
“Dalam waktu relatif singkat saya instruksikan untuk segera berangkat. Sesuai rencana semua keluarga batalyon, termasuk istri saya yang sedang hamil 7 bulan mengandung anak kedua saya, Anggreswara Kemalawati, tetap tinggal di Yogyakarta. Tetapi ada di antara keluarga yang memaksa ikut. Akhirnya saya perkenankan keluarga yang memaksa harus turut dengan menanggung risiko apa yang terjadi,” kata Kemal dalam otobiografinya, Kemal Idris Bertarung dalam Revolusi.
Long march dapat berjalan dengan segera karena telah direncanakan secara matang sebelumnya. Perencanaannya bahkan sampai tingkat divisi.
“Tatkala datang saatnya untuk melaksanakan gerakan ‘Long March’-nya itu, sebenarnya Divisi Siliwangi sedang dalam keadaan istirahat-konsolidasi sepulangnya dari operasi menumpas pemberontakan PKI-Muso yang mengambil kota Madiun sebagai basisnya itu. Akan tetapi rencana Long March itu telah disusun rapi dan sudah disalurkan berupa perintah hingga tingkat batalyon. Tak ada perintah yang lebih menggetarkan hati Putera-putera Siliwangi ini kecuali perintah yang ini, yakni perintah kembali ke kampung halaman yang molek, bertemu kembali dengan sanak-saudara,” tulis Dinas Sejarah Kodam Siliwangi dalam Siliwangi dari Masa ke Masa.
Baca juga: Lelucon Long March Siliwangi
Waktu keberangkatan batalyon Kala Hitam hampir bersamaan dengan keberangkatan batalyon yang dipimpin Mayor Achmad Wiranatakusumah. Namun, kedua batalyon mengambil rute berbeda.
Sebagaimana batalyon-batalyon lain, Kala Hitam menghadapi banyak bahaya dalam long march-nya. Menjelang perbatasan Jawa Tengah-Jawa Barat, Kala Hitam dihujani tembakan oleh pasukan Belanda. Namun mereka beruntung karena berhasil melewatinya. Kala Hitam akhirnya bisa mencapai Jawa Barat.
Namun, di Jawa Barat rintangan bukan berarti berkurang. Di dekat Sungai Cimanuk, mereka harus menyeberangi sungai. Karena sungai itu sedang banjir, mereka terpaksa menunggu air surut hingga tiga hari. Dengan hanya menggunakan gedebong pisang dan kayu yang hanyut, mereka akhirnya menyeberangi Cimanuk.
Setelah susah payah mencapai tepian, sebuah pesawat Belanda melintas di atas mereka ketika sedang istirahat akibat kelelahan. Pesawat itu langsung memberondongkan pelurunya ke arah mereka. Kendati tak ada korban jiwa dari Kala Hitam, mereka kehilangan makanan yang sudah dipersiapkan untuk makan malam.
“Padahal waktu itu sudah pukul 17.00 sore, susah untuk mencari makanan lain dan sulit menghidupkan api, karena khawatir akan dapat dilihat oleh musuh dari jauh. Akhirnya malam itu kami harus menahan lapar,” kata Kemal.
Baca juga: Darah dan Air Mata Long March Siliwangi
Betapapun beratnya perjalanan yang mereka tempuh siang-malam melewati tebing, jurang, hutan, persawahan, dan beragam bentang alam lain, Kala Hitam akhirnya mencapai jalur Cicalengka-Nagrek. Dari sana mereka melanjutkan perjalanan ke arah Ciwidey. Serangan Belanda kembali mereka alami saat menyeberangi Sungai Citarum. Seorang perwira dan seorang prajurit Kala Hitam luka-luka akibat serangan itu.
Mereka akhirnya beristirahat di Cisondari, daerah antara Ciwidey-Pangalengan, ketika malam sudah pekat. Keesokannya, 10 Februari 1949, mereka melanjutkan perjalanan. Anggota rombongan tahu hari itu merupakan hari ulang tahun Kemal. Maka anggota rombongan pun berupaya mengusahakan pesta sederhana untuk merayakannya.
“Beberapa orang yang ahli memasak membuat makanan lezat, yang tidak pernah dibuat sebelumnya. Waktu menunjukkan pukul 18.00. Makanan yang telah dimasak segera disiapkan,” sambung Kemal.
Pesta ulang tahun pun dimulai. Satu persatu anggota rombongan menyalami Kemal sambil memberi selamat dan doa. Setelah itu, mereka makan bersama.
“Baru sempat beberapa kali menyuap nasi, bahkan ada yang belum sempat menelannya, tembakan gencar datang dari arah Ciwidey. Akhirnya makanan ditinggalkan dan kami segera mengadakan perlawanan hingga berakhir dalam waktu yang tidak begitu lama. Peristiwa itu menunjukkan Tuhan belum mengizinkan memperingati sesuatu sebelum sampai ke tempat tujuan,” ujar Kemal.