Masuk Daftar
My Getplus

Lelucon Long March Siliwangi

Perjalanan panjang Divisi Siliwangi dari Jawa Tengah ke Jawa Barat diselingi berbagai kisah konyol dan lucu.

Oleh: Hendi Johari | 16 Jun 2019
Rombongan Divisi Siliwangi meninggalkan Jawa Tengah dalam rangka long march. (Dok.Hendi Jo)

BEGITU Belanda menyerang ibu kota Yogyakarta pada 19 Desember 1948, atas perintah Pang lima Besar Jenderal Soedirman, prajurit-prajurit dari Divisi Siliwangi bergerak kembali ke Jawa Barat. Selama perjalanan panjang (long march) menempuh jarak sekitar 600 km tersebut, banyak halangan yang menghadang mereka termasuk serangan tentara Belanda dan medan yang berat.

Suatu hari, Batalion Kala Hitam yang dipimpin oleh Mayor Kemal Idris tengah bergerak menuruni Gunung Ijen. Untuk mencapai kampung terdekat, mereka harus melewati hutan lembab yang banyak dipenuhi pacet. Itu sejenis lintah yang hidup di wilayah lembab nan dingin. Untuk menghindari gigitan pacet, mereka mempergunakan tembakau yang dibasahi lalu digosokan ke badan dan kaki.

“ Walaupun pacet tidak berbahaya, tetapi banyak orang merasa geli melihat lenturan tubuh pacet …” ujar Kemal Idris dalam otobiografinya: Bertarung dalam Revolusi.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kemal Idris Ingin Kawin Saat Disergap Tentara Sekutu

Salah satu perwira bawahan Kemal Idris ternyata memiliki rasa jijik yang luar biasa terhadap binatang melata itu. Kendati seluruh tubuhnya sudah dilumuri tembakau, namun ketegangan masih mewarnai wajahnya saat pasukan mulai memasuki hutan lembab tersebut.

Satu menit, dua menit hingga setengah jam, perjalanan masih aman. Namun begitu memasuki waktu satu jam, tiba-tiba terdengar letusan pistol. Semua anggota pasukan kontan berlindung dan mengokang senjata, siap melakukan pertarungan maut.

Setelah diselediki, ternyata pelepas tembakan pistol tersebut adalah letnan yang sangat jijik terhadap pacet-pacet itu. Rupanya saat seekor pacet hinggap di sepatunya, tanpa berpikir panjang ia mengeluarkan pistol dan menembaki pacet malang  tersebut. Akibatnya sungguh fatal: bukan sang pacet hancur lebur namun kaki sang letnan pun ikut terluka akibat tembakan sendiri.

“ Kejadian itu akhirnya menjadi bahan lelucon saat tiba di markas kami di Cianjur…” ujar Kemal.

Lain kisah Kemal, lain pula kisah J.C. Princen, serdadu Belanda yang membelot ke kubu Indonesia dan ikut long march bersama Bataliyon Kala Hitam.

Baca juga: Dirgahayu, Poncke!

Princen bercerita, suatu hari rombongan  Yon Kala Hitam sampai di suatu desa yang kosong namun minim makanan. Rupanya, makanan yang ada di desa tersebut telah habis diberikan kepada rombongan long march terdahulu dari pasukan-pasukan Divisi Siliwangi lainnya.

Satu-satunya bahan mentah yang bisa didapat di sana hanyalah ikan-ikan mas yang bertebaran di sebuah kolam besar. Mereka lantas mengambil ikan-ikan tersebut dan mengolahnya di dapur umum.

Singkat cerita, masakan ikan mas sudah matang dan dihidangkan. Semua anggota Yon Kala Hitam pun dipanggil untuk makan, termasuk Princen. Tanpa banyak cakap, lelaki kelahiran Den Haag yang tengah kelaparan itu pun langsung mengambil sepotong ikan “yang terlihat sangat lezat”. Namun, belum sampai ke tenggorokan, potongan ikan itu langsung dimuntahkannya kembali.

“ Rasanya aneh dan membuat perutku mual…” kata Princen.

Selidik punya selidik, saking tak adanya bumbu ternyata ikan-ikan mas tersebut pengolahannya hanya direbus di…Air gula! Ya, semacam kolak ikan mas ala long march.

“Saat tahu ikan itu hanya diolah dengan menggunakan gula merah, saya lebih memilih kelaparan dan makan dedaunan saja,” kenang Princen.

Tak terasa, setelah lebih dari 40 hari berjalan kaki dari Yogyakarta. rombongan long march  Bataliyon Kala Hitam sudah mulai memasuki wilayah Jawa Barat. Di tengah kegembiraan karena sudah kembali menapaki tanah kelahiran, di suatu kawasan pegunungan, Mayor Kemal dikejutkan oleh suara teriakan anak buahnya secara tiba-tiba.

 “Kita diseraaaaangggg, awasss pesawat Belandaaaaa!!!”

Tanpa menunggu komando dari  Mayor Kemal, sontak semua orang berlarian. Puluhan orang menjatuhkan diri ke jurang dangkal, sedang yang lainnya memasuki hutan. Anak-anak yang menangis “dibekap” mulutnya oleh ibunya masing-masing. Suasana begitu sangat menegangkan.

Namun setelah ditunggu-tunggu, pesawat Belanda itu tak jua menghamburkan peluru. Kemal yang juga ikut bersembunyi, lantas keluar semak-semak untuk memastikan keadaan.

“ Setelah diperhatikan sungguh-sungguh, ternyata itu hanya seekor elang besar yang sedang mengintai mangsanya,” ujar lelaki yang kelak dikenal sebagai oposan rezim Orde Baru itu.

Baca juga: Hijrah Sang Maung

 

 

TAG

Divisi-Siliwangi Long-March

ARTIKEL TERKAIT

Secuplik Kisah Walikota Bandung yang Terlibat G30S Serdadu Ambon Gelisah di Bandung Sang Jenderal Jadi Tukang Nasi Darah dan Air Mata Long March Siliwangi Ranjau Siliwangi Usai Renville Pekik Merdeka di Ladang Huma Janji Seorang Komandan DI/TII Seorang Menak di Garis Depan Gunung Semeru, Gisius, dan Harem di Ranupane Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi