Masuk Daftar
My Getplus

Kolonel Djati Nyaris Ditembak Anak Buah "Benny" Moerdani

Ditugaskan KSAD mengatasi perlawanan PRRI, Djatikusumo nyaris ditembak pasukan RPKAD anak buah "Benny" Moerdani.

Oleh: M.F. Mukthi | 05 Sep 2020
Kolonel Djatikusumo dan Kolonel A. Yani saat mengatasi pergolakan daerah (Repro GPH Djatikusumo, Prajurit Pejuang dari Kraton Surakarta).

Setelah menolak tawaran menjadi wakil KSAD dari KSAD Mayjen AH Nasution, Kolonel Djatikusumo mendapat tugas khusus pada akhir 1957. Tugas tersebut terkait dengan kekisruhan di Sumatera menyusul perampasan jabatan gubernur Sumatera Tengah oleh Kolonel Ahmad Husein dari tangan Ruslan Muljohardjo pada Desember 1956.

“Pada waktu itu saya adalah Direktur Zeni AD. Untuk mengatasi Sumatera, maka Nasution (sebagai KSAD, pen.) memerlukan seorang senior. Karena harus mengatasi Jamin Gintings, Simbolon, dan Ahmad Husein. Akhirnya saya dijadikan Koordinator Operasi-operasi militer di Sumatera. Jabatan ini tanpa besluit, karena resminya saya masih menjabat Direktur Zeni,” ujar Djatikusumo kepada Solichin Salam yang menuliskannya dalam biografi berjudul GPH Djatikusumo, Prajurit-Pejuang dari Kraton Surakarta.

Selain mendapat tugas sebagai koordinator operasi militer di Sumatera, Djati juga mendapat tugas khusus lain.

Advertising
Advertising

“Saya diberi tugas khusus membawa pasukan dari Medan ke Bukittinggi, mendampingi Mayor Raja Syahnan,” sambungnya.

Baca juga: Pesawat CIA dalam PRRI/Permesta

Djati pun bertolak ke Sumatera pada 1957 dengan membawa serta beberapa taruna Atekad. Keputusannya untuk memberi pengalaman tempur pada para taruna itu sempat mengundang pertanyaan dari KSAD. KSAD akhirnya memaklumi setelah diberi penjelasan. Di antara taruna Atekad yang ikut serta adalah Try Sutrisno (kelak menjadi wakil presiden). Try amat terkesan dengan model penugasan yang dibuat Djati.

“Praktik lapangan yang paling berkesan adalah pelibatan para taruna Atekad dalam tugas operasi Sumatera Barat. Dari situ kami para taruna dapat menerapkan ilmu dan seni kepemimpinan prajurit, maupun merasakan dan menghayati secara langsung dinamika pelaksanaan operasi, dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya. Penugasan operasi semasa taruna di dalam periode kepemimpinan Pak Djati merupakan pengalaman langka dan sangat berharga,” kata Try dalam testimoninya, “Pak Jati di Mata Saya”.  

Namun kehadiran Djati di Sumatera beriringan dengan makin menguatnya komplotan perwira daerah penentang pusat yang berujung pada pembentukan PRRI (Februari 1958). Maka ketika pasukan yang dipimpin Mayor Boyke Nainggolan menguasai Medan, Djati terpaksa menyingkir ke Pelabuhan Belawan.

Baca juga: Mayor Boyke Nainggolan vs Kolonel Djatikusumo

Keadaan genting itu membuat KSAD mengirim jawaban dengan melancarkan Operasi Tegas, Maret 1958, di bawah pimpinan Letkol Kaharuddin Nasution. Operasi tersebut berintikan tiga kompi, salah satunya Kompi A RPKAD di bawah pimpinan Letda “Benny” Moerdani yang beberapa hari sebelumnya berhasil merebut Lanud Simpang Tiga, Pekanbaru.

Dalam operasi merebut Medan, TNI hanya mengerahkan dua kompi: satu, Kompi Benny, satu lagi kompi PGT AURI. Penerjunan dilakukan siang hari dan kedatangannya sengaja dibocorkan. Namun karena pembocoran itulah mungkin pasukan Boyke menyingkir. Maka ketika mengangkut Kompi Benny untuk penerjunan itu, pilot Kapten Udara Pribadi bingung melihat kota Medan sepi.

Keadaan berbeda terlihat di Belawan dari udara. Di sana aktivitas berjalan ramai. Keretaapi masih beroperasi. Karena itulah Benny meminta diterjunkan di sana. Sebelum terjun, dia memberi perintah kepada anak buahnya agar menembak siapapun yang terlihat mengenakan baju hijau.

“Dia tidak berani mengambil risiko. Sebab dia sadar, kali ini kemungkinan besar musuh sudah menghadang di bawah,” kata Julius Pour dalam biografi LB Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis.

Baca juga: Secuil Kisah Penerjunan Pasukan Komando

Benar saja, ketika Benny dan pasukannya terus turun mendekati stasiun, tampak seorang pria mengenakan baju hijau sedang melambaikan tangan. Benny menajamkan pandangannya dan mendapatkan pria itu mengenakan seragam militer. Shooter Kopral Sihombing segera membidiknya.

Namun, pelatuk senapan belum kunjung ditekan Sihombing. Seiring makin rendahnya parasut-parasut yang mengangkut pasukan Benny, sasaran semakin jelas terlihat. Benny buru-buru memerintahkan Sihombing agar jangan menembak. “Sekilas dia baru sadar, lelaki kurus dengan wajah bersih yang sedang melambai tersebut justru Kolonel Djatikusumo,” sambung Julius Pour. Maka selamatlah Djatikusumo.

TAG

prri permesta benny moerdani djatikusumo

ARTIKEL TERKAIT

Djatikusumo Bungkam Panglima RAF Saat Jenderal Djati "Dikencingi" Adik Jadi Korban Prinsip Tak Kompromi Kolonel Djati Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Kriminalitas Kecil-kecilan Sekitar Serangan Umum 1 Maret