Casanova, Wolter Mongisidi dan Aparat Gadungan “Hallo Dek”

Seragam yang menjadi impian untuk dimiliki banyak orang Indonesia masa kini bisa menjadi alat kejahatan. Di masa lalu, pernah berjasa bagi perjuangan kemerdekaan.

Oleh: Petrik Matanasi | 30 Jan 2025
Casanova, Wolter Mongisidi dan Aparat Gadungan “Hallo Dek”
Wolter Mongisidi (tengah), ikon perjuangan di Sulawesi Selatan. (Koleksi keluarga M.A. Kamah)

DUA tahun terakhir, kasus aparat gadungan ramai di Indonesia. Pada Januari 2025, seorang laki-laki berinisial IM yang mengaku polisi di Buru Selatan telah menipu seorang wanita Namlea. Pria sejenis, berinisial ER dan mengaku sebagai kapten Angkatan Darat, pada 2022 membohongi istrinya sendiri di Pondok Gede. Lalu pada 2024, seorang pria berinisial HA mengaku tentara dan berhasil menggondol sepeda motor dari seorang wanita yang ditipunya di Probolinggo. Juga di tahun yang sama, ada Jefri Ga Koro yang mendaku letnan Angkatan Laut dan ditangkap di Monas. Terparah mungkin yang dilakukan pemuda bernama Rafael Axel. Dengan bermodal seragam polisi, dia menipu 10 perempuan di Surabaya.

Semua bermodal seragam aparat, baik itu Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Polisi. Mereka adalah bagian dari fenomena “Hallo, Dek”, yang modusnya mendekati banyak perempuan dengan modal seragam. Penipuan-penipuan bermodal seragam itu tentu membuat banyak kaum hawa menjadi risih dengan sapaan “Hallo, Dek” tersebut.

Seragam militer sebagai modal untuk menipu sejatinya bukan hal baru. Setidaknya sejak abad ke-18 pun sudah ada fenomena ini. Barangkali, seragam juga menjadi modal Don Juan (tokoh fiktif abad ke-17 dalam cerita-cerita Italia atau Spanyol yang suka meniduri banyak perempuan) pun memakai seragam untuk memikat lawan jenisnya. Seragam membuatnya terlihat sebagai pahlawan yang layak dicintai orang.

Advertising
Advertising

“Karena aku baru saja melewati dua pasukan yang tidak menghormati pakaian apa pun kecuali seragam militer, dan aku tidak melihat alasan mengapa aku tidak menghormati diriku sendiri,” aku Giacomo Girolamo Casanova (1725-1798) dalam memoarnya, The Memoirs of Jacques Casanova de Seingalt, 1725-1798 (1894).

Casanova adalah Don Juan dalam dunia nyata. Dia juga meniduri banyak perempuan.

Sedang berjayanya kaum militer di abad ke-18 itu membuat Casanova mencari tukang jahit untuk membuat seragamnya. Dia memilih sendiri kainnya dan si penjahit lalu mengukur tubuhnya agar pakaian itu pas di tubuhnya. Cassnova lalu melengkapi diri dengan sebuah pedang pula hingga dia disapa kapten oleh orang-orang yang menemuinya di kota-kota yang dikunjunginya.

“Saya menganggap diri saya diciptakan secara alami untuk mengenakan dan menghormati kostum militer, yang saya adopsi melalui dorongan yang paling beruntung. Karena yakin tidak seorang pun mengenalku, aku menikmati dengan penuh harap semua dugaan yang akan diajukan orang-orang mengenai aku,” aku Casanova.

Seragam militer palsu itu membuatnya tak dipandang sebelah mata. Kaum hawa tentu mudah terpikat olehnya.

Penggunaan seragam militer untuk mengelabui pun terjadi di Indonesia semasa Perang Kemerdekaan. Namun bukan untuk tujuan buruk, melainkan sesuatu yang mulia bagi perjuangan Republik Indonesia. Di Makassar, seragam militer palsu ataupun hasil rampasan untuk menjadi tentara gadungan bisa sama pentingnya bagi Republik Indonesia. Jauh dari kekotoran ala “Hallo Dek” seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir ini.

“Pada suatu hari di Klapperlaaan (Seka rang Jalan Wolter Mongisidi), Wolter, Maramis, Abdullah Hadade, dan Wim Supit dengan berpakaian seragam KNIL memberhentikan sebuah jip militer yang dikendarai oleh seorang kapten KNIL. Jip itu berhenti,” kata Maulwi Saelan, rekan seperjuangan Wolter dkk., dalam Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66  kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.

Setelah kapten KNIL itu turun, seragam dan jip kapten itu mereka rampas. Wolter lalu memakai seragam kapten KNIL itu. Untuk mengelabui para serdadu Belanda sungguhan, Abdullah Hadede lalu diikat seolah seorang tawanan perang.

Mereka lalu bergegas ke Kampemen KIS, salah satu markas KNIL. Dengan mudah mereka masuk ke sarang musuh itu. Begitu sudah di dalam, mereka langsung menembaki serdadu-serdadu KNIL yang ada dan kemudian kabur kembali ke sarang gerilyawan RI. Kisah heroik mereka itu membuat Belanda kian geram. Jauh berbeda dari para aparat gadungan masa kini yang membuat geram masyarakat sendiri. 

TAG

wolter monginsidi perang kemerdekaan maulwi saelan

ARTIKEL TERKAIT

Ulah Letkol Sitompul Bikin Bung Karno Marah Kisah Romansa Pramoedya Leluhur Ketua Pemuda Pancasila Jago Perang Bung Hatta "Ngedumel" di Jogjakarta Senembah Tan Malaka Gunung Semeru, Gisius, dan Harem di Ranupane Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi Kisah Sabidin Bangsawan Palsu Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika