Letnan II Benny Moerdani mesti menghadapi perjudian nasib di tengah gelap langit Pekanbaru pada dini hari 12 Maret 1958. Dalam pembukaan Operasi Tegas untuk merebut Pangkalan Udara Simpang Tiga yang dikuasai pasukan PRRI itu, dia mesti memimpin terjun pasukan Kompi A RPKAD (kini Kopassus). Lucunya, hanya Benny seorang yang belum pernah merasakan terjun.
Benny tak sempat mendapat latihan terjun payung sebab saat rekan-rekannya mendapat latihan terjun di Margahayu, Jawa Barat, dia sakit. Sebulan terbaring di rumahsakit membuatnya kehilangan kesempatan meraih kualifikasi para.
Maka kerisauan membalut hatinya begitu pesawat C-47 Skytrain mengudara mengangkut dia dan pasukannya menuju Pekanbaru. Briefing singkat oleh wakilnya, Letnan II Soeweno, di pinggir landasan sebelum terbang menjadi satu-satunya bekal Benny untuk terjun.
Baca juga: Balada Benny dengan Baret Merahnya
Pada akhirnya Benny terjun juga. Meski hanya dibekali satu payung udara dan kondisi cuaca saat itu buruk, Benny dan pasukannya sukses mendarat di semak-semak pinggir runway lanud. Lantaran tak ada perlawanan dari pasukan lawan, mereka pun segera menguasai lanud tersebut.
Benny lalu mengajak Soeweno untuk berfoto menggunakan kamera yang dibawa Letnan II Dading Kalbuadi, yang punya tugas tambahan sebagai juru dokumentasi. Dadinglah yang meminta Soeweno memasangkan wing penerjun kepada Benny.
“Soeweno mengambil wing dari saku dan menyematkan ke dada Benny,” tulis Julius Pour dalam Tragedi Seorang Loyalis. “Ben, kamu sekarang menjadi penerjun sungguhan. Selamat ya,” kata Soeweno dalam bahasa Jawa kepada Benny.
Baca juga: Benny Moerdani, Loyalis yang Disingkirkan
Keanehan dalam operasi itu tak hanya soal penerjunan Benny yang baru mendapatkan wing usai terjun –berkebalikan dengan penerjunan pada umumnya. Ketika pasukan Benny –yang diterjunkan bersama dua kompi PGT– mendarat pun, tak ada perlawanan dari pasukan PRRI yang menguasai lanud tersebut.
Bahkan, ketika para personil RPKAD mengecek lanud, tak satu pun serdadu PRRI di lanud itu menampakkan batang hidung. Benny dan anak buahnya justru dibuat bingung oleh barisan truk dan pick up berisi peti di pinggir landasan. Peti-peti itu ternyata berisi persenjataan modern dan uang. Mereka tak tahu asal peti-peti itu dan mengapa ditinggalkan begitu saja oleh pasukan lawan.
Benny tak peduli pada keanehan yang ditemukannya itu. Dia tahunya menjalankan perintah. Maka begitu Wakil Komandan Operasi Tegas Letkol Udara Wiriadinata tiba dan memerintahkannya ke pusat kota Pekanbaru, Benny langsung berangkat meski tahu tak satupun anak buahnya pernah bertugas di sana.
Baca juga: Pasukan Penerjun Operasi Naga Kesasar di Hutan Papua
Benny berangkat menggunakan jip ditemani wakilnya Letda Soeweno, Letda Dading Kalbuadi, shooter Kopral Sihombing, dan liaison officer Sukma. Mereka mendahului pasukan yang berjalan kaki ke sasaran dengan rute melambung.
Dalam perjalanan dari lanud ke pusat kota itu, mereka tak menemukan tanda-tanda kehidupan. Jalan amat sepi. Mereka khawatir lawan sengaja membuat perangkap dengan keadaan itu. Maka demi keamanan, Soeweno memasangkan antena walkie talkie rampasan di jip untuk menakut-nakuti lawan bila bertemu di lanan, seolah jip itu memiliki dukungan keamanan dari pesawat AURI.
“Kami pura-pura saja ngomong dengan mereka. Sebenarnya, cara pakainya saja, sama sekali belum kami pelajari. Tapi, yah....kami ngomong tidak karuan. Sebab memang tidak ada kontak,” kata Soeweno sebagaimana dikutip Julius Pour.