Muhammad Bob Hasan menjadi salah satu kroni Soeharto yang diseret ke pengadilan ketika era Reformasi bergulir. Mantan menteri perindustrian dan perdagangan pada kabinet terakhir Presiden Soeharto ini didakwa bersalah atas kecurangan proyek pemetaan hutan di Jawa. Pemetaan yang dilakukan perusahaan milik Bob Hasan sejak dekade 1990-an itu menyebabkan kerugian negara sebesar 244 juta dolar AS. Setelah menjalani hukuman penjara di LP Salemba dan LP Cipinang, Bob dipindahkan ke Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 2001.
“Orang, kalau dijebloskan ke penjara yang satu ini, biasanya pikirannya cuma dua: melarikan diri atau bunuh diri,” celetuk Bob Hasan dalam bunga rampai Pak Harto: Sisi-sisi yang Terlupakan suntingan O.C. Kaligis.
Pulau Nusakambangan dikenal sebagi tempat tahanan penjahat kelas kakap. Rutannya terdiri dari sembilan bangunan yang dikhususnya menurut tindak kejahatan narapidana. LP Besi, misalnya, diperuntukkan bagi narapidana bandar narkoba. Bob sendiri menetap di LP Batu. Sewaktu masuk ke LP Batu, Bob membawa perlengkapan pribadi seperti piring dan gelas, termasuk vitamin. Tapi, barang-barang itu dicegah oleh petugas yang sudah menyiapkannya bagi setiap napi. Petugas rutan mencurigai barang-barang pribadi milik napi dapat disalahgunakan untuk bunuh diri.
“Masa iya saya bisa membunuh diri dengan vitamin,” tanya Bob Hasan penuh heran kepada sipir.
“Nanti Bapak menelan semua vitamin itu sekaligus, kan tidak baik juga,” ujar sipir.
Baca juga: “Raja Hutan” Bob Hasan Pulang ke Haribaan Tuhan
Bob agak jengkel. Dia tatap mata sipir itu lekat-lekat seraya berkata, “Lihat saya baik-baik, umur saya sudah tujuh puluh tahun, tidak usah pakai bunuh diri juga sudah akan cepat mati sendiri.” Sipir tersenyum tipis mendengar omelan Bob Hasan. Vitamin pun akhirnya diloloskan masuk ke dalam sel.
Bob Hasan menempati sel yang bangunannya sudah tua. Terali besinya berkarat kena korosi. Tidur pun beralaskan tikar bersama napi yang lain. Tengah malam sering kali kalajengking merayap. Kedatangan serangga berbisa itu terpaksa membangunkan seorang di antara penghuni sel untuk menggebuknya dengan sandal. Ketika membuka pintu sel di malam hari, Bob suka dikagetkan oleh ular besar yang menggelantung di atas pintu. Sebagian tubuhnya membelit para-para di bawah atap.
Para napi biasanya dikasih makan ikan asin. Bob acap kali menyaksikan ikan asin yang dijemur dikerubungi lalat hijau sehingga harus disemprot dengan obat nyamuk. Baru setelah itu digoreng dan dibagikan. Untuk memenuhi kebutuhan gizi dan selera, para napi mengakalinya dengan menyembelih kucing untuk dimakan. Bob suka mual melihat aksi para napi mengolah daging kucing, mulai dari dikuliti hingga dibakar.
Baca juga: Daging Kucing dalam Perang Kemerdekaan
Dia juga terbiasa mandi bersama kecebong. Anak-anak katak ini kadang sampai nyangkut di rambut karena air mandi dialirkan langsung dari sungai yang beralaskan tanah rawa dan gambut. Tempat yang subur untuk menetaskan telur-telur katak.
Hari-hari pertama di LP Batu, Bob sudah tak betah. Kala memandangi langit, dia suka berandai-andai bisa melarikan diri dengan helikopter seperti adegan film aksi Hollywood. Tapi, niatan itu menciut ketika mendengar cerita-cerita tentang pelarian napi yang berakhir tragis. Mereka kebanyakan mati di laut atau jenazahnya ditemukan membusuk di hutan yang menjadi habitat ular kobra dan kalejengking.
Namun, keinginan kabur tetap meronta dalam hati Bob. Kendati demikian, Bob bingung hendak melaikan diri ke mana. Ke negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia seperti Portugal atau negara-negara eropa Timur, menurutnya sama saja melarikan diri ke negara komunis.
Baca juga: Para Pelarian dari Penjara
Di penjara Nusakambangan, Bob menemukan berbagai tingkah manusia. Para penjahat kambuhan yang menjelang bebas mau repot-repot mendatangi Bob. Mereka menawarkan diri membunuh orang-orang yang menjebloskan Bob ke penjara. “Nanti saya pura-pura merampok, tapi saya bunuh. Saya sudah biasa kok keluar masuk penjara,” demikian modus operandinya seperti dituturkan Bob Hasan.
Banyak juga napi “elite” yang mendapat perlakuan khusus. Asalkan membayar lebih kepada petugas, mereka menempati ruangan berfasilitas seperti AC, telepon seluler, dan komputer. Dengan akses itu, mereka masih terhubung dengan dunia luar.
“Mereka juga bisa menikmati makanan mahal,” ungkap Bob.
Baca juga: Bob Hasan di Lintasan
Meski dipenjara, Bob merupakan pengusaha tajir. Dia juga mengurusi sejumlah lembaga olahraga tingkat nasional PASI (atletik), PABBSI (angkat besi), Percasi (catur), Persani (senam). Dengan pundi-pundinya, dia membangun gelanggang olahraga di LP Batu. Mulai dari tenis meja, badminton, hingga futsal.
“Kalau dulu saya bisa memberikan bonus ratusan juta rupiah untuk atlet berprestasi, maka hadiah dari saya untuk LP Batu adalah keceriaan dan keringat yang bercucuran setelah mereka berolahraga, sehingga sedikit demi sedikit bisa terbuang racun-racun depresi yang mengendap di tubuhnya,” kenangnya.
Bob juga menyulap LP Batu menjadi “jewel islands”, bengkel pengasahan batu akik. Bahan baku batu mulia didatangkan Bob dari India. Hasil kerajinan itu dijual ke luar menambah penghasilan bagi para napi. Pada 2004, Bob meninggalkan Nusakambangan setelah bebas bersyarat. Dia wafat pada 31 Maret 2020.