“YOU are never denied, only redirected,” kutipan dari seorang model dan ratu kecantikan asal Filipina, Catriona Gray ini seakan menggambarkan perjalanan hidup salah satu pebisnis paling sukses di Amerika Serikat, yaitu Alfred Carl Fuller. Pendiri perusahaan Fuller Brush Company ini di masa mudanya pernah tiga kali dipecat dari pekerjaan sebelum menjadi orang yang berperan penting dalam industri alat rumah tangga, khususnya sikat.
Alfred lahir di Berwick, Nova Scotia, 13 Januari 1885 sebagai anak ke-11 dari 12 bersaudara. Ayahnya, Leander Joseph Fuller, seorang petani dan peternak di perkebunan kecil di Kanada. Keuangan yang pas-pasan membuat Leander dan istrinya, Phebe Jane Collins, harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Atas dasar hal ini pula, Uppie, panggilan Alfred di masa kecil, hanya sempat bersekolah selama beberapa saat sebelum akhirnya membantu mencari nafkah sebagai buruh tani.
Dalam otobiografinya, A Foot in the Door: The Life Appraisal of the Original Fuller Brush Man, Alfred menceritakan, hanya dengan pendidikan sekolah tata bahasa yang sederhana dan dorongan untuk hidup di dunia yang lebih dinamis, di usia 18 tahun ia merantau ke Boston mengikuti jejak saudaranya. Berbekal tabungan sebesar 75 dolar yang ia kumpulkan dari upah sebagai buruh tani, dan sebuah Alkitab yang diberikan oleh ibunya, Alfred mencoba peruntungan di kota yang berperan besar dalam peristiwa Revolusi Amerika selama akhir abad ke-18 itu. Di sana, ia tinggal bersama keluarga saudari perempuannya, Annie.
Baca juga:
Kisah Anak Lurah Jadi Raja Kretek
Alfred mendapatkan pekerjaan pertama lewat bantuan kerabatnya, Harvey, yang pernah bekerja sebagai kondektur di Boston Elevated Railway. Mula-mula, Alfred diterima sebagai petugas magang, setelah beberapa bulan ia dipekerjakan sebagai kondektur trem.
“Saya menjadi ‘cadangan’, dengan bayaran dua belas dolar untuk tujuh hari kerja dalam seminggu. Jika ada orang yang tidak masuk kerja, saya yang akan menggantikannya. Seringkali saya berkeliaran di depo trem dari jam delapan pagi hingga sore hari tanpa ada pekerjaan. […] Setelah beberapa minggu magang, saya mulai mendapatkan tugas rutin menjadi kondektur trem di jalur Massachusetts Avenue, enam hari seminggu. Ketika saya mendapatkan jadwal perjalanan reguler, perjalanan dimulai pukul dua siang dan berakhir pada pukul sebelas malam,” tulis Alfred.
Alfred bekerja sebagai kondektur trem selama delapan belas bulan. Ia kemudian ingin mendapatkan upah dan status sebagai masinis, yang mendapatkan lima belas dolar seminggu. Suatu pagi, seorang operator terlambat datang ke kantor. Alfred, yang melihat peluang untuk mengambil hati bosnya, mengemudikan sendiri trem yang ada di depo. Awalnya berjalan lancar hingga tiba di persimpangan, Alfred yang tidak memiliki pengetahuan tentang mekanisme jalannya trem, tetap menjalankan kendaraannya saat palang terbuka. Akibatnya, trem tergelincir sehingga berujung pada pemecatannya.
Gagal menjadi masinis, Alfred kemudian bekerja merawat kuda-kuda peliharaan di sebuah rumah besar di Arlington. Sayangnya, ketika sang nyonya rumah tengah berkuda, ia mendapati kuda tersebut tidak dirawat dengan baik. Hal ini membuat Alfred kehilangan pekerjaannya.
Baca juga:
Penyakit Asma Memicu Penciptaan Alat Penyedot Debu
Alfred kembali ke rumah saudarinya di Boston. Kerabatnya, Robert yang memiliki usaha jasa pengiriman mempekerjakan Alfred sebagai kurir.
“Tapi lagi-lagi saya melakukan kesalahan. Dalam dua bulan, Robert sudah menyerah. Saya telah meninggalkan paket di alamat yang salah, lupa mengambil barang yang penting, bahkan menghilangkan sebuah karton dari gerobak. Jadi Robert memecat saya juga,” tulis Alfred.
Menurut Frank H. Olsen dalam Inventors who left their brands on America, jika sebagian orang menganggap pengalaman dipecat dari tiga pekerjaan berturut-turut sebagai kegagalan yang mungkin membuat sebagian besar orang patah semangat, Alfred justru menyadari bahwa ia siap memulai langkah baru yang akan membawanya menuju kesuksesan. Keyakinan pemuda yang memasuki usia 20-an itu nyatanya terbukti benar.
Setelah mendapatkan pekerjaan sebagai salesman di Somerville Brush and Mop Company, Alfred membuktikan bahwa ia memiliki bakat dalam bidang penjualan. Bekerja sebagai penjual sikat, yang mempromosikan produknya dari rumah ke rumah, Alfred berhasil mengumpulkan tabungan sebesar 375 dolar yang ia jadikan modal awal membangun perusahaannya di bidang kebutuhan rumah tangga, khususnya sikat.
“Setelah menabung sejumlah uang, pengusaha pemula ini berhenti dari pekerjaannya, menghabiskan 80 dolar untuk membeli persediaan dan peralatan untuk bisnisnya, dan pada hari tahun baru 1906, membuka toko di ruang bawah tanah saudara perempuannya,” tulis Olsen.
Alfred membatasi penjualannya pada beberapa jenis sikat, sebagian besar merupakan sikat yang diminta langsung oleh para konsumennya dan belum diproduksi oleh perusahaan lama tempatnya bekerja. Ia pergi dari rumah ke rumah untuk menerima pesanan pada siang hari dan membuat sikat pesanan di malam harinya. Setiap sikat hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk membuatnya dengan bahan seharga beberapa sen. Alfred menjualnya seharga lima puluh sen.
Alfred kemudian memindahkan usahanya ke Hartford, Connecticut, pada April 1906, karena melihat peluang lebih besar untuk mengembangkan bisnisnya. Ia menamai perusahaannya Capitol Brush Company setelah melihat gedung parlemen negara bagian di sana.
Baca juga:
Cerita Keluarga Pengusaha Es dari Magelang
Perusahaan Alfred berkembang cukup baik di masa-masa awal. Hal ini, tulis Mark Kearney dalam I know that name!: The people behind Canada's best-known brand names from Elizabeth Arden to Walter Zeller, karena Alfred mendengarkan kebutuhan para pelanggannya. “Pelanggan saya adalah para desainer saya,” kata Alfred dikutip Kearney.
Dalam sembilan bulan pertama, Alfred meraup keuntungan 5.000 dolar. Alfred pun berani ekspansi ke negara bagian lain dan akhirnya ke Kanada.
“Pada 1913, ia menyadari bahwa ia belum mendaftarkan nama perusahaan Capitol, sehingga ia mengambil kesempatan untuk mengganti nama perusahaan menjadi The Fuller Brush Company. Pada 1919, perusahaan ini mencatat penjualan tahunan pertamanya sebesar $1 juta,” tulis Kearney.
Surat kabar The New York Times melaporkan dalam obituari Alfred Fuller, 5 Desember 1973, bahwa keuntungan Fuller Brush Men meningkat hingga lima kali lipat menjadi 5 juta dolar pada 1920, dan terus berkembang hingga mencapai 12 juta dolar tahun 1924. Meski sempat mengalami masa-masa sulit imbas Depresi Besar yang melanda Amerika tahun 1930-an, perusahaan Alfred berhasil bangkit kembali dan mencatat penjualan sebesar 10 juta dolar pada tahun 1937, dengan laba bersih 208.000 dolar. Sepuluh tahun kemudian, pendapatan kotornya mencapai 30 juta dolar, dan terus meningkat sejak saat itu.
Baca juga:
Persekutuan Jenderal dan Pengusaha
Perusahaan Alfred berkembang pesat sepanjang abad ke-20. Frasa “The Brush Man”, panggilan bagi para penjual sikat produksi perusahaan Alfred Fuller, menjadi populer di kalangan masyarakat. Fuller Brush Company menerima lebih banyak publisitas gratis daripada bisnis lain, ketika banyak pelawak menjadikan para penjual sikat dari rumah ke rumah itu sebagai topik favorit mereka.
“Penghargaan tertinggi datang pada akhir 1940-an, ketika komedian populer Red Skelton membintangi film berjudul The Fuller Brush Man. Publisitas semacam itu bernilai jutaan dolar bagi perusahaan yang dimulai dengan investasi 80 dolar oleh seorang pemuda yang, jika dia telah menyelesaikan sekolah, mungkin akan terpilih sebagai ‘Orang yang Paling Tidak Berpeluang Sukses’,” tulis Olsen.
Alfred Fuller menjabat sebagai presiden direktur The Fuller Brush Company hingga tahun 1943. Ia menyerahkan jabatan tersebut kepada putra sulungnya, Howard. Fuller menjadi ketua dewan direksi hingga tahun 1968. Setelah Howard meninggal pada 1959, jabatan presiden direktur dijabat oleh putra kedua Alfred, Avard E. Fuller. Pada 1968, perusahaan ini dibeli oleh Consolidated Foods Corporation. Alfred Fuller meninggal di Rumah Sakit Hatford pada 1973 di usia 88 tahun setelah berjuang selama beberapa waktu melawan penyakit myeloma.*