Masuk Daftar
My Getplus

Muhammadiyah dan Musik

Muhammadiyah mengeluarkan keputusan yang membolehkan musik sejak Kongres ke-20 tahun 1931. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan menggunakan musik untuk pendidikan.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 16 Mei 2024
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. (Wikimedia Commons).

HARI ini dalam sejarah, 16 Mei 1931, hari terakhir atau penutupan Kongres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta. Dalam kongres yang berlangsung sejak 8 Mei 1931 itu hadir Buya Hamka, tokoh Muhammadiyah dari Sumatra.  

Hamka menyampaikan pidato tentang perkembangan Muhammadiyah di Sumatra. Pidatonya yang mempesona sampai membuat hadirin menitikan air mata. Oleh karena itulah Pengurus Besar Muhammadiyah mengangkat Hamka menjadi Mubaligh Pengurus Besar Muhammadiyah di Makassar sampai kongres ke-21 di kota itu yang akan dilaksanakan pertengahan tahun 1932. 

Baca juga: Buya Hamka dan Musik

Advertising
Advertising

Salah satu keputusan Kongres Muhammadiyah ke-20 adalah tentang musik. Dalam Tafsir Al-Azhar Jilid 7, Hamka menyebut bahwa semata-mata nyanyian pada pokoknya tidaklah haram. Baru menjadi haram kalau ia telah menjadi permainan kata-kata yang menimbulkan syahwat.  

“Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta tahun 1931 telah mengambil kesimpulan bahwa alat-alat musik itu pada pokoknya tidaklah apa-apa. Ia akan menjadi terpuji kalau nyanyian yang dinyanyikan atau dimusikkan dapat menambah gairah agama. Sebaliknya ia menjadi haram hukumnya jika ia akan menimbulkan kelalaian kita dalam beragama,” tulis Hamka.

Baca juga: Kisah Persahabatan Haji Rasul dengan KH Ahmad Dahlan

Abdul Munir Mulkhan dalam Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah menyebut bahwa Muhammadiyah tidak melarang musik dan kesenian dengan beberapa persyaratan tertentu. Mengenai alataul malahi, yaitu alat bunyi-bunyian (musik), hukumnya berkisar kepada ‘illat-nya (sebabnya) ada tiga macam: 1. Menarik kepada keutamaan seperti menimbulkan keberanian di medan peperangan, hukumnya sunah; 2. Untuk main-main belaka (tak mendatangkan apa-apa), hukumnya makruh; dan 3. Menarik kepada maksiat (perbuatan keji), hukumnya haram. 

KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, telah mencontohkan bagaimana menggunakan musik untuk tujuan kebaikan. Solichin Salam dalam Muhammadijah dan Kebangunan Islam di Indonesia menyebut cara Kiai Dahlan mendidik untuk mengubah tidaklah dengan mencela, akan tetapi dengan penuh kebijaksanaan, dari sedikit demi sedikit hingga timbul kesadaran sendiri, kemudian baru dilakukan perubahan. 

“Dalam mendidik anak-anak seringkali Kiai Dahlan menggunakan alat musik seperti harmonium, biola, gitar, gramofon, harmonika, dsb. untuk menanamkan rasa Ketuhanan dan Keagamaan kedalam jiwa anak didiknya,” tulis Solichin. “Juga alat permainan seperti dakon, schaak (catur), dll. menjadi alat yang digunakan oleh Kiai Dahlan untuk mendidik murid-muridnya... Kesemuanya itu merupakan gagasan dan usaha yang nyata untuk mengadakan pembaruan dan modernisasi dalam sistim pendidikan Islam.” 

Baca juga: Persahabatan KH Mas Mansur dengan KH Ahmad Dahlan

Menurut Maman A. Majid Binfas dalam Meluruskan Sejarah Muhammadiyah-NU: Restrospeksi Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan, KH Ahmad Dahlan menggunakan berbagai pendekatan termasuk berpiknik, berolahraga, menyanyi dan bermain musik untuk memperluas wawasan anak-anak muridnya. Alat-alat musik yang digunakan tidak terbatas pada gendang dan sejenisnya (percussion), tetapi juga alat-alat musik modern seperti accordian, bahkan KH Ahmad Dahlan sangat mahir bermain alat musik biola.  

“Lebih fleksibel lagi, beliau telah mengubah lagu-lagu gereja menjadi nasyid dengan memberi nafas Islam,” tulis Maman. Kondisi ini terkadang menimbulkan ketegangan sampai pada tahap cercaan dan surau tempat KH Ahmad Dahlan mengajar sering menjadi sasaran lemparan petasan. “Sering kali beliau diadang di tengah jalan dengan berbagai cercaan dan ejekan para santri dari surau-surau yang bertetangga.” 

Baca juga: KH Mas Mansur Pelihara Anjing

Selain KH Ahmad Dahlan, KH Mas Mansur, Ketua Umum Muhammadiyah (1937–1942), juga mengapresiasi karya seni dan budaya. Menurut Darul Aqsha dalam Kiai Haji Mas Mansur, 1896–1946: Perjuangan dan Pemikiran, KH Mas Mansur juga tak melarang musik Barat yang berkumandang dalam suatu acara yang diadakan oleh Islam Studie Club pada 1938 di Yogyakarta, di mana dia memberikan ceramahnya. 

“Dia pun menyatakan bahwa agama tak mengharamkan musik gamelan. Oleh karenanya sewaktu tinggal di Jakarta, dia membebaskan kedua putranya, Nuh dan Ibrahim, bergaul luas di kalangan seniman,” tulis Darul Aqsha.*

TAG

muhammadiyah musik

ARTIKEL TERKAIT

Apotek yang Melahirkan Band Rock Legendaris Indonesia Berkah Ditolak Jadi Tentara Yok Koeswoyo Bicara Sukarno Yok Koeswoyo yang Tinggal dari Koes Plus Moonlight Sonata dan Kisah Cinta Tak Sampai Ludwig van Beethoven Muslim Penting dalam Musik Pop Kisah di Balik Alat Musik Kesayangan Squidward Sebelum Ahmad Albar Sukses di Indonesia Di Balik Lagu “Nuansa Bening” Ki Bagus Hadikusumo Penggerak Generasi Pertama Muhammadiyah