Nama Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Mas Mansur akan selalu terkenang dalam sejarah perjuangan kaum Muslimin di Indonesia. Keduanya berperan penting dalam mensyiarkan gema Islam ke seluruh lapisan masyarakat sejak Indonesia masih berada di bawah kuasa kolonialisme Belanda. Melalui organisasi Islam Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansur mampu membawa perubahan bagi umat Muslim di Indonesia.
Pertemuan dua tokoh penting Muhammadiyah ini terjadi pada permulaan abad ke-20, tepatnya pada 1915, atau tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri. Dikisahkan Sutrisno Kutoyo dalam biografi Pahlawan Nasional: Kyai Haji Mas Mansur, nama KH Ahmad Dahlan telah sering didengar KH Mas Mansur sejak ia tinggal di Mesir dan Mekah. Ketika pada 1915 berkesempatan kembali ke tanah air, KH Mas Mansur tidak langsung pulang ke rumahnya di Surabaya, tetapi memilih pergi ke Yogyakarta untuk menemui KH Ahmad Dahlan.
Pertemuan pertama tersebut memberi kesan yang amat mendalam bagi Mansur muda. Ketika itu usianya baru menginjak 20 tahun, sementara KH Ahmad Dahlan berusia 48 tahun. Bagi KH Mas Mansur, KH Ahmad Dahlan adalah sosok seorang ayah. Wajah yang tenang dan selalu dihiasi senyuman ketika berbicara membuat kiyai muda itu nyaman berbincang lama dengannya. Meski baru pertema bertemu, KH Mas Mansur merasa sosok pendiri Muhammadiyah itu memiliki budi pekerti tinggi.
Baca juga: Empat Tokoh Islam di Indonesia
“Dalam kehidupan Kyai Haji Mas Mansur, maka tokoh Kyai Haji Ahmad Dahlan mempunyai pengaruh yang besar. Antara pribadi Kyai Haji Mas Mansur dengan Kyai Haji Ahmad Dahlan, dua tokoh yang harus ditulis dengan tinta emas dalam sejarah kebangunan umat Islam di Indonesia, terdapat hubungan yang mendalam,” ungkap Kutoyo.
Namun perjumpaan tahun 1915 itu hanya terjadi singkat. KH Mas Mansur harus segera pergi ke Surabaya untuk menyelesaikan urusannya. KH Ahmad Dahlan lalu menganjurkan kepada pemuda Mansur untuk kembali ke Yogyakarta ketika memiliki waktu yang lebih lapang. Ia ingin membicarakan banyak hal dengan KH Mas Mansur, termasuk tujuannya mendirikan Muhammadiyah, yakni memperbaiki keadaan umat Islam di Indonesia.
Paruh pertama tahun 1916 kedua tokoh ini berkesempatan mengadakan pertemuan keduanya. KH Mas Mansur kembali mengunjungi KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Kali ini KH Mas Mansur datang di waktu luang sehingga tidak akan ada gangguan seperti pada pertumuan sebelumnya. Ia benar-benar berusaha bertukar pikiran dengan KH Ahmad Dahlan karena jika ditinjau dari segi ilmu, KH Ahmad Dahlan adalah guru bagi KH Mas Mansur.
Baca juga: Kisah Persahabatan Haji Rasul dengan Kyai Ahmad Dahlan
Pada pertemuan ini KH Ahmad Dahlan menerangkan jika orang perlu kembali kepada tauhid, dan kehidupan umat Muslim secara sadar harus didasarkan pada ketentuan Islam. Sehingga alat terbaik untuk memperbaiki umat Islam di Indonesia hanyalah kitab suci Al-Qur’an dan Hadits dari Nabi Muhammad SAW dan para ulama terdahulu.
Tapi bukan berarti pencarian terhadap ilmu pengetahuan mesti dikesampingkan, atau malah dihilangkan. Bahkan salah besar jika banyak umat Muslim yang masih menganggap bahwa Islam itu hanya soal shalat atau ibadat saja. Manusia hidup di dunia, kata KH Ahmad Dahlan, karenanya perlu juga dibekali pengetahuan, serta menaruh perhatian akan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
“Pendirian Kyai Haji Ahmad Dahlan ini sesuai pula dengan pendirian yang dianut oleh Kyai Haji Mas Mansur, yaitu bahwa sebab-sebab yang menjadikan kaum Muslimin Indonesia itu mundur, ialah karena pendidikan kepada akhirat terlalu dalam. Akibatnya mereka melupakan akan kehidupan dunianya. Mereka terlalu mendalam perasaan bahwa Al mautu haqqun (mati itu pasti), sehingga kaum Muslimin Indonesia lupa bahwa hayat itu mesti pula diperhatikan dan dimanfaatkan,” tulis Kutoyo.
Baca juga: KH Mas Mansur dan Anjingnya
Menurut KH Mas Mansur, gurunya itu senang sekali mengupas keterangan-keterangan tafsir. Beliau selalu menyelidiki terlebih dahulu makna dalam setiap perkataan dalam ayat satu per satu. Kemudian perkataan dalam ayat itu dikaitkan dengan ayat-ayat lain. “Kemudian barulah beliau sesuaikan sehingga keterangan beliau itu hebat, dalam, serta tepat,” ucapnya.
Bagi KH Ahmad Dahlan juga setiap hal yang bersangkutan dengan ibadah harus dikembalikan kepada ketentuan agama. Sedikit pun tidak boleh dilebihkan dan tidak ada yang perlu dikurangi. Meski begitu KH Ahmad Dahlan tetap memiliki sikap pendekatan ilmiah. Sebelum ilmunya disebar kepada umat, ia seringkali mengadakan penelitian secara teratur agar tidak ada kesalahan dalam penyampaiannya.
“Kyai Haji Ahmad Dahlan selalu menganjurkan sedikit bicara dan banyak bekerja. Biar lambat dan tenang tetapi terus, lebih baik dari pada cepat tetapi terjungkir sesudah beberapa langkah,” ungkap Kutoyo.