AHMAD Albar alias Iyek hanya satu dari sekian anak Jakarta yang merasa terkekang. Pasalnya, politik anti-Barat pemerintah membuat anak muda Indonesia diharamkan menyanyikan lagu-lagu pop dan rock Barat yang sedang naik daun di era 1960-an. Musik Barat seperti rock dicap sebagai musik setan atau diistilahkan Ngak Ngik Ngok. Tak hanya musiknya saja, penampilannya juga dilarang.
“Di zamannya Sukarno itu kita dilarang pakai jins ketat, rambut panjang juga gak boleh. Mainkan lagu The Beatles pun kita nyolong-nyolong,” kenang Ahmad Albar dalam di Pameran Retrospektif God Bless 50 tahun pada 19 Februari 2024.
Di tahun-tahun terakhir pemerintahan Sukarno, Iyek –yang pernah main di film Djenderal Kantjil ketika masih bocah– pun hijrah ke Belanda. Ibunya, Farida Alhasni, khawatir dengan situasi politik yang memburuk pasca-G30S meski anaknya bukan orang politik.
Di Belanda, Iyek sempat belajar di sekolah musik selama sembilan bulan. Usianya masih sangat muda kala itu. Belum genap 20 tahun ketika ia berada di sana. Keadaan negeri Belanda sungguh berbeda dari Indonesia. Rock tak haram. Begitu juga gaya rambut dan pakaian ala rocker.
“Di Belanda itu lebih bebas, jadi mulai manjangin rambut. Manjanginnya bukan ke bawah tapi ke atas, akhirnya jadi kribo,” aku Iyek yang sempat kerja kasar juga di Belanda namun senang dengan keadaan Belanda.
Seperti di Indonesia, Iyek main band lagi. Dia tak perlu khawatir berurusan dengan aparat karena genre musik yang dianutnya.
Suatu kali, dirinya diajak menjadi vokalis buat band bernama Take Five. Meski harus belajar keras berucap dalam bahasa Belanda, dia menyanggupinya. Iyek akhirnya mulai diperhitungkan sebagai anak band. Koran De Telegraaf tanggal 25 September 1971 menyebut Iyek pada 1968 sudah berada di Clover Leaf.
“Clover Leaf kini berkomposisi sebagai berikut: Vokal: Achmad Albar; gitar solo: Jack Verburght; gitar bass: Loetje Lemans; organ: Marcel Lahaye dan drum: Adri Verheyen. Dalam komposisi ini, ‘Tell the world’ baru saja selesai digarap,” demikian Het Vrije Volk tanggal 12 Agustus 1971 memberitakan
Rambut kribo Iyek menjadi daya tarik visual Clover Leaf. Selain itu, peran dirinya di dalam band penting karena juga sudah mulai menulis lagu. Dia menulis lagu bersama Ludwig Lehman, gitaris utama Clover Leaf, dengan diawasi anggota band lain.
Lagu-lagu yang dibawakan Clover Leaf berhasil masuk tangga lagu di Belanda dan sekitarnya. Koran Vlaardingse Courant tanggal 19 Desember 1969 mencatat bahwa lagu “Time Will Show” adalah lagu pertama Clover Leaf yang diterima dengan baik oleh publik di Belanda.
Menurut De Nieuwe Limberger tanggal 8 November 1969, “Time Will Show” yang masuk ke dalam daftar tangga lagu Belanda membuat Clover Leaf makin dikenal. Capaian itu membuat para personel kian serius. Single setelah itu pun lahir, “Grey Clouds”. Nieuwe Vlaardingse Courant edisi 23 Februari 1970 menyebut Cloer Leaf muncul di televisi Belanda pada awal 1970. Tahun tersebut dianggap tahun kesuksesan Clover Leaf.
Setelah sukses di Belanda, Iyek dan Ludwig Lehman berlibur ke Indonesia. Liburan tersebut jadi lama karena Iyek di Indonesia membangun band baru bersama Lehman, Donny Gagola, Fuad Hassan, dan lain-lain. Jika lagu-lagu Clover Leaf terkesan soul, band baru Iyek ini lebih terasa rock.
Band baru itu bernama God Bless. Band ini membuat Iyek tak kembali lagi bermusik di Belanda. Jadi setelah 1972, Iyek berkarier lagi di Indonesia hingga sekarang. Membuat namanya melegenda di belantika rock. Selain bermusik, Iyek juga kembali ke layar lebar sebagai aktor. Filmnya yang tenar Duo Kribo dan Laila Majenun.