Masuk Daftar
My Getplus

Pemburu dari Masa Lalu

“Seekor” pemburu asal Belanda bertengger sendirian di antara para pengawal angkasa NKRI

Oleh: Randy Wirayudha | 09 Okt 2018
Pesawat Hawker Hunter F.4, jet tempur pemburu Belanda jadi satu dari empat koleksi terbaru Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala sejak April 2018 (Foto: Randy Wirayudha)

IA gagah bertengger di kanan depan halaman gedung Museum Mesin R. Ahmad Imanullah. Sejak kedatangannya bersama tiga mesin perang udara baru lain pada April 2018, ia menambah ramai kompleks Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta.

Tapi tak seperti yang lain, pernah mengawal dirgantara republik, ia justru pernah jadi musuh Indonesia di angkasa. Puluhan tahun lalu, ia “mangkat”. Ironisnya, ia ditinggalkan begitu saja oleh Belanda sementara ke-11 kawannya dibawa pulang ke Negeri Tulip. Begitu lama ia hanya jadi bangkai di pangkalan udara (lanud) di Pulau Biak, Papua, sebelum direstorasi total.

Burung besi itu adalah jet tempur Hawker Hunter (varian) F.4 yang kadang disebut Hawker Hunter Mk (Mark) 4. Pesawat bernomor registrasi N-112 yang tertera di kedua sisi haluannya itu berbeda dari koleksi-koleksi lain Museum Dirgantara. Nomor registrasi itu milik pesawat-pesawat AU Belanda. Siapa pemilik awalnya dipertegas oleh roundel (logo Angkatan Udara/AU) biru-merah-putih di kedua sisi bagian ekor dan masing-masing sepasang di atas dan bawah sayap menegaskan.

Advertising
Advertising

“Memang sengaja kita tampilkan persis seperti aslinya agar jadi pembelajaran dan pengetahuan bahwa Belanda bercokol lama sekali di negara kita. Termasuk saat operasi-operasi pembebasan Irian Barat (kini Papua),” terang Kepala Museum Dirgantara Mandala Kolonel (Sus.) Dede Nasrudin kepada Historia.

Perongrong Angkasa Indonesia Timur

Di eranya, pesawat buatan Hawker Aircraft (kini Hawker Siddeley) yang diproduksi dengan total 64 varian ini pernah jadi salah satu pesawat pemburu terbaik. Namun, sejatinya pesawat ini merupakan multirole fighter dengan kemampuan mengemban beragam tugas sekaligus mulai pengintai, penyerang darat, hingga pembom.

Selain Royal Air Force (RAF/AU Inggris), penggunanya adalah Koninklijke Luchtmacht (AU Belanda), Uni Emirat Arab, Belgia, Cile, Denmark, Irak, India, Yordania, Kenya, Kuwait, Lebanon, Oman, Peru, Qatar, Rhodesia, Arab Saudi, Somalia, Zimbabwe, dan Singapura.

Menurut David J. Griffin dalam Hawker Hunter: 1951-2007, pesawat ini bisa mengangkasa dengan dua mesin: Rolls-Royce Avon 107 dan Armstrong Siddeley Sapphire 101. Untuk persenjataannya, selain dibekali empat senapan mesin ADEN kaliber 30 milimeter, Hawker Hunter dilengkapi misil AIM-9 Sidewinder dan AGM-65 Maverick.

Khusus untuk varian F.4, spesifikasinya memiliki konfigurasi single seat, ditenagai mesin Rolls Royce Avon 115, dan dilengkapi tangki bahan bakar cadangan di bawah kedua sayapnya. Varian ini muncul pertamakali pada 20 Oktober 1954.

Varian inilah yang lantas jadi bagian dari AU Belanda di Biak, pulau kecil di utara Papua yang hingga awal 1960-an tak kunjung diserahkan Belanda kepada Indonesia  kendati penyerahan kedaulatan telah dilakukan Belanda sejak 27 Desember 1949.

“Hawker Hunter yang ini (N-112) merupakan bagian dari Skadron 322 AU Belanda. Sejak 1958 kekuatan militer Belanda di Irian Barat terus bertambah, termasuk didatangkan 12 Hawker Hunter F.4 yang diangkut Kapal Induk (HNMLS R81) Karel Doorman pada 1961,” ujar pengamat sejarah militer Wawan Kurniawan Joehanda kepada Historia.

Penulis KNIL: Dari Serdadu Kolonial menjadi Republik, Djocjakarta: Mereka Pernah di Sini dan Palagan Maguwo dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia: 1945-1949 itu menambahkan, operasi-operasi Hawker Hunter kian intens sejak Presiden Sukarno menyerukan Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda pada 19 Desember 1961.

“Ke-12 Hawker Hunter itu ditempatkan di Lanud Mokmer (kini Lanud Manuhua), Biak. Pilot dari N-112 ini Sersan Van Soest. Dalam sebuah latihan pada 30 Mei 1962, mengalami kerusakan di sabuk pasokan peluru. Akibatnya magasennya meledak hingga sistem kelistrikannya ikut mati,” lanjut Wawan.

Dalam kondisi rusak parah di mana tekanan hidrolik pesawatnya ikut hilang, pilot Van Soest mati-matian berusaha mendaratkan pesawat ke Lanud Mokmer. Dia berhasil mendaratkan pesawatnya meski sampai melewati batas landasan dan menabrak pepohonan di ujung landasan. Pesawat pun ringsek.

“Setelah diplomasi Belanda di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) gagal mempertahankan Irian Barat dan kuatnya tekanan serta kecaman dunia internasional, Belanda akhirnya angkat kaki. Semua alutsistanya ditarik, kecuali N-112 karena sudah tak lagi bisa diperbaiki. Kokpit pesawat dibakar habis agar teknologi avionik-nya tak jatuh ke tangan militer Indonesia,” lanjutnya.

Direstorasi

Lama menjadi rongsokan, pesawat N-112 direstorasi akhir tahun lalu. “Pesawat ini setelah terlunta-lunta di dekat sebuah hanggar Lanud (Manuhua) Biak, dibawa ke sini atas perintah Panglima TNI (Marsekal Hadi Tjahjanto, red.). Dibawa dari Biak via Makassar dan diperbaiki di Malang. Di Malang direstorasi selama 3-4 bulan. Setelah itu baru dibawa ke museum dan dirangkai lagi terlebih dulu selama dua minggu,” sambung Dede.

Restorasi digarap 30 teknisi Sathar 32 dari Depo Pemeliharaan 30 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang di bawah pimpinan Mayor (Tek) Slamet Riyanto. Untuk menyamai aslinya, tim museum diikutsertakan untuk melakukan riset mendalam.

“Riset dari tim museum dan hasilnya kita berikan ke para teknisi agar ukuran, logo (roundel), nomor registrasi, bahkan warna kamuflase Belanda-nya benar-benar sama seperti aslinya. Kokpit yang dibakar habis juga dibuat seperti aslinya. Hanya saja, memang tidak ada engine-nya karena memang sepertinya dulu sempat dibawa pulang Belanda,” imbuhnya.

Pesawat N-112 akhirnya diresmikan Panglima TNI pada 24 April 2018 bersamaan dengan peresmian tiga koleksi baru: Hercules C-130B, Fokker F-27, dan Ilyushin Il-14 Avia, serta Museum Mesin R. Ahmad Imanullah.

“Pesan Panglima, agar penambahan koleksi museum ini tak hanya dijadikan wahana edukasi dan rekreasi, tapi juga agar bisa dirawat betul. Karena perjuangannya luar biasa untuk membawa dari Biak ke sini. Orang Belanda pun dari Museum Soesterberg (Nationaal Militair Museum) sampai kaget kita punya koleksi ini. Di sana pun mereka cuma punya dua yang seperti ini,” tandas Dede.

Baca juga: 

Pesawat Sukhoi Rasa Minyak Sawit
Pesawat Delegasi KAA Jatuh di Perairan Natuna
Pesawat Hercules Hasil Barter Pembebasan Pilot CIA
Diam-diam, Indonesia Beli Pesawat Tempur Israel

TAG

TNI-AU Sejarah-TNI Dirgahayu-TNI Penjajahan-Belanda Sejarah-Pesawat Hawker-Hunter

ARTIKEL TERKAIT

Akhir Perlawanan Dandara Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Waktu Punya Tupolev, Angkatan Udara Indonesia Kuat Purnatugas Heli Puma Kisah Pasukan Gabungan AURI-ALRI Menahan Gempuran Belanda Pembantaian di Puri Cakranegara Bekas Menteri Masuk TNI Marcel Dassault dan Jet Tempur Kebanggaan Prancis Jenderal Mayor di Indonesia Konflik Perbudakan Belanda-Portugis dari Mata João