Masuk Daftar
My Getplus

Pekerjaan Paling Buruk di Dunia

Pekerjaan dokter yang baik berubah menjadi buruk ketika ia merangkap sebagai pedagang.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 20 Sep 2016
Ilustrasi: Dokter dan tenaga medis di Rumah Sakit Muguerza, Monterrey, Meksiko. (Luis Melendez/Unsplash).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai setoran dari pabrik farmasi kepada para dokter senilai Rp800 miliar. KPK pun menganalisis dan menelusuri indikasi korupsi dalam aliran dana mencurigakan tersebut. Praktik ini diduga sudah berlangsung lama. 

Itulah yang dikhawatirkan oleh Prof. dr. Raden Mochtar, pendiri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ben Mboi, yang menerima pengajaran public health (kesehatan masyarakat) dari Dokter Mochtar, masih ingat dengan apa yang tertulis di atas papan tulis di depan kelas: “Pekerjaan dokter itu baik, berdagang itu baik, tetapi gabungan pekerjaan dokter dan berdagang adalah pekerjaan yang paling buruk di dunia.”

“Melihat kondisi sekarang, di awal abad XXI ini, saya tidak yakin kata-kata Prof. Mochtar (alm.) itu masih tertulis di sana. Pasti banyak dokter menertawakan pesan slogan tersebut,” kata Ben Mboi dalam Memoar Seorang Dokter, Prajurit, Pamong Praja

Advertising
Advertising

Baca juga: Ben Mboi Cerita di Balik Pembentukan Provinsi NTT

Dalam Ensiklopedi Umum karya AG Pringgodigdo disebutkan bahwa Raden Mochtar lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 1900. Dia mengenyam pendidikan kedokteran di Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (Stovia) Batavia dan lulus pada 1924. Selama masa pendidikan, dia giat dalam gerakan pemuda. Dia mulai bekerja sebagai dokter asisten pada bagian chirurgi (bedah) rumah sakit pusat (Centrale Burgelijke Ziekenhuis) di Batavia, kemudian dipindahkan ke pelabuhan Tanjung Priok, Sumatra Barat, dan Demak.

Pada 1939, Mochtar menjabat kepala bagian Medisch Hygienische Propaganda pada kantor pusat Dinas Kesehatan Rakyat (Dienst van Volksgezondheid, DVG) di Batavia. Ketika pendudukan Jepang, dia menjabat kepala bagian Pendidikan Kesehatan Rakyat. Dia sebelas kali menjadi anggota delegasi Republik Indonesia dalam konferensi internasional terkait kesehatan (1952-1959). Selain itu, dia menjadi pendiri dan pengurus besar Palang Merah Indonesia (PMI) serta anggota berbagai perhimpunan sosial/kesehatan internasional. 

Mochtar banyak menulis tentang kesehatan dan pendidikan kesehatan rakyat. Dia diangkat sebagai guru besar luar biasa pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta. Dia menjadi dekan pertama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Baca juga: Ben Mboi Cerita tentang Pemilihan Bupati Sumba Barat

Ben Mboi, yang menjadi dokter tentara dan gubernur Nusa Tenggara Timur ketiga (1978-1983), menyesalkan bahwa dalam 50 tahun norma-norma kedokteran berubah, terutama berkaitan dengan hubungan pasien dan dokter.

“Betapa pelayanan medis berubah dari karya yang bertitik berat pada sifat karitatif bergeser menjadi karya industrial, betapa pelayanan medis menjadi komoditas dan rumah sakit menjadi bursa kesehatan. Siapa yang beruang lebih dia yang mendapat pelayanan terbaik,” kata Ben Mboi.

Tepat ketika Ben Mboi di tingkat senior clerkship, pada 24 Januari 1961, pesawat Garuda jurusan Jakarta-Bandung jatuh di Gunung Burangrang. “Di dalamnya ada Prof. Mochtar dalam perjalanan ke Bandung. Dia seorang guru yang tepat sekali untuk memotivasi mahasiswa bekerja bagi masyarakat,” kenang Ben Mboi.

TAG

kedokteran ben mboi

ARTIKEL TERKAIT

Peran Calon Dokter dari Indonesia Timur dalam Kemerdekaan Dr. Raden Rubini Natawisastra, Pahlawan Nasional dari Kalimantan Barat Jejak J.A. Kaligis, Dokter Hewan Bumiputra Pertama Awal Mula Dokter Hewan di Indonesia Sardjito dan Biskuit Anti Lapar untuk TNI Sardjito Memimpin Institute Pasteur Sardjito, Dokter Revolusi Indonesia Lama Wabah di Masa Lalu Peran Radjiman Wedyodiningrat sebagai Dokter Keraton Kondisi Kesehatan Jakarta di Awal Kemerdekaan