Hari Dokter Nasional diperingati setiap 24 Oktober. Tanggal ini diambil dari tanggal perubahan nama Vereeniging van Indonesische Geneeskundingen menjadi Ikatan Dokter Indonesia dalam muktamar yang diselenggarakan di Jakarta pada 1950.
Mengutip Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia Jilid I terbitan Departemen Kesehatan RI, organisasi yang menaungi para dokter di Hindia Belanda telah ada sejak tahun 1911. Kala itu organisasi tersebut bernama Vereeniging van Inlandsche Artsen yang kemudian berganti nama menjadi Vereeniging van Indische Artsen. Pada 1926, organisasi ini kembali berganti nama menjadi Vereeniging van Indonesische Geneeskundingen yang kini bernama Ikatan Dokter Indonesia.
Kehadiran organisasi dokter di Indonesia berkaitan dengan kebutuhan pemerintah kolonial Belanda akan tenaga ahli di bidang medis. Sekolah untuk mendidik pemuda-pemuda bumiputra menjadi dokter pembantu (hulp-geneesher) mulai didirikan di Weltevreden, Batavia, pada 1 Januari 1851 atas prakarsa Dr. W. Bosch, Kepala Jawatan Kesehatan (Tentara dan Sipil).
Baca juga: Awal Mula Dokter Hewan di Indonesia
Seiring berjalannya waktu, sekolah kedokteran di Hindia Belanda terus berkembang, yang terkenal adalah School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) dan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). Sekolah dokter tak terbatas pada pendidikan kedokteran umum. Pada 1906, Indische Veeartzen School atau Sekolah Dokter Hewan Pribumi didirikan di Bogor, Jawa Barat.
Soedjasmiran Prodjodihardo dkk. dalam 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia: Sejarah, Kiprah, dan Tantangan menyebut siswa yang diterima di sekolah tersebut merupakan lulusan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama zaman Belanda.
Masa pendidikan Sekolah Dokter Hewan Pribumi selama empat tahun. Lulusan pertamanya tahun 1910 adalah drh. Johannes Alexander Kaligis (J.A. Kaligis) yang dikenal sebagai dokter hewan bumiputra pertama.
Baca juga: Dokter Perempuan Pertama Indonesia
J.A. Kaligis lahir di Minahasa pada 30 Juni 1888. Dia memulai pendidikannya di Sekolah Dokter Hewan Pribumi pada 1906. Surat kabar De Locomotief, 2 Oktober 1908, menyebut J.A. Kaligis menjadi salah satu siswa yang lulus ujian transisi dari tahun kedua ke tahun ketiga. Siswa lain yang juga lulus ujian transisi adalah Raden Mas Ario Moehamad.
Soedjasmiran mencatat, setelah lulus dari Sekolah Dokter Hewan Pribumi pada 1910, J.A. Kaligis melanjutkan pendidikan di Utrecht, Belanda dengan promotor L. De Bliek. Dokter hewan bumiputra yang juga melanjutkan pendidikan di Utrecht, yaitu F.C Waworoentoe tahun 1920 sampai 1924, Raden Soeratmo (1920–1923), dan Mas Soetisno (1919–1924).
Sementara itu, J.A. Kaligis lulus dari Faculteit Veeartsenijkundige Hoogeschool Utrecht dengan gelar veeartsenijkundige pada 13 Oktober 1922. Dia menyusun skripsi berjudul Bijdrage tot de kennis van Anaplasmosis bij run den buffel atau Penelitian Terkait Penyelidikan Ilmu Anaplasmosis pada Sapi dan Kerbau. Sekolah Dokter Hewan Pribumi di Bogor pernah menjadi bagian dari Veeartsennijkundige Hoogeschool Utrecht pada 1918–1925.
Setelah lulus dan bergelar veeartsenijkundige, J.A. Kaligis bekerja di Den Haag sebagai penasihat dokter hewan yang bekerja pada Economische Zaken atau Departemen Perekonomian di Batavia.
J.A. Kaligis kembali ke Hindia Belanda dan membuka praktik dokter hewan di Ketabang Boulevard, Surabaya. Dalam iklannya di surat kabar Soerabaijasch Handelsblad, 28 November 1932, dicantumkan nomor telepon rumah dan kantor yang dapat dihubungi agar para pemilik hewan peliharaan dapat lebih dahulu membuat janji untuk melakukan konsultasi.
Di samping membuka praktik dokter hewan, J.A. Kaligis juga bekerja di Burgerlijken Veeartsenijkundigen Dienst atau Dinas Peternakan Sipil. Surat kabar Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 22 Januari 1932, menyebut J.A. Kaligis menggantikan Dr. C. Kunst sebagai kepala Dinas Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah.
Baca juga: Dokter Indonesia Pertama Ahli Radiologi
J.A. Kaligis juga pernah bekerja sebagai kepala Dinas Kesehatan Hewan di Sumatra. Dalam surat kabar De Locomotief, 4 Desember 1937, diumumkan sehubungan dengan pembentukan pemerintahan di wilayah luar Jawa, Dinas Peternakan Sipil menunjuk inspektur yang bertindak sebagai kepala Dinas Kesehatan Hewan di wilayah administrasi baru ini. J.A. Kaligis yang kala itu inspektur di Medan ditunjuk untuk mengisi posisi jabatan tersebut.
Sebagai dokter hewan pemerintah, J.A. Kaligis bertugas mengamankan dan menjaga kesehatan hewan ternak milik pemerintah dan perkebunan-perkebunan. Dalam wawancara dengan De Sumatra Post, 1 Juli 1938, J.A. Kaligis mengungkapkan tantangan yang dihadapi selama bertugas sebagai inspektur Dinas Peternakan Sipil. Salah satunya keterbatasan tenaga dokter hewan di wilayah Sumatra. Untuk mengatasinya, dia mendorong diselenggarakannya pelatihan bagi mantri hewan tentang wabah penyakit hewan dan proses penanganannya.
Baca juga: Dokter dalam Daftar Kematian
Kiprah J.A. Kaligis dalam bidang peternakan tak berhenti di masa kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, dia ambil bagian dalam upaya meningkatkan industri peternakan dan susu. De vrije pers: ochtendbulletin, 7 April 1952, menyebut J.A. Kaligis, dokter hewan di kantor pusat Dinas Kesehatan Hewan, berangkat ke Belanda untuk mengatur pembelian, pengiriman, dan pemeriksaan sapi yang akan diangkut ke Indonesia. Kegiatan itu bagian dari upaya pemerintah mengimpor sapi Friesian ke Indonesia.
Menjelang tahun 1960-an, J.A. Kaligis kembali ke Manado. Dia bersama drh. W.J. Ratulangi turut serta mendirikan Universitas Sulawesi Utara dan Tengah yang kemudian menjadi Universitas Sam Ratulangi. Dokter hewan bumiputra pertama ini tutup usia pada 31 Desember 1974 di De Bilt, Belanda. Pada 1980-an, kerangka J.A. Kaligis dipindahkan dari Belanda ke Maumbi, Minahasa dan dikuburkan kembali bersebelahan dengan makam istrinya, Gisje.*