Perang Dunia pertama menghalangi orang Hindia Belanda melanjutkan pendidikan tinggi ke Belanda, khususnya ke Technische Hogeschool (TH) Delft. Namun, perang juga telah mengubah pandangan orang Belanda, yang semula berpendapat bahwa Hindia Belanda belum siap memiliki perguruan tinggi.
Bahkan, pada 30 Mei 1917 beberapa orang terkemuka dari kalangan perbankan, perdagangan, dan perusahaan, mengadakan pertemuan di gedung Nederlandse Handelsmaatschappij di Amsterdam, untuk mendirikan Koninklijk Instituut voor Hoger Onderwijs in Nederlands Indie (Institut Kerajaan untuk Pendidikan Tinggi di Hindia Belanda).
Sebagai pelaksana program, dibentuk Raad van Beheer (Dewan Pengurus) yang diketuai oleh Dr. C.J.K. van Aalst, kemudian diganti oleh J.W. Ijzerman. Dia memiliki pengalaman dalam perkeretaapian di Jawa dan Sumatra, serta pengetahuan yang luas tentang masyarakat Hindia Belanda, termasuk sejarah kuno Jawa dan Sumatra.
Institut berhasil mengumpulkan uang sebesar 3.000.000 gulden untuk membiayai pendidikan teknik di Hindia Belanda. Semula mereka berpikir hendak membuka sekolah teknik menengah.
Baca juga: Kisah Hubungan Sukarno dan Dosennya di TH Bandung
Namun, menurut Adjat Sakri (ed.) dalam Dari TH ke ITB: Kenang-kengangan Lustrum Keempat, 2 Maret 1979, ketika delegasi Committee Indie Weerbaar (Komite Pertahanan Hindia) berkunjung ke Belanda pada 1917, mendesak keras meminta sekolah tinggi teknik. Raad van Beheer menyetujuinya.
Abdoel Moeis, anggota delegasi, dalam pidatonya di hadapan Perdana Menteri C.M. Pleyte dan Dr. A.M. Colijn, mengatakan: "Mana mungkin penduduk bumiputra sanggup melawan Jepang yang begitu kuat dan telah pandai membikin meriam, kapal perang dan teknik persenjataan lainnya. Hindia sulit dipertahankan selama anak negeri belum diajarkan pengetahuan-pengetahuan teknik; kami mengusulkan agar segera didirikan sekolah teknik tinggi, agar penduduk bumiputra dapat ikut serta mempertahankan Hindia di masa mendatang."
Dukungan pemerintah kolonial Belanda terhadap pendirian sekolah tinggi teknik disampaikan oleh Mr. K.F. Creutzberg, direktur Pendidikan dan Agama, dalam pidato di Volksraad (Dewan Rakyat) pada 1918.
Ijzerman kemudian menunjuk Prof. Ir. J. Klopper, guru besar Ilmu Pasti Terapan dan Mekanika di TH Delft, untuk menyusun rencana pembentukan sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda. Mereka tiba di Hindia Belanda pada 19 April 1919.
Ketika itu belum ditetapkan di mana sekolah tinggi teknik akan didirikan. Pilihannya antara Solo, Yogyakarta, Jakarta, atau Bandung. Technisch Onderwijs Commissie memilih Jakarta. Sedangkan Walikota Bandung, B. Coops menawarkan dan menyediakan lahan seluas 30 hektar –kalau diperlukan, bisa diperluas lagi– untuk sekolah tinggi teknik itu.
Baca juga: Ketika Arsitek Belanda dan Dosen TH Bandung Masuk Islam
Gubernur Jenderal Jhr. Mr. J.P. Graaf van Limburg Stirum menyetujui sekolah tinggi teknik didirikan di Bandung. Setelah Dewan Kotamadya Bandung menyerahkan tanah itu kepada Institut, dimulailah pembangunan kompleks gedung kampus. Sebagai perancang ditunjuk Ir. H. MacLaine Pont, sedangkan pelaksana pembangunannya diserahkan kepada Biro Bangunan Kotamadya Bandung di bawah pimpinan direkturnya, Kolonel V.L. Slors.
"Semula TH (Technische Hogeschool) direncanakan dibuka pada Juli 1922. Namun, gubernur jenderal mengharapkan perguruan tinggi yang pertama di Indonesia itu dapat dibuka dalam tahun 1920," tulis Adjat Sakri.
Pembangunan berjalan dengan lancar, sehingga dalam tempo satu tahun bangunan inti sudah berdiri. Pada hari Sabtu, 3 Juli 1920, gubernur jenderal meresmikan berdirinya TH, bertempat di gedung yang sekarang ditempati Perpustakaan Pusat. Seminggu kemudian perkuliahan mulai berjalan.
Pada 18 Oktober 1924, Institut menyerahkan TH kepada pemerintah. Institut kemudian dibubarkan. Dengan sendirinya College van Directeuren (Dewan Direksi) sebagai wakil Raad van Beheer juga dibubarkan. Presiden Direkturnya, K.A.R. Bosscha diangkat sebagai presiden College van Curatoren (Dewan Pengawas). Untuk menghargai jasa Bosscha, namanya disematkan pada laboratorium fisika yang dibuka pada 18 Maret 1922.
Pada awal berdirinya TH terdiri atas Fakultas Bangunan Jalan dan Air. Setelah beralih ke tangan pemerintah, nama itu diganti menjadi Technische Hogeschool te Bandung, Faculteit van Technische Wetenschap, Afdeling der Weg- en Waterbouwkunde, dan dikenal dengan singkatan TH atau THS.
Adjat Sakri mencatat bahwa jumlah mahasiswa pada waktu TH dibuka ada 22 orang. Kemudian bertambah menjadi 28 orang, yang terdiri atas 22 orang Belanda, 2 di antaranya perempuan; 2 orang Indonesia, dan 4 orang Tionghoa; semuanya lulusan HBS. Di samping itu, tercatat 5 mahasiswa luar biasa; 3 orang untuk ilmu pasti dan 2 orang untuk fisika.
Selama tahun pertama, seorang mahasiswa Belanda dan seorang mahasiswa Indonesia mengundurkan diri, sedangkan seorang mahasiswi terpaksa menghentikan studinya karena sakit. Dengan demikian, ada 25 mahasiswa yang melanjutkan studi. Setelah tiga tahun berjalan, mahasiswa Indonesia yang tinggal seorang menghentikan studinya.
Baca juga: Insinyur Teknik Sipil Pertama Indonesia Lulusan Belanda
Empat tahun kemudian, pada 1 Juli 1924, berlangsung wisuda 12 orang insinyur pertama, seorang di antaranya perempuan. Dalam pidato sambutan, Ir. M. H. Damme, ketua Groep Indie van het Koninklijk Instituut van Ingenieurs merangkap anggota Dewan Pengawas, mengatakan: "Seorang insinyur jangan hanya bergerak di dalam bidang keteknikan yang sempit; ia harus juga mengarahkan perhatiannya kepada persoalan sosial-ekonomi yang langsung berhubungan dengan masalah keteknikan. Pendidikan insinyur dewasa ini menjadi begitu luas, sehingga para lulusannya harus mampu menghadapi soal yang lebih umum."
Baru pada wisuda ketiga bertepatan dengan dies natalis keenam, pada 3 Juli 1926, untuk pertama kali TH Bandung menghasilkan empat insinyur bumiputra, yaitu Sukarno (kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia), M. Anwari (swasta), J.A.H. Ondang (swasta), dan M. Soetedjo (kemudian menjadi guru besar ITB).
TH Bandung ditutup pada 1942 ketika Belanda dikalahkan Jepang. Pemerintah militer Jepang kemudian mendirikan Bandung Koo Gyoo Dai Gaku pada 1944. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Bandung Koo Gyoo Dai Gaku diambil alih dan diubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung yang dipimpin oleh Prof. Ir. Roosseno.
Tak lama berjalan, STT Bandung mengungsi ke Yogyakarta karena terjadi perang kemerdekaan melawan Sekutu dan Belanda. STT Bandung dibuka kembali di Yogyakarta pada 17 Februari 1946. Pemrakarsanya adalah Ir. Wreksodiningrat, insinyur teknik sipil pertama Indonesia lulusan TH Delft, Belanda. Dia menggantikan Roosseno sebagai pemimpin STT Bandung pada 1 Maret 1947. STT Bandung diubah menjadi STT Jogjakarta, yang kemudian menjadi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Baca juga: Jasa Sang Insinyur Teknik Sipil Pertama Indonesia
Sementara itu, NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) mendirikan Nood Universiteit (Universitas Darurat) di Jakarta, yang kemudian berubah menjadi Universiteit van Indonesie.
Menurut Rahardjo Darmanto Djojodibroto dalam Tradisi Kehidupan Akademik, setelah pengakuan kedaulatan, Universiteit van Indonesie diambil alih pemerintah Republik Indonesia Serikat. Universiteit van Indonesie digabungkan dengan Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia menjadi Universiteit Indonesia atau Universitas Indonesia (UI) pada 2 Februari 1950, tanggal ini ditetapkan sebagai dies natalis UI.
UI terdiri atas Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastra dan Filsafat di Jakarta, Fakultas Kedokteran Gigi di Surabaya, Fakultas Ekonomi di Makassar, Fakultas Teknik di Bandung, dan Fakultas Pertanian di Bogor.
Fakultas-fakultas itu kemudian dipisahkan dari induknya, UI. Fakultas Kedokteran Gigi di Surabaya menjadi Universitas Airlangga (1954), Fakultas Ekonomi di Makassar menjadi Universitas Hasanuddin (1956), Fakultas Teknik di Bandung menjadi Institut Teknologi Bandung (1959), dan Fakultas Pertanian di Bogor menjadi Institut Pertanian Bogor (1963).
Pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya ITB pada 2 Maret 1959. Dengan demikian, ITB punya dua peringatan: dies natalis ke-61 pada 2 Maret 2020, kemudian merayakan seratus tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia atau pendirian TH Bandung pada 3 Juli 2020.