PESAWAT British Overseas Airways yang mengangkut aktor terkenal Leslie Howard dan 12 penumpang lainnya dilaporkan hilang kontak. Sebelumnya, pesawat itu sempat mengabarkan telah diserang oleh pesawat musuh dalam perjalanan dari Lisbon ke Inggris. Demikian berita surat kabar The New York Times, 3 Juni 1943.
Kabar kecelakaan pesawat yang dialami aktor dan sutradara berkebangsaan Inggris, Leslie Howard, mengejutkan publik. Pesawat komersial rute Lisbon-London itu ditembak jauh di atas Teluk Biscay. Insiden ini semakin menuai sorotan karena melibatkan Angkatan Udara Jerman.
“Pertama, pertanyaan-pertanyaan bernada marah diajukan di Parlemen Inggris tentang bahaya terbang di siang hari pada rute Lisbon. Kemudian laporan-laporan mulai beredar yang menunjukkan beberapa misteri tentang insiden tersebut,” tulis Ian Colvin, wartawan Inggris yang menginvestigasi kecelakaan pesawat itu, dalam Flight 777: The Mystery of Leslie Howard.
Baca juga:
Saat Pesawat Sipil Dihantam Misil
Penyebab kecelakaan pesawat itu dikaitkan dengan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dan aksi spionase Inggris di masa Perang Dunia II.
Dan Mills dalam “The Last Flight of the Bulldog: Winston Churchill and the Bay of Biscay Mystery, June 1943” yang termuat di Assassinations Anthology menyebut bahwa sebagai Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill banyak melakukan perjalanan ke luar negeri untuk bertemu tentara dan komandan Sekutu pada masa Perang Dunia II.
“Selama lima tahun perang, Churchill melakukan perjalanan tidak kurang dari dua puluh lima kali ke luar negeri dan menghabiskan tidak kurang 365 hari (satu tahun penuh) untuk bepergian. Hal ini menimbulkan kecaman dari sejumlah kalangan yang menganggap kegiatan ini berbahaya karena dilakukan di tengah perang,” sebut Dan Mills.
Aktivitas Churchill itu diketahui Abwehr (dinas intelijen militer Jerman) yang mengerahkan mata-matanya. Di sisi lain, Inggris menyadari bahwa Jerman akan melakukan berbagai cara untuk memenangkan perang, serta menghabisi para pemimpin negara yang menjadi musuhnya, termasuk Churchill.
Dibayangi ancaman pembunuhan, Inggris kemudian merekrut sejumlah orang yang mirip dengan Churchill untuk menjadi kembarannya. Beberapa kembaran efektif mengelabui musuh. Mereka umumnya ditugaskan tampil di muka umum baik di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu kembaran adalah Alfred Treager Chenhalls, pria berusia 40-an yang mirip luar biasa dengan Churchill. Tak hanya mirip secara fisik, Chenhalls juga perokok cerutu aktif seperti Churchill.
Baca juga:
“Chenhalls dipekerjakan oleh Dinas Intelijen Khusus (SIS) untuk membantu dalam upaya mengelabui pihak musuh. Ia secara teratur tampil sebagai Churchill di berbagai acara dan di berbagai lokasi untuk mengecoh orang-orang, bahkan ia pernah ditugaskan bertemu dengan para pejabat tanpa ada yang tahu identitas aslinya. Ketika ia tampil sebagai Churchill, Churchill yang asli sering kali secara diam-diam bepergian atau beristirahat,” jelas Dan Mills.
Siasat ini rupanya tak banyak diketahui oleh Jerman. Hal ini terlihat pada Juni 1943, Abwehr yang menyebar banyak spion di Lisbon, Portugal, meyakini Churchill hendak terbang pulang dari Afrika Utara usai bertemu Jenderal Dwight D. Eisenhower. Dalam The Hinge of Fate, Churchill mengisahkan perjalanannya ke Washington, Amerika Serikat pada Mei 1943, dan bagaimana ia melanjutkan perjalanan ke Aljir, Aljazair untuk mensurvei medan operasi di Mediterania.
“Anthony Eden (Menteri Luar Negeri Inggris di Masa Perang Dunia II, red.) dan saya terbang pulang bersama dari Gibraltar. Karena kehadiran saya di Afrika Utara telah diberitakan secara luas, Jerman sangat waspada dan hal ini menyebabkan tragedi yang membuat saya sangat terpukul […] pesawat komersial reguler hendak lepas landas dari lapangan terbang Lisbon ketika seorang pria bertubuh tambun yang sedang mengisap cerutu berjalan mendekat dan dikira sebagai penumpang pesawat tersebut. Oleh karena itu, para agen Jerman memberi isyarat bahwa saya ada di dalam pesawat itu. Meskipun pesawat penumpang komersial ini terbang tanpa gangguan selama berbulan-bulan antara Portugal dan Inggris dan hanya mengangkut penumpang sipil, sebuah pesawat perang Jerman justru menembak jatuh pesawat tersebut,” kata Churchill.
Insiden nahas itu menewaskan 13 penumpang dan empat awak pesawat British Overseas Airways Flight 777. Puing-puing pesawat serta mayat para penumpang dan awak kabin tidak pernah ditemukan.
Setelah insiden itu kemungkinan besar Jerman menganggap telah berhasil membunuh Churchill. Ternyata yang tewas bukan Churchill melainkan kembarannya, Chenhalls yang tengah mendampingi Leslie Howard melakukan tur propaganda ke Spanyol dan Portugal atas nama British Council.
Tak butuh waktu lama insiden Flight 777 ramai diberitakan berbagai surat kabar. Tak hanya menyoroti kematian aktor Leslie Howard, tetapi juga apa yang sesungguhnya terjadi di balik penyerangan pesawat itu. Menurut Barry Norman dalam The Movie Greats, Jerman memberikan sejumlah alasan yang kontradiktif terkait serangan tersebut.
Baca juga:
Kecelakaan Pesawat Garuda di Mumbai India
“Pertama, mereka mengatakan bahwa Flight 777 adalah pesawat bersenjata, kemudian pesawat itu adalah pesawat tempur, lalu pesawat itu dikawal oleh pesawat pengebom, dan akhirnya mereka mengatakan bahwa semua itu adalah kesalahan dari para pilot yang tidak mendapat pengarahan,” tulis Norman.
Tak ada satupun alasan yang masuk akal karena pesawat tersebut merupakan pesawat komersial yang mengangkut penumpang sipil. Selain itu, pesawat yang lepas landas di siang hari itu berangkat dari wilayah Portugal, yang pada masa Perang Dunia II merupakan negara netral. Meski begitu, menurut Dan Mills, walau menjadi negara netral, Portugal yang terletak tidak jauh dari Afrika Utara serta berada dekat dengan medan pertempuran perang wilayah Eropa, juga menjadi sarang aktivitas misi diplomatik Sekutu dan Blok Poros.
Dalam insiden Flight 777 ini, satu hal yang pasti yakni sulit membayangkan Churchill, yang menjadi salah satu target utama Jerman, menggunakan pesawat komersial dalam lawatannya ke luar negeri. “Kebrutalan Jerman hanya diimbangi dengan kebodohan agen-agen mereka,” kata Churchill. “Sulit untuk memahami bagaimana seseorang dapat membayangkan bahwa dengan semua sumber daya Britania Raya yang saya miliki, saya justru memilih untuk menaiki pesawat tak bersenjata dan tanpa pengawalan dari Lisbon dan terbang pulang ke rumah pada siang bolong.”*