Saat Pesawat Sipil Dihantam Misil
Hancurnya pesawat Ukraina PS752 oleh dua misil Iran menambah panjang daftar pesawat sipil yang dihajar misil. Pesawat sipil Iran pernah mengalami hal serupa.
SETELAH pesawat Boeing 777-200ER Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17 ditembak jatuh oleh misil/rudal BUK buatan Rusia pada 17 Juli 2014, pesawat Boeing 737 Ukraine International Airline menyusul pada 8 Januari 2020. Pesawat dengan nomor penerbangan PS752 itu dihantam dua misil milik militer Iran.
Kedua pesawat menambah panjang daftar pesawat sipil yang celaka dihantam (misil) militer. Iran sendiri pernah mengalaminya 32 tahun silam, menimpa pesawat Airbus A300 Iran Air nomor penerbangan 655 dengan tujuan Tehran-Dubai.
Peristiwa itu terjadi tak lama setelah pesawat mengudara dari Bandara Internasional Bandar Abbas, Iran pada pukul 10.17 waktu setempat usai transit. Lantaran situasi di kawasan itu sedang berbahaya akibat Perang Iran-Irak, pilot Kapten Mohsen Reaian, dengan pengalaman 7000 jam terbang, terus melakukan komunikasi dengan menara pengawas. Mohsen diperintahkan untuk menerbangkan pesawat ke ketinggian 14.000 kaki kemudian turun menuju Dubai, dan diperintahkan untuk terus menghidupkan transpondernya serta terus menerbangkan pesawat di atas Teluk Persia.
Di pagi itu pula kapal penjelajah Amerika Serikat (AS) USS Vincennes masih berada di Selat Hormuz, Iran setelah melakukan tugas pengawalan kapal-kapal sipil. Pengawalan itu dilakukan karena sejak 1984 kapal-kapal sipil di Teluk Persia mulai menjadi sasaran serangan militer Iran. Upaya itu diambil Tehran untuk menghancurkan suplai logistik lawannya, Irak, maupun negara-negara yang menyokong Irak. Penyerangan meningkat dan intensif setelah Iran menguasai Semenanjung Faw, tepat di seberang Pulau Bubiyan, Kuwait pada Februari 1986. “Tiga kapal tanker berbendera Kuwait dan sepuluh kapal berbendera negara lain yang menuju negara itu diserang pada 1986,” tulis Lee Allen Zatarain dalam America’s First Clash with Iran: The Tanker War, 1987-88.
Selain kapal-kapal kargo yang mengangkut persenjataan Rusia ke Irak, kapal-kapal tanker Kuwait menjadi yang paling sering ditarget militer Iran. “Frustrasi atas dukungan Kuwait terhadap Irak, dan menuntut agar Emir (Kuwait, red.) ‘bertaubat’ dengan mengakhiri dukungannya, Iran berganti-ganti antara mengancam dan mengisyarakatkan perdamaian,” sambung Zatarain.
Aksi Iran tersebut membuat Irak melakukan hal yang sama sebagai pembalasan. Setelah Presiden Saddam Husein memutuskan untuk menghancurkan kapal-kapal tanker Iran, satu-satunya medium ekspor minyak Iran, pesawat-pesawat AU Irak rutin berpatroli di Teluk Persia untuk mencari kapal-kapal tanker Iran.
Suasana panas itu dirasa membahayakan kepentingan AS, yang saat itu tengah mengkampanyekan “Kemerdekaan Navigasi”. Middle East Force militer AS lalu menyiasatinya dengan mengeluarkan aturan bernama Rules of Engagement (RoE). Isinya antara lain, kapal-kapal perang AS dilarang melakukan tembakan pertama. Tembakan pertahanan diri diperbolehkan setelah target membahayakan tak merespon permintaan identifikasi diri dan peringatan yang dikirimkan.
Baca juga: Main Mata Iran dan Amerika dalam Iran/Contra
Dengan panduan RoE itulah para komandan kapal-kapal perang AS kerap terlibat dalam tembak-menembak dengan kapal-kapal perang AL Iran baik yang berukuran besar maupun kecil. Pada Februari 1988, kedua angkatan laut terlibat dalam pertempuran laut hebat. Akibatnya, tulis Jack Lewis dalam Worst Plane Crashes in History, “Pada 29 April 1988, AS memperluas cakupan perlindungan angkatan lautnya ke semua pelayaran netral yang bersahabat di Teluk Persia di luar zona ekslusif.” Di areal itulah USS Vincennes ditempatkan pada Juni 1988 untuk menutup celah yang tak mampu dikerjakan oleh pesawat-pesawat AWACS AS.
Ketika sedang berada di Teluk Persia yang masuk perairan Oman pada 3 Juli pagi, USS Vincennes menerima kabar dari helikopternya bahwa kapal-kapal patroli Iran telah menembakinya. “Pada 3 Juli, kapal serang cepat Iran keluar untuk menyerang kapal kargo di Teluk (Persia) tak jauh dari surface action group AL AS. Dua kapal tanker mengirimkan panggilan darurat, dan salah satu kapal Iran menembaki helikopter AS,” tulis Kenneth Pollack dalam The Persian Puzzle: The Conflict Between Iran and America.
Komandan USS Vincennes Kapten William C Rogers lalu menggerakkan kapalnya mendekati lawan. “Mereka semua melanggar perairan Oman dan pergi setelah dihadapi dan diperintahkan untuk pergi oleh kapal perang AL Kerajaan Oman,” tulis Lewis.
Semua kapal yang terlibat konflik itu lalu memasuki Teluk Persia yang masuk ke dalam perairan teritorial Iran. Setelah memperoleh izin menembak untuk pertahanan diri pada pukul 9.39, USS Vincennes mulai melepaskan tembakannya. Meski jauh lebih superior, Vincennes tak mudah menghantam lawannya karena banyaknya kapal Iran yang mayoritas merupakan speedboat bersenjata dengan kecepatan jauh lebih tinggi dari Vincennes.
Saat pertempuran tengah sengit itulah Andrew Anderson, petugas di Aegis Combat System Vincennes, melihat sebuah titik yang bergerak mendekati Vincennes di layar radar. NOTAM (Notice to Airmen) pun dikeluarkan awak Vincennes untuk mengidentifikasi titik itu. Bukan hanya oleh awak Vincennes, kontak juga dilakukan awak USS Sides dan USS Montgomery, dua kapal AL AS lain yang berada tak jauh dari Vincennes.
Dengan inisiatif sendiri, Kapten Rogers lalu mengarahkan kapalnya ke timur laut untuk bergabung dengan USS Montgomery. Dia memberi tahu Kapten Richard McKenna, kepala Surface Warfare for the Commander of the Joint Task Force, akan menembak pesawat yang dianggapnya sebagai jet tempur Iran F-14 Tomcat itu. “Kapten Richard McKenna yang marah, memerintahkan Rogers kembali ke Abu Musa, tetapi pilot helikopter Vincennes Letnan Mark Collier, mengikuti speedboat Iran ketika mereka mundur ke utara, akhirnya menembaki,” tulis Lewis.
Sementara, kontak terhadap pesawat yang bergerak ke arah Vincennes terus diupayakan awak Vincennes dan Sides. Namun, tak satupun panggilan itu mendapat jawaban. Bersamaan dengan itu, pesawat patroli maritim militer Iran P-3 Orion terbang tak jauh dari Iran Air 655. Pilot Mohsen tak menanggapi panggilan Vincennes dan Sides kemungkinan karena menggangap panggilan itu ditujukan ke pesawat Orion.
Lantaran 10 kontak –7 via frekuensi militer dan 3 frekuensi sipil – dari Vincennes dan Sides tak berbalas, Kapten Rogers lalu menyimpulkan pesawat yang mendekati kapalnya merupakan jet tempur F-14 Tomcat milik AU Iran. “Pukul 10.24, dengan jet sipil berjarak 11 mil laut (20km) darinya, Vincennes menembakkan dua rudal darat-ke-udara SM2MR, yang salah satunya menghantam pesawat. Setelah penembakan, kru Vincennes menyadari bahwa pesawat itu merupakan pesawat sipil.”
Tak satu pun dari 290 orang –274 penumpang dan 16 awak– di dalam Iran Air 655 yang berada di ketinggian 12 ribu kaki itu selamat. Presiden Ronald Reagan menyatakan penyesalannya atas hilangnya nyawa akibat penembakan itu, Namun, Reagan menyatakan AL AS tak bersalah dalam peristiwa itu. Di PBB, Wapres George HW Bush menyatakan penembagakan itu semata insiden di masa perang. Dalam kampanyenya untuk pemilihan presiden pada 2 Agustus, Bush menyatakan, “Saya tak akan pernah meminta maaf. Saya tak peduli apapun faktanya.”
Menlu Iran Ali Akbar Velayati pertengahan bulan itu juga langsung meminta Dewan Keamanan PBB mengutuk AS. Pada 1989, pemerintah Iran membawa kasus tersebut ke International Court of Justice di Den Haag. “Pemerintah Iran berpendapat AS sengaja menembak jatuh pesawat itu sebagai bagian dari upaya untuk membantu Saddam Hussein dalam Perang Irak dengan Iran. Rakyat Iran menyimpulkan penembakan Iran Air flight 655 merupakan peringatan perang total,” tulis buku yang dieditori Reese Erlich dan Robert Scheer, Iran Agenda: The Real Story of US Policy and the Middle East Crisis.
Setelah keputusan dari Den Haag keluar pada Februari 1996, AS setuju membayar 61,8 juta dolar –jauh lebih kecil dari tuntutan AS pada Libya atas penembakan pesawat PanAm di Lockerbie, Skotlandia yang mencapai 2,7 milyar dolar– sebagai uang kompensasi. AS tetap menolak pertanggungjawaban secara hukum karena menganggap peristiwa itu murni kecelakaan.
Iran tak menerima pendirian AS. “Terlepas dari kesalahan yang dilakukan oleh kru, AS secara hukum bertanggung jawab atas tindakan kapal perangnya berdasarkan hukum internasional. Iran menunjukkan bahwa di masa lalu ‘AS dengan tegas mengutuk penembakan pesawat, baik sipil atau militer, oleh angkatan bersenjata negara lain.’ Iran juga mencatat bahwa ketika Irak menyerang USS Stark, AS mendapati Irak bertanggung jawab penuh dengan alasan bahwa pilot Irak ‘tahu atau seharusnya tahu’ bahwa ia sedang menyerang kapal perang AS,” kata Lewis.
“Insiden itu membayangi hubungan Iran-Amerika selama bertahun-tahun.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar