Masuk Daftar
My Getplus

Teka-Teki Silsilah Presiden Soeharto

Kasus pemuatan silsilah Presiden Soeharto berujung ke meja hijau. Masa lalu presiden kedua itu pun tetap menjadi teka-teki.

Oleh: Fandy Hutari | 17 Apr 2018
Sejumlah saksi dari Kemusuk dihadirkan untuk membuktikan silsilah Presiden Soeharto. Foto: Memoar Probosutedjo: Saya dan Mas Harto.

SAAT kampanye Pilpres 2014, tabloid Obor Rakyat menyebar kabar bohong perihal silsilah Joko Widodo. Di dalam tabloid itu, disebut Jokowi merupakan anak seorang Tionghoa bernama Oey Hong Liong, aktivis PKI.

Drama Obor Rakyat berakhir di meja hijau. Dua pesakitannya, Setiyardi Budiono selaku pemimpin redaksi dan Darmawan Sepriyossa sebagai redaktur dijatuhi hukuman 8 bulan kurungan pada November 2016. Mereka dianggap mencemarkan nama baik dan menghina Jokowi.

Pada 1974, kasus serupa menimpa Rey Hanityo, pemimpin redaksi majalah POP. Majalah POP, tahun II, nomor 17, Oktober 1974, memuat artikel berjudul “Teka Teki Sekitar Garis Silsilah Suharto”, yang mengisahkan Soeharto keturunan kesultanan Yogyakarta, dari garis Sultan Hamengku Buwono II.

Advertising
Advertising

Artikel tersebut juga menerangkan, ketika Soeharto masih kanak-kanak, dia dititipkan oleh ayahnya, Raden Rio Padmodipuro, kepada petugas pengairan desa di Desa Kemusuk, Kartoredjo.

Reaksi Soeharto

Merasa tersudut, Soeharto memerintahkan orang kepercayaannya, G. Dwipayana, untuk membantah tulisan di POP, dan memuat bantahan tersebut di majalah dan suratkabar harian terbitan Jakarta.

Soeharto kemudian mengumpulkan wartawan di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 28 Oktober 1974.

“Di depan wartawan luar dan dalam negeri, saya beberkan, saya bukan seseorang dari kalangan ningrat. Saya hadapkan dalam pertemuan dengan wartawan-wartawan itu beberapa orang tua, saksi-saksi yang masih hidup, yang mengetahui benar silsilah saya,” kata Soeharto dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Soeharto mengatakan, ingatan soal silsilah keluarganya dikisahkan oleh Mbah Kromodiryo, seorang dukun beranak yang menolong ibunya melahirkan. Berdasarkan penuturan Mbah Kromo itu, Soeharto mengatakan ia lahir pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta. Ibunya bernama Soekirah. Ayahnya bernama Kertosudiro, seorang petugas desa pengatur air.

“Beliau yang memberi nama Soeharto kepada saya,” kata Soeharto. “Saya adalah anak ketiga. Dari istri yang pertama beliau mempunyai dua anak.”

Soekirah dan Kertosudiro kemudian bercerai. Soekirah menikah lagi dengan Atmopawiro. Dari pernikahan ini, ia memiliki tujuh anak –salah satunya Probosutedjo. Kertosudiro pun kawin lagi dan mendapatkan empat anak.

“Tak terkira sebelumnya, bahwa pada suatu waktu di hari tua saya, saya mesti menjelaskan silsilah saya karena ada yang menulis yang bukan-bukan di bulan Oktober 1974 di sebuah majalah,” ujar Soeharto.

Para pembantu presiden pun memberikan reaksi. Dilansir Kompas, 26 Oktober 1974, Menteri Penerangan Mashuri memberi peringatan keras kepada majalah POP untuk menghentikan penulisan artikel selanjutnya. Menteri juga meminta redaksi menarik kembali tulisan yang sudah dimuat  disertai permintaan maaf kepada presiden.

Sebenarnya POP ingin membuat artikel bagian kedua di edisi selanjutnya. Tapi, majalah yang terbit kali pertama pada Agustus 1973 itu harus menemui ajal. Tak ada lagi edisi selanjutnya.

Dituduh Subversif

Kasus ini akhirnya dibawa ke pengadilan. Kejaksaan Agung menahan orang-orang dari POP, yang disangkakan mempublikasi silsilah Soeharto itu. Namun kemudian yang ditahan hanya pemimpin redaksi-cum-penanggung jawab POP, Rey Hanityo.

“Tulisan itu dianggap sebagai penghinaan, menyerang nama baik dan kewibawaan kepala negara. Kejaksaan tinggi melakukan penahanan, yang diperiksa hanya penanggung jawabnya. Wartawan tidak. Hal ini sesuai dengan UU Pokok Pers. Juga pemimpin umumnya, yakni Al. Sugianto tidak diperiksa kejaksaan sebab orang tersebut masuk wewenang pengadilan militer,” kata Jaksa Agung Ali Said kepada Kompas, 30 Oktober 1974.

Aloysius Sugianto, nama lengkapnya, yang disebut Ali Said adalah seorang kolonel dan anggota Operasi Khusus (Opsus), sebuah unit intelijen yang dibikin dan diketuai Mayor Jenderal Ali Moertopo.

Rey menjadi terdakwa satu-satunya dalam kasus ini. Sementara para saksi terdiri dari enam orang, yakni lima staf redaksi POP, dan seorang wartawan bernama Lisa Purwati Sulistyo, yang ditugaskan mengumpulan sumber-sumber menyoal silsilah Soeharto. Anehnya, saksi dari luar, yakni orang-orang Yogyakarta yang disebutkan dalam POP, tak diikutkan. Alasannya, mereka sudah memberi keterangan.

Perkara ini disidangkan pada minggu kedua, Januari 1975. Rey dituntut enam tahun kurungan. Dia akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun potong tahanan.

Pemenjaraan Rey tak serta-merta membuat teka-teki silsilah Soeharto menjadi terang. Riwayat Soeharto pernah diungkap sedikit di dalam buku memoar Sumitro Djojohadikusumo, Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, terbit tahun 2000. Saat momen lamaran antara Prabowo Subiyanto dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto), Soeharto berkisah masa kecilnya.

Sewaktu berusia sepuluh tahun, Soeharto jadi rebutan orang tua angkatnya dengan ayah kandungnya yang berasal dari lingkungan keraton. Karena itulah Soeharto dipindahkan ke Wonosari dan kemudian tinggal bersama keluarga Sudwikatmono.

Bagi Sumitro, apa yang diceritakan Soeharto ini cukup ganjil. Sebab, Soeharto pernah memarahi eksponen Opsus, Sugianto, karena memuat silsilah keluarga Soeharto di majalah miliknya, yang menyebutkan Soeharto memiliki darah biru.

Baca juga: 

Menelanjangi Silsilah Pribadi Presiden Soeharto
Menengok Kisah Masa Kecil Sukarno dan Soeharto

TAG

Soeharto

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Kapolri Hoegeng Iman Santoso Kena Peremajaan Insiden Mobil Kepresidenan Soeharto Perdebatan Gelar Pahlawan untuk Presiden Soeharto TAP MPR Dicabut, Sejarah Makin Berkabut Pencabutan TAP MPR Membuka Lagi Wacana Gelar Pahlawan Soeharto, Begini Kata Sejarawan Merehabilitasi Soeharto dari Citra Presiden Korup Nawaksara Ditolak, Terbit TAP MPRS XXXIII/1967 Eks KNIL Tajir Soeharto Berkuasa seperti Raja Jawa Ali Moertopo “Penjilat” Soeharto