Masuk Daftar
My Getplus

Pers Berbahasa Arab Penyebar Kemerdekaan Indonesia

Didirikan oleh dua bersaudara, Arabian Press Board mengabarkan kemerdekaan Indonesia ke Timur Tengah.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 02 Des 2018
Kantor Arabian Press Board (APB) di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. (Nabiel Karim Hayaze/Menara Center).

SEBUAH lahan kosong tertutup pagar seng di Gang Tengah, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Di lahan ini dulu berdiri sebuah rumah. Aneka macam cerita keluar dari rumah itu. Pernah menjadi markas pemuda pro-Republik, anggota BKR, dan gudang senjata pada masa Jepang sampai awal kemerdekaan Indonesia.

Tapi cerita berikut ini bukan tentang tiga hal itu. Ini cerita tentang peran kantor berita Arabian Press Board (APB). Dari rumah itulah APB turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sejak 2 September 1945. Tapi peran APB tak selalu terang. Perlu penambahan data untuk memperjelasnya dan memperkuatnya.

“Terkait peran pers APB dalam kemerdekaan, sangat menarik untuk penggalian sumber lagi,” ungkap sejarawan Rusdhy Hosein dalam diskusi “Diplomasi Pers Asad Shahab dalam Kemerdekaan Indonesia” di FISIP Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa, 28 November 2018.

Advertising
Advertising

Baca juga: Asad Shahab, jurnalis Arab pro-Republik

Penggagas APB adalah dua bersaudara orang Indonesia keturunan Arab, Mohammad Dzya Shahab dan Mohammad Asad Shahab. Mereka memandang pendirian kantor berita cukup penting bagi kemerdekaan Indonesia. Menurut mereka, keadaan Indonesia setelah Proklamasi kemerdekaan harus disiarkan ke mancanegara.

Ada dua kantor berita di Indonesia yang juga turut berperan dalam menyebarkan keadaan Indonesia merdeka : Antara dan Domei.

Memberdayakan Jejaring

Antara dan Domei mempunyai kelemahan. Antara hanya mampu menyiarkan berita itu di dalam negeri, sedangkan Domei masih berada dalam kendali Jepang. Ruang kosong penyiaran ke luar negeri diambil oleh APB. Demikian menurut A.M. Shahab dalam Sang Penyebar Berita Proklamasi: Perjuangan M. Asad Shahab & Arabian Press board.

Dzya dan Asad menyasar negara-negara di Timur Tengah sebagai ruang penyebaran berita tentang Indonesia. Mereka memiliki jaringan kuat di Timur Tengah. Mereka kenal dengan tokoh pers tempatan dan pelajar Indonesia di sana.

Karena itu, menurut Solichin Salam dalam APB Arabian Press Board: Sejarah dan Perjuangannya, langkah awal APB untuk mengabarkan keadaan Indonesia setelah kemerdekaan adalah mengontak semua jejaring mereka di Timur Tengah.

Alasan lain pemilihan lapangan bergerak APB di Timur Tengah adalah ikatan erat antara Indonesia dan Timur Tengah. Dua wilayah ini terikat oleh agama Islam dan jejaring pendidikan selama ratusan tahun. Tetapi pada kurun awal kemerdekaan Indonesia, banyak warga Timur Tengah belum tahu kelahiran negara merdeka baru bernama Indonesia.

“Bagi orang-orang Mesir umumnya hanya tahu tentang bangsa-bangsa Timur Jauh, seperti India dan Cina. Sebagian kelompok intelektual mengetahui tentang jajahan Belanda, juga para mahasiswa Mesir yang kenal dengan orang Indonesia yang bersekolah di sana. Sedang para haji —yang karena pernah pergi ke Mekkah—menjadi tahu tentang Jawa,” catat A.R. Baswedan dalam “Catatan dan Kenangan”, termuat di Seratus Tahun Haji Agus Salim.

Baca juga: AR Baswedan, Pahlawan Nasional, yang merajut keindonesiaan

A.R. Baswedan bersama Haji Agus Salim, Nazir St. Pamoentjak, dan Rasjidi merupakan anggota delegasi Indonesia di Mesir pada April 1947. Mereka bertugas mencari dukungan dan pengakuan dari Mesir dan negara Timur Tengah atas Proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Mereka juga berupaya meyakinkan pemerintah negara-negara di Timur Tengah bahwa Republik Indonesia bukanlah bentukan Jepang. Sebab kabar yang santer tersebar menyebutkan bahwa Republik Indonesia adalah negara bentukan Jepang.

Alasan pemerintah Indonesia mencari dukungan dan pengakuan dari negara-negara Timur Tengah mirip dengan alasan APB bergerak di sana. Orang Indonesia memiliki kesamaan agama dan telah menjalin hubungan ratusan tahun dengan orang-orang di Timur Tengah. Dua hal ini menjadi modal penting untuk memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara-negara di Timur Tengah.

Baca juga: Mesir dan pengakuan kemerdekaan Indonesia

Sasaran pertama para diplomat Indonesia adalah Mesir. Suranta Abdul Rahman dalam “Diplomasi RI di Mesir dan Negara-Negara Arab pada Tahun 1947” termuat di Jurnal Wacana Vol. 9 No. 2 Tahun 2007, menyebut Mesir adalah pemimpin Liga Arab.

Liga Arab memiliki tujuan membantu negara-negara mayoritas muslim mencapai kemerdekaan. Dengan demikian, Mesir merupakan pintu bagi Indonesia untuk memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara Timur Tengah lainnya.

Baca juga: Abdul Mun'im, utusan Mesir terdampar di Singapura

Bukti dukungan Liga Arab pada negara mayoritas muslim terjajah tampak dalam kunjungan Abdul Mun’im, utusan Liga Arab, ke Yogyakarta pada awal 1947. Kedatangan Mun’im ke Yogyakarta beralas pada sidang keputusan Liga Arab di Kairo, Mesir, pada November 1946. Liga Arab menganjurkan anggotanya mengakui kedaulatan Republik Indonesia.

Menembus Blokade

Belanda menyadari ikatan erat agama dan historis antara Indonesia dengan Timur Tengah. Mereka berusaha memblokade segala macam bentuk komunikasi dan kontak antara Indonesia dan Timur Tengah. Blokade ini membuat kabar tentang Indonesia menjadi simpang-siur di Timur Tengah

Selain itu, Belanda juga mengirim sejumlah propagandis ke negara Timur Tengah untuk mempengaruhi pemerintahan di sana agar membatalkan dukungan kepada Indonesia. Pemimpin propagandis Belanda tersebut bernama Muhammad bin Abdullah Alamudi. “Dia bermaksud akan mempropagandakan Belanda dan membuat berita buruk tentang RI,” tulis Suranta.  

Dalam keadaan inilah, APB berperan menjernihkan kabar tentang Indonesia dan turut mencegah infiltrasi utusan Belanda ke Timur Tengah. APB juga giat mengabarkan kegiatan delegasi Indonesia selama berada di Timur Tengah.

“Masyarakat Arab dapat mengakses langsung informasi pergerakan dan perjuangan dari Indonesia berkat kantor berita The Arabian Press Board (APB),” tulis Suranta.

APB menerjemahkan berita-berita berbahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab, kemudian menjembarkannya ke jejaring mereka di Timur Tengah. Dari situlah, warga Timur Tengah memperoleh kabar terbaru tentang Indonesia dan gerakan mempertahankan kemerdekaan. Dukungan pun datang dari sejumlah organisasi masyarakat di Timur Tengah seperti Ikhwanul Muslimin.

Baca juga: Hoesein Bafagieh, guru menulis AR Baswedan

Asvi Warman Adam, sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menyorot cara APB menembus blokade informasi Belanda. “Buku A.M. Shahab menyebut keberhasilan APB. Tetapi bagaimana APB menembus blokade tersebut tak diterangkan secara detail. Barangkali menarik kalau ada tambahan dokumentasi terkait hal tersebut,” kata Asvi. Oleh sebab minim sumber, Asvi lebih banyak menerangkan peran golongan Arab dalam upaya pencapaian kemerdekaan Indonesia.  

Terkait pencegahan utusan Belanda ke negara Timur Tengah, Suranta mengulasnya secara terang. “APB menggalang semua surat kabar Arab untuk menyiarkan berita dengan judul ‘Rombongan Pengkhianat akan Mengunjungi Negara-Negara Arab’, ‘Propagandis Belanda’, dan ‘Pedagang Belanda’,” catat Suranta.

Pemimpin politik di Timur Tengah membaca berita-berita tersebut. Berkat informasi dari APB, sikap pemimpin politik di Timur Tengah tidak goyah terhadap kemerdekaan Indonesia.

Jasanya Terawat

Mulyadi, doktor Ilmu Politik FISIP UI, memperkuat pernyataan Suranta. Menurut Mulyadi, dukungan dan pengakuan dari negara Timur Tengah terhadap Indonesia tak lepas dari peran APB.

“Negara-negara tersebut memperoleh berita terpercaya dari orang-orang dan lembaga yang terpercaya pula, dimana hal itu telah dilakukan oleh Asad Shahab melalui kantor berita Arabian Press Board,” kata Mulyadi.

Mulyadi menambahkan, dari sudut pandang ilmu politik dan hubungan internasional, pengakuan dan dukungan dari negara lain terhadap Indonesia turut memperkuat posisi Indonesia. Salah satu cara untuk memperoleh pengakuan dan dukungan negara lain adalah melalui pemberitaan pers.

Baca juga: Ali Bakatsir, sastrawan nasionalis peranakan Arab

Inilah peran pers dan Asad Shahab yang luput dari amatan. Asad Shahab, melalui APB-nya, telah meninggalkan jejak perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Jejak itu tak melulu berupa perjuangan bersenjata dan diplomasi, melainkan juga catatan tinta para jurnalis.

Sekarang kantor APB sudah rata dengan tanah. Tetapi Mulyadi mengingatkan bahwa jejak APB dan jasa Shahab bersaudara tidak akan bisa dihapus dan ditelan zaman.  

TAG

Arab Pers

ARTIKEL TERKAIT

Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia Supersemar Supersamar Sisi Lain dan Anomali Alexander Brigjen M. Noor Nasution, Perwira TNI eks Pemain Sandiwara Mimpi Raja Faisal Memerdekakan Palestina dan Masjid Al-Aqsa Alamudi Mata-mata Belanda Peradaban Islam dalam Sehimpun Arsip Portiere Flamboyan Itu Bernama Walter Zenga Hukuman Bagi Pelaku Perselingkuhan Si Kulit Bundar di Saudi