Masuk Daftar
My Getplus

Iwan Fals Dituduh Menghina Ibu Negara

Iwan Fals diinterogasi gara-gara menyebut nama Soeharto saat menyanyikan lagu Mbak Tini. Dia dituduh menghina Ibu dan Kepala Negara.

Oleh: Randy Wirayudha | 13 Sep 2017
Iwan Fals, 1980-an.

Polisi menciduk Dodik Ikhwanto, pembuat meme yang menghina Ibu Negara Iriana Joko Widodo, di Palembang, Sumatra Selatan, Senin (11/9/2017). Pelaku memposting meme penghinaan itu lewat akun Instagramnya @warga_biasa tangal 7 September 2017. Dia mengakui motivasinya melakukan itu karena tidak suka dengan pemerintahan Joko Widodo.

Kasus serupa pernah menimpa musisi Iwan Fals ketika konser di Gedung Olahraga, Pekanbaru, Riau, April 1984, dalam rangka membantu anak-anak muda menggalang dana. Dia membawakan lagu Demokrasi Nasi dan Mbak Tini.

Lagu Demokrasi Nasi diciptakan Iwan ketika masih duduk di SMP di Bandung tahun 1975. Sebuah lagu yang berkisah tentang anak seorang menteri yang membuat onar, menembak sampai mati tapi tidak disanksi. “Sungguh tak sesuai dengan hukum di negeri ini, yang katanya demokrasi,” kata Iwan lewat lirik lagunya. Iwan sering menyanyikan lagu Demokrasi Nasi, namun tak ada reaksi. Tapi bagi aparat keamanan cukup menggelisahkan.

Advertising
Advertising

“Apalagi bila mereka mendengarkan lagu yang kedua, Mbak Tini. Sebenarnya, Mbak Tini hanya sebuah balada seorang sopir truk pada sebuah proyek pemerintah. Entah kenapa si sopir dipecat, lalu terpaksa cari uang lewat jalan serong, termasuk Mbak Tini, istrinya. Sampai di situ, sebagaimana kebanyakan lagu-lagu Iwan yang sukses, dua lagu itu memang berkisah tentang kesenjangan sosial,” tulis Tempo, 5 Mei 1984.

Namun, gara-gara lagu Mbak Tini, Iwan harus berurusan dengan aparat keamanan. Penyanyi yang kerap mengkritik rezim Orde Baru dengan lagu-lagunya itu dituduh menghina Ibu Negara Tien Soeharto dan Presiden Soeharto.

Dalam acara Kick Andy, 5 Februari 2010, Iwan mengungkapkan bahwa lagu Mbak Tini menceritakan perempuan mantan pekerja seks komersial (PSK) yang membuka warung kopi. Dia memiliki suami mantan preman bernama Soehardi yang bekerja sebagai sopir truk. Soehardi di-PHK dan kembali menjadi preman. Mereka bercerai dan Tini juga kembali menjadi PSK. “Waktu di panggung saya ubah Soehardi jadi Soeharto,” kata Iwan.

Akibatnya, Iwan dibawa ke Korem 031 dan diinterogasi selama 12 hari. Interogator bertanya mengapa Tini –mungkin plesetan dari nama Tien– dan Soehardi –mungkin plesetan dari Soeharto? “Saya juga bingung menjawabnya. Mungkin iya, mungkin tidak. Saya malah sibuk nangis saja karena yang bertanya seram-seram,” kata Iwan.

“Seperti dikatakan Iwan sendiri, setelah interogasi 12 hari itu, Danrem 031 Kolonel Sutjipto, tak menemukan bukti bahwa lagu itu mengganggu stabilitas nasional,” tulis Tempo, 5 Mei 1984.

Menurut Iwan, lagu Mbak Tini memang tidak menceritakan tentang Ibu dan Kepala Negara. “Akhirnya yang menginterogasi malah senang sama saya dan saya dikasih marga Siahaan,” kata Iwan sambil tertawa.

Setelah kejadian itu, Iwan merasa “terteror”. “Tepatnya teror dari diri sendiri. Prasangka dan ketakutan saya, ketakutan keluarga. Jadi, rasanya ada orang yang mengikuti, bisa ya bisa tidak. Soalnya saya tidak terpikir sama sekali karena saya nyanyi di Jakarta, Bandung, tidak ada apa-apa. Lagunya sama bahkan saya sebutkan nama (Soeharto, red). Tapi begitu di Pekanbaru, kok jadi masalah,” kata Iwan.

Kasus Iwan diteruskan ke markas Laksus (Pelaksana Tugas Khusus) di Jalan Kramat V, Jakarta Pusat. Dia wajib lapor selama dua bulan. Suatu kali ketika lapor, dia ketakutan melihat seseorang, kalau tak salah pemalsu uang, yang diinterogasi dengan cara jari kaki kelingkingnya diinjak kursi.

Ketika ditanya Andy Noya bahwa ada kesan Iwan benci Soeharto, dia menjawab dengan diplomatis. “Tidak. Saya justru mengaguminya, ‘kok bisa ya bertahan 30 tahun’. Tentunya ada alasan yang kuat dia bisa seperti itu,” kata Iwan.

Iwan terus terang berterima kasih dengan Orde Baru karena membuatnya melahirkan lagu-lagu fenomenal seperti Umar Bakri, Wakil Rakyat, Serdadu, Bento, Bongkar, Tikus Kantor, dan lain-lain. “Artinya, bukan saya mengiyakan apa yang terjadi di masa Orde Baru. Tapi, saya lahir di situ dalam suasana seperti itu dan saya merasa sendirian saat itu,” kata Iwan.

Lagu Demokrasi Nasi dan Mbak Tini tidak pernah direkam. “Saya juga sudah agak lupa syairnya,” kata Iwan.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill Tur di Kawasan Menteng Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Pieter Sambo Om Ferdy Sambo Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin