Agar Si Jago Merah Tak Lagi Marah

Sadar akan bahaya kebakaran, warga terpelajar Batavia berusaha membangun satuan Brandweer (pemadam) sejak lama.

Oleh: Petrik Matanasi | 18 Mar 2025
Agar Si Jago Merah Tak Lagi Marah
Para petugas damkar berjibaku memadamkan api yang melahap Pasar Poncol di Senen, Jakarta Pusat, 18 Maret 2025. (Akun Instagram Pemadam Jakarta, @humasjakfire)

BELAKANGAN ini, Pemadam Kebakaran (Damkar) naik daun. Kendati semua orang tahu tugas dinas berslogan “Pantang Pulang Sebelum Padam” itu memadamkan kebakaran, masyarakat lebih memilihnya untuk bermacam urusan lantaran ketidakpercayaan terhadap polisi begitu tinggi. Terlebih, beberapa tahun terakhir masyarakat mulai tahu Damkar bisa melakukan pertolongan di luar bidangnya, mulai dari urusan remeh seperti mengganti bohlam lampu, melepaskan cincin, atau mengatasi sarang tawon hingga urusan yang menyangkut keselamatan jiwa-raga seperti melepas besi yang menjerat tubuh ataupun menangkap ular.

Lantaran itulah baru-baru ini seorang perempuan asal Pekalongan yang menjadi korban penipuan mendatangi Damkar untuk mencurahkan isi hatinya. Putri, gadis itu, kecewa laporannya ke polisi sebelumnya tidak diindahkan dan dia malah ditawarkan membeli kue nastar buatan salah satu anggota di sana.

Damkar sendiri merupakan sebuah dinas yang berada di bawah pemerintah daerah. Setiap provinsi memiliki Damkar. Selain pemerintahan daerah, instansi-instansi pelabuhan, bandara, perusahaan industri umumnya juga memiliki satuan pemadam kebakaran sendiri.

Advertising
Advertising

Di Indonesia, eksistensi Damkar muncul seiring adanya perhatian untuk memadamkan kebakaran. Hal itu sudah ada sejak zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berkantor di Batavia (kini Jakarta). Dalam tulisannya di buku Archieven Van de Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) en de Locale Instellingen Te Batavia (Jakarta), “Pengurus Pusat VOC dan lembaga-lembaga pemerintahan kota Batavia (1619-1811)”, Hendrik E. Niemeijer, meyebut dalam rapat-rapat di Balaikota Batavia (kini Museum Fatahillah) di abad ke-18 lembaga bernama Schepencollage menaruh perhatian pada alat pemadam kebakaran dan masalah-masalah kota lainnya.

Pada abad ke-19, jauh setelah VOC bubar, Batavia sudah punya satuan pemadam kebakaran kendati masih bangak kekurangannya. Maka perbaikan satuan pemadam kebakaran jadi pembicaraan di koran-koran Hindia Belanda pada 1873. Perhatian tersebut tak lepas dari banyaknya kasus kebakaran yang terjadi.

Kebakaran menjadi bagian tak terpisahkan dari pemberitaan koran-koran kala itu. Bataviaasche Handelsblad edisi 24 September 1873, misalnya, memberitakan kebakaran di Kampung Noordwijk pada 13 September 1873 dan di Kampung Krekot pada 18 September 1873 yang semuanya terjadi karena cuaca panas dan kering di bulan itu.

Sebanyak 160 rumah hangus terbakar dan 30 rumah lainnya harus dirusak untuk memadamkan api dalam kebakaran itu. Koran Java Bode tanggal 13 September 1873 menyebut, untuk menghentikan laju api di antara bangunan yang terbuat dari kayu-bambu dan beratap genteng, maka menyiram dengan air saja tidak akan menyelesaikan masalah. Celah antara bangunan yang dirambat api dengan bangunan yang selamat harus dibuat. Maka Letnan. van den Berg dibantu beberapa orang Eropa mencoba menghentikan api dengan menghancurkan rumah bambu yang terletak tidak jauh dari situ.

“Tentu saja personel pemadam kebakaran menjalankan tugasnya dengan sangat baik, tetapi mereka tidak memiliki peralatan paling penting untuk menghentikan kebakaran di sebuah kampung,” catat seorang warga dalam surat pembaca di Java Bode, 13 September 1873.

Koran itu juga memberitakan adanya sentimen antar-warga dalam proses pemadaman. Ketika  ada beberapa orang Eropa datang untuk menawarkan bantuan memadamkan kebakaran, lanjut koran itu, orang-orang kampung pribumi tak menanggapinya. Sentimen itu terkait erat dengan segregasi (pengkotakan wilayah) antara orang pribumi dengan Eropa yang diterapkan penguasa Belanda sejak lama. Maka, warga pribumi pemilik rumah pun dianggap tak bisa bekerjasama dalam pemadaman api saat itu.

Terlepas dari adanya sentimen antarwarga itu, kebakaran pada 1873 membuat warga Batavia lebih waspada. Koran-koran banyak memberitakan bentuk kewaspadaan itu. Java-bode tanggal 19 September 1873 memuat bentuk kewaspadaan itu dengan mengatakan, jika perlu alat penyemprot, penanda, dan suar, juga diadakan. Bataviaasche Handelsblad lain lagi.

“Kami percaya bahwa kami harus merekomendasikan bahwa setiap desa harus memiliki pemadam kebakaran dan perlengkapan pemadam kebakaran, terutama kait pemadam kebakaran,” kata redaksi koran Bataviaasche Handelsblad edisi 18 September 1873.

Kala itu, mobil pemadam belum ada. Upaya pemadaman dilakukan dengan cara lama, yakni megambil air dari sungai atau sumur lalu setiap petugas dan warga bekerja bergiliran memadamkan api dengan air tersebut. Untuk memadamkan kebakaran yang agak jauh lokasinya, satuan pemadam harus menyewa kuda untuk bergerak.

Upaya membangun satuan pemadam kebakaran, yang era itu disebut Brandweer, lebih baik dan modern akhirnya dilakukan pada 1918 setelah kebakaran Kampung Kwitang pada September 1918. Pemerintah, menurut Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 23 Februari 1929, mendirikan satuan pemadam kebakaran di Batavia pada 1 Maret 1919. Komandan pertamanya adalah pensiunan Letnan Kolonel RMM de Wijs.

Dengan satuan pemadam baru tersebut, upaya pemadaman bisa lebih cepat setelah 1919. Jika terjadi kebakaran, pemberitahuan bisa dilakukan lewat panggilan telepon sehingga personel bisa lebih cepat bergerak.

Penggunaan telepon itu merupakan inovasi kebijakan yang diambil de Wijs. Mendapati ada sebuah pesawat telepon usang yang tak terpakai, dia memperbaikinya. Setelah pesawat itu benar, dia membuka layanan telepon kantor yang dipimpinnya.

Brandweer kota Batavia yang dipimpin de Wijs itu terus bertahan hingga melewati era demi era dan penguasa demi penguasa. Kini, setelah penguasanya Republik Indonesia, brandweer berganti nama jadi dinas pemadam kebakaran dan masih berfungsi sama. Namun belakangan, fungsinya melebar tak hanya sebatas memadamkan si jago merah.

TAG

kebakaran pemadaman kebakaran sejarah kota

ARTIKEL TERKAIT

Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Museum Gajah Bakal Merestorasi 817 Koleksi yang Rusak Insiden Kebakaran di Gedung A Museum Nasional Indonesia Lapor Kebakaran Berhadiah Uang Lima Kebakaran Hutan Terbesar di Australia Hukuman Bagi Perusak Hutan Para Penjaga Hutan Zaman Kuno Kebakaran Hutan Masa Majapahit Dari Dalam Kampung Kumuh Ibukota Kota NICA Jadi Kampung Harapan