Rumah Jengki dan Spirit Kebebasan

Gaya arsitektur jengki sempat populer di Indonesia setelah kemerdekaan. Dipopulerkan oleh para arsitek lokal, arsitektur jengki dianggap sebagai gejala awal munculnya arsitektur modern di Indonesia.

Oleh: Amanda Rachmadita | 18 Mar 2025
Rumah Jengki dan Spirit Kebebasan
Perumahan karyawan Bataafsche Petroleum Maatschappij di Kebayoran Baru, Jakarta. (F.H.J. Bal/Wikimedia Commons)

SEBUAH bangunan tak hanya menyajikan keindahan bentuk, tetapi juga menjadi representasi dari gagasan yang berkaitan dengan kondisi sosial-politik dan ekonomi. Misalnya, arsitektur Jengki yang menandai peralihan dari langgam arsitektur kolonial ke arsitektur Indonesia modern.

Istilah jengki biasanya dikaitkan dengan celana ketat yang pernah menjadi fashion item anak-anak muda. Namun, sebutan jengki tak hanya merujuk pada celana yang menjadi tren setelah dikenakan oleh grup musik The Beatles, tetapi juga mengacu pada gaya arsitektur yang berkembang dan menyebar pada medio 1950 hingga 1960-an.

Menurut Noor Zakiy Mubarrok dan Sidhi Pramudito dalam “The Changes of Facades in Jengki Building with Commercial Function in Yogyakarta,” termuat di ICSDEMS 2019: Proceedings of the International Conference on Sustainable Design, Engineering, Management and Sciences, kendati dianggap sebagai gaya khas Indonesia, beberapa literatur menyebut jengki merupakan modifikasi dan bukan tahap lanjutan dari gaya arsitektur sebelumnya, yakni arsitektur kolonial Belanda.

Advertising
Advertising

Sebagai gaya arsitektur, bangunan dengan gaya jengki lebih didominasi dengan tujuan fungsional yang berkaitan dengan iklim tropis. Contohnya, kemiringan atap yang agak curam dimaksudkan untuk memperlancar aliran air hujan, sementara bentukan segi lima yang memanjang ke atas pada dinding bertujuan sebagai peneduh sinar matahari. Kehadiran teras dimanfaatkan untuk mengurangi panasnya area dalam ruangan, dan roster sebagai partisi bermanfaat untuk mengatur sirkulasi udara serta memberikan kesejukan alami di dalam bangunan.

Baca juga: 

Sukarno Sebagai Seorang Arsitek

Terkait asal-usulnya, Kemas Ridwan Kurniawan dalam laporan penelitian, Identifikasi Tipologi dan Bentuk Arsitektur Jengki di Indonesia melalui Kajian Sejarah, menyebut kemunculan gaya arsitektur jengki berkaitan erat dengan kondisi sosial-politik Indonesia setelah kemerdekaan. Meski belum diketahui secara pasti siapa pencetus atau pembangun arsitektur jengki yang pertama, gaya arsitektur ini dipopulerkan oleh para ahli bangunan Indonesia yang sebagian besar lulusan STM dan Sekolah Teknik, serta aannemer-aannemer (kontraktor) yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda.

“Merekalah yang diperkirakan sebagai perintis arsitektur jengki di Indonesia. Sehingga arsitektur ini sering juga disebut sebagai arsitektur aannemer atau STM,” tulis Kurniawan.

Pada masa itu belum ada institusi pendidikan arsitektur di Indonesia yang menghasilkan sarjana arsitektur. Para arsitek lokal mendapatkan pengalaman dari bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda. Mereka bisa berpraktik sebagai arsitek setelah mendapatkan lisensi melalui ujian persamaan bidang bangunan yang diselenggarakan pemerintah Hindia Belanda pada 1930-an. Ketika banyak arsitek Belanda kembali ke negaranya setelah Indonesia merdeka, para arsitek lokal itulah yang menggantikan peran arsitek asing tersebut.

“Mereka hanya memeroleh pengetahuan tentang tipe dan bentuk bangunan, sedangkan pengetahuan tentang merancang bangunan tidak mereka kuasai. Akibatnya lahirlah berbagai bentuk arsitektur jengki yang berbeda-beda satu sama lain,” jelas Kurniawan.

Menurut Ratri Wulandari dalam “Bandung Jengki from Heritage Point of View: Documentation and Preliminary Search on Significance”, termuat di Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment, Vol. 43, No. 1, Juli 2016, bangunan-bangunan bergaya jengki juga menjadi simbol kemerdekaan dalam lingkup arsitektur nasional.

“Arsitek Indonesia, Johan Silas, mengatakan bahwa gaya jengki merupakan ekspresi kebebasan yang diterjemahkan ke dalam bentuk arsitektur yang berbeda dengan gaya sebelumnya yang diperkenalkan oleh Belanda, sebagai bagian dari ekspresi semangat politik kebebasan (dari penjajahan) di Indonesia,” tulis Wulandari.

Baca juga: 

Ketika Arsitek Belanda Masuk Islam

Ada indikasi arsitektur jengki sudah ada sejak era sebelum kemerdekaan. Para pembuatnya adalah arsitek-arsitek Belanda. Namun, pekerjaan mereka tidak bisa dimasukkan ke dalam gaya jengki karena para arsitek Belanda masih mengusung Fungsionalisme di rancangan mereka. “Padahal bentukan yang berbeda ini adalah tanggapan para aannemer atas tantangan untuk menghadirkan arsitektur yang mencerminkan kebebasan dan kemerdekaan dari penjajahan,” tulis Kurniawan mengutip Josef Prijotomo yang dikenal sebagai ahli dalam arsitektur Nusantara.

Selain itu, ada yang menganggap gaya jengki merupakan interpretasi dari Yankee Style di Amerika Serikat. Menurut arsitek dan peneliti, Peter Rowe dan Yun Fu dalam Southeast Asian Modern: From Roots to Contemporary Turns, arsitektur jengki mencerminkan pengaruh Amerika Serikat pada arsitektur, terutama dalam interpretasi tropis dari perumahan pinggiran di kota Amerika pascaperang.

“Terlihat jelas dalam akrobat geometrisnya, arsitektur ini merupakan ekspresi nyata dari semangat politik kebebasan yang diterjemahkan dalam arsitektur yang sangat berbeda dengan apa yang telah dilakukan Belanda sebelumnya,” tulis Rowe dan Fu.

Jengki sebagai gaya arsitektur modern Indonesia memiliki ciri khas, terutama pada fasadnya, di antaranya atap dengan kemiringan kurang lebih 35 derajat, dengan ketinggian yang berbeda-beda, struktur lipatan beton di atas teras, dinding segi lima pada bagian depan bangunan, roster sebagai elemen estetis berfungsi untuk sirkulasi udara, serta komposisi pintu dan jendela yang tidak simetris pada fasad.

Di antara tempat-tempat lain, arsitektur jengki terwujud di Kebayoran Baru, wilayah di selatan Jakarta yang dikembangkan sebagai kota satelit pada 1955 untuk menampung staf kelas menengah Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Rumah-rumahnya memiliki konfigurasi bersudut dan menggunakan atap yang sangat miring, serta penggunaan warna yang ceria dan penolakan terhadap bentuk-bentuk kubus yang lebih ketat dari Belanda.

“Faktanya, jengki atau Yankee Style, seperti namanya, berasal dari Googie Style di Amerika Serikat, yang menjadi populer sekitar tahun 1945 hingga awal 1970-an. Istilah ini rupanya diciptakan oleh arsitek John Lautner, yang mendesain Kedai Kopi Googie di Sunset Boulevard LA pada 1949. Gaya ini memunculkan perluasan dari Streamline Moderne ke dalam arsitektur yang dipengaruhi oleh budaya mobil, pesawat jet, dan Ruang Angkasa,” tulis Rowe dan Fu.

Baca juga: 

Arsitek Kesultanan Banten

Sementara itu, Kurniawan menjelaskan, langgam jengki sulit dicari padanannya dalam perkembangan arsitektur modern di Eropa yang sedang berkembang ketika itu. Arsitektur jengki muncul di Indonesia bersamaan dengan berkembangnya tiga corak lain, yakni arsitektur pasca-Nieuwe Bowen, kubus, dan ekspresionis. Corak-corak arsitektur ini merupakan “Tahap Lanjut” arsitektur Hindia Belanda di Indonesia antara tahun 1949 hingga 1957.

Walaupun arsitektur jengki dianggap sebagai upaya untuk melepaskan diri dari bentuk arsitektur zaman penjajahan, namun masih ada beberapa ciri yang mirip dengan arsitektur yang berkembang sebelumnya. Misalnya motif meliuk-liuk pada bidang dinding rumah jengki mirip seperti langgam art nouveau.

“Arsitektur jengki merupakan gejala awal munculnya arsitektur modern di Indonesia. Dalam perkembangannya mengalami peleburan dengan arsitektur modern yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa beberapa karya arsitektur modern di Indonesia dipengaruhi oleh langgam ini,” tulis Kurniawan.*

TAG

arsitektur

ARTIKEL TERKAIT

Tur di Kawasan Menteng Dari Vila Buitenzorg ke Istana Bogor Gedung Bappenas Bekas Loji Freemason Jejak Keberagaman Bangsa di Sam Poo Kong Villa Isola, dari Vila Mewah hingga Sunda Empire Raja Sriwijaya Membangun Taman Kota Ketika Arsitek Belanda Masuk Islam Sejarah Gedung Mahkamah Konstitusi dan Medan Merdeka Barat Agar Si Jago Merah Tak Lagi Marah Alcázar, Istana yang Menginspirasi Kisah Snow White