Sukarno Sebagai Seorang Arsitek
Sukarno meninggalkan jejak sebagai seorang arsitek sejak mahasiswa. Menciptakan konsep arsitektur yang berwajah Indonesia.
Kisah-kisah Sukarno dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia barangkali sudah banyak diulas. Nama besar sebagai proklamator dan presiden pertama Indonesia juga sudah tak diragukan lagi. Namun, yang tak banyak menjadi sorotan, bagaimana jejak Bung Karno sebagai seorang arsitek.
Dalam seri diskusi daring yang diadakan Historia untuk memperingati Bulan Bung Karno, Selasa, 2 Juni 2020, arsitek Yuke Ardhiati memaparkan beberapa karya-karya arsitektur Sukarno yang dibuat ketika masih menjadi mahasiswa hingga setelah menjabat sebagai presiden. Gagasan serta konsep arsitektur Sukarno juga bisa ditemui dalam banyak bangunan di Indonesia.
Yuke Ardhiati yang juga menulis buku Sukarno Sang Arsitek menyebut jejak Sukarno sebagai seorang arsitek setidaknya ada dalam tiga tahapan. Yakni periode ketika mahasiswa, sebagai presiden muda dan pasca 1955.
Arsitek Muda
Di Technische Hoogeschool te Bandoeng, sekarang Institut Teknologi Bandung, Sukarno mengambil jurusan hidrologi atau pengairan. Meski tidak secara khusus menyenyam pendidikan arsitek, dalam jurusan ini Sukarno juga mendapat mata kuliah menggambar. Dari situlah, bakat sukarno sebagai arsitek justru muncul.
Bakat Sukarno kemudian mendapat perhatian arsitek Charles Prosper Wolff Schoemaker yang juga mengajar Sukarno. “Barangkali ada bakat-bakat yang terekspos di situ oleh profesornya, dan beliau terlihat bakatnya dalam bidang arsitektur. Dan dimintalah beliau menjadi semacam asisten di bironya,” sebut Yuke.
Baca juga: Kisah Hubungan Sukarno dan Dosennya
Pada masa ini, Sukarno banyak terpengaruh oleh Schoemaker. Salah satu peninggalannya adalah Toko Roti Red Tulip di Bandung. Bangunan tersebut kini sedikit rusak atapnya, namun dapat terlihat jelas tinggalan Sukarno pada ornamen-ornamen yang terpengaruh oleh Schoemaker.
Selain itu, Sukarno juga turut serta dalam perancangan salah satu paviliun di Hotel Preanger. “Kesempatan baik itu menjadikan Bung Karno percaya diri untuk bikin biro arsitek kemudian tahun 1926,” sebut Yuke.
Profesi sebagai arsitek sempat berhenti karena kesibukan dalam perjuangan kemerdekaan. Namun, Sukarno sempat membuat lagi biro arsitek bersama Roosseno Soerjohadikoesoemo. Sukarno sebagai advisor, sementara Rooseno yang membuat konstruksi. Beberapa karya Sukarno tertinggal di Bandung dan tempat ia bermukim dan dibuang.
Setelah kemerdekaan dan Sukarno menjadi presiden, Sukarno juga membuat konsep sendiri terhadap bangunan-bangunan republik. Ide-idenya bercirikan tropis dengan atap limasan atau berbentuk perisai yang biasanya memiliki gada-gada dengan ornamen di atasnya. Jejak-jejak masa ini bisa ditemui pada Wisma Yaso, Istana Tampak Siring dan Istana Batu Tulis.
Baca juga: Arsitek Indonesia Pertama yang Sejajar Eropa
“Selalu ada ornament-ornamen di dalam kepala pilar. Kolom-kolom itu bentuknya alami, natural. Bung Karno ternyata bisa menggubah gaya-gaya yang Indonesiana, yang Indonesia sekali, itu dalam bentuk Padma. Jadi itu semua ulir-ulirnya Padma,” jelas Yuke.
Yuke juga menemukan terdapat unsur padma di hampir di semua pilar rumah yang didesain Sukarno. Selain itu, terdapat pula unsur teratai. “Jadi di dalam rumah beliau juga bikin kolam. Di Batutulis ada kolam di dalam ruangan studio beliau,” kata Yuke.
Konsep tersebut, menurut Yuke, tidak lepas dari kebanggaan Sukarno pada ornamen-ornamen pada relief-relief candi di Indonesia. Bentuk-bentuk padmasana bahkan diaplikasikan pada berbagai furnitur yang terdapat di Istana Bogor.
Obsesi Keabadian
Pasca menunaikan haji dan suksesnya pemilu 1955, pandangan arsitektur Sukarno berubah. Kala itu Sukarno banyak diundang ke luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet. Sejak itu, orientasinya terhadap arsitektur bersifat internasionalis dan modern dengan ornamen keindonesiaan.
”Beliau maunya arsitektur modern dan semua konstruksinya harus tahan cakaran zaman dengan beton. Jadi konsep keabadian itu sudah menjadi obsesi beliau,” ujar Yuke.
Baca juga: Doa Silaban Ketika Merancang Masjid Istiqlal
Sementara unsur keindonesiaan banyak diwujudkan pada relief, patung-patung hingga mozaik. Mitologi dan berbagai unsur kebudayaan Indonesia dimasukan dan menjadi semacam tamansari yang memperlihatka wajah Indonesia.
Gagasan-gagasan Sukarno tersebut kemudian banyak diwujudkan dalam bangunan, monumen maupun landmark kota yang masih populer hingga kini. Meski tak merancang langsung, ide-idenya disalurkan melalui arsitek-arsitek dan seniman Indonesia saat itu.
Landmark kota Jakarta yang masih berdiri hingga kini seperti patung Dirgantara, patung Selamat Datang hingga monumen Pembebasan Irian Barat pun tak lepas dari intervensi Sukarno. Meski demikian, ia tetao memberikan ruang kepada seniman untuk berekpresi secara detail.
Dalam pembangunan Monumen Nasional atau Monas misalnya, arsitek Sudarsono mengakui bahwa Sukarnolah arsitek penggagasnya. “Ada memoriam dari Pak Sudarsono bahwa dia meminta tolong diberikan satu prasasti di Tugu Nasional itu bahwa Bung Karno adalah arsitek penggagas dan saya eksekutornya,” terang Yuke.
Baca juga: Jejak Cinta yang Terpahat di Bandara
Sementara itu, banyak pula peninggalan dari gagasan arsitektur Sukarno di berbagai daerah. Seperti relief kayu “Ruang Gembira” di Hotel Samudra Beach Pelabuhan Ratu, Sukabumi dan relief “Untung Rugi di Kaki Merapi” di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta dikerjakan oleh Harjadi S.
Selain itu, relief di ruang VIP Bandara Kemayoran juga merupakan buah ide Bung Karno. Begitu pula mozaik porselen tari nusantara dalam Kubah Ramayana di Hotel Indonesia karya G Dharta. Peninggalan lainnya bisa ditelusuri di Bali, Ende, Kalimantan hingga Papua.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar