Masuk Daftar
My Getplus

Dari Vila Buitenzorg ke Istana Bogor

Awalnya Istana Bogor dibangun sebagai tempat peristirahatan. Dinamai Buitenzorg dari kata Prancis, Sanssouci, yang artinya "tanpa urusan".

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 07 Sep 2020
Istana Bogor. (Michael J. Lowe/Wikimedia Commons).

Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, iseng membeli pakaian ke akun yang diduga melakukan penipuan. Kaesang memberikan alamat pengiriman ke Istana Kepresidenan Bogor. Warganet pun menanggapinya sehingga Istana Bogor menjadi trending topic.

Kaesang meminta maaf sambil beralasan kalau dikirim ke rumah pribadi, tidak ada orang karena tidak ada yang menempati. “Maaf pak saya baru tau kalo saya gak boleh kirim paketan ke Istana Bogor. Lain kali saya marahin ibu saya karena beliau sering kirim kerupuk dari Solo ke Istana Bogor,” cuit Kaesang (@kaesangp, 7/9/2020).

Istana Bogor merupakan salah satu dari enam istana kepresidenan. Sejarahnya bermula ketika Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff (menjabat 1743–1750) merasa gerah dengan panasnya Batavia. Ia jalan-jalan ke Bogor dan terpana oleh kawasan sejuk yang mengingatkan pada tempat kelahirannya.

Advertising
Advertising

“Imhoff lalu menamakan daerah ini Buitenzorg, rangkaian kata buiten dan zorg yang artinya ‘keluar (dari zona) peduli’,” tulis Agus Dermawan T., kritikus dan kurator seni rupa, dalam Dari Lorong-lorong Istana Presiden.

Baca juga: Rupa Istana Raja-Raja Hindu-Buddha

Sementara itu, sejarawan Saleh Danasasmita (1933–1986) memberikan penjelasan berbeda bahwa Imhoff sebenarnya tidak pernah merencanakan bangunan permanen di tempat itu. Ia merencanakannya di Cipanas.

“Bangunan sederhana yang didirikannya pada lokasi Istana Bogor mulanya dimaksudkan untuk singgah beristirahat dalam perjalanan dari benteng Batavia ke Cipanas,” tulis Saleh dalam Sejarah Bogor Bagian 1.

Istana Bogor tahun 1971. (Arsip Nasional Belanda/Wikimedia Commons).

Saleh menyebut Imhoff termasuk tipe kaum elite terpelajar Eropa Barat yang cenderung kepada liberalisme Prancis dan menganut romantisme ajaran filsuf Jean Jacques Rousseau yang menganjurkan manusia kembali ke alam. Oleh karena itu, mereka mencari daerah yang sebisa mungkin belum terjamah peradaban.

“Mereka mencari tempat-tempat yang sepi dari urusan, mencari persembunyian di mana kesibukan tidak mungkin mengejarnya,” tulis Saleh.

Baca juga: Pamer Kekayaan di Rumah Indische Woonhuis

Mereka membangun vila sederhana yang mungil dan serasi dengan alam. Tempat-tempat semacam itu dinamakan sanssouci, sebuah kata Prancis yang berarti “tanpa kesibukan” atau “tanpa urusan”. Orang-orang Belanda menerjemahkannya menjadi buitenzorg.

“Demikianlah bangunan sederhana yang didirikan Van Imhoff pada lokasi Istana Bogor yang sekarang diberinya nama Buitenzorg menurut mode yang sedang musim di negaranya,” tulis Saleh.

Para gubernur jenderal sangat suka dengan Vila Buitenzorg itu sebagai tempat beristirahat dari kesibukan, kesesakan, dan kepengapan udara benteng Batavia.

Dengan Surat Keputusan Dewan Direksi VOC di Amsterdam tanggal 7 Juni 1745, Imhoff mengusulkan lahan di sekitar Buitenzorg sebagai eigendom dan para gubernur jenderal selanjutnya in officio. “Dengan demikian tanah Buitenzorg itu dijadikan semacam tanah bengkok yang harus dibeli oleh tiap gubernur jenderal baru kepada pejabat lama yang diganti,” tulis Saleh.

Baca juga: Rumah-Rumah Bikinan VOC

Namun, penjelasan Agus Dermawan menunjukkan bahwa Vila Buitenzorg bukan bangunan sederhana.

“Imhoff merancang bangunan di lahan seluas hampir 30 hektar. Sketsa planologi dan bentuk gedung ia buat sendiri. Bangunan yang digarap ditengarai meniru arsitektur Blenheim Palace, Istana Adipati (Duke, red.) Malborough di dekat Oxford, Inggris,” tulis Agus Dermawan. Namun, ada yang mengatakan bahwa Imhoff mengadopsi arsitektur Sanssouci di Potsdam, dekat Berlin, Jerman, lantaran ia punya darah Jerman.

“Sanssouci adalah nama istana [musim panas] Kaisar Frederick Agung [Raja Prusia] di Jerman. Tentunya, si tuan tanah [Imhoff] ingin hidup seperti seorang kaisar,” tulis Olivier Johannes Raap dalam Kota di Djawa Tempo Doeloe.

Sanssouci, istana musim panas Kaisar Prusia Frederick Agung di Potsdam, Berlin, Jerman, sekitar tahun 1900. (Library of Congress/Wikimedia Commons).

Menurut Agus Dermawan, Imhoff tak sempat menikmati hasilnya karena meninggal pada 1750. Proyeknya diteruskan Gubernur Jenderal Jacob Mossel. Gedung cantik itu pun berdiri. Konsep Imhoff yang menstatuskan Vila Buitenzorg sebagai tempat istirahat dipertahankan. Itu sebabnya para gubernur jenderal yang berkuasa di Batavia berturut-turut memakai gedung ini sebagai tempat mengaso.

Vila Buitenzorg mengalami perkembangan baik fisik maupun fungsi seiring pergantian gubernur jenderal. Pada 1809, Herman Willem Daendels memperluas dan menjadikannya istana resmi gubernur jenderal.  

Baca juga: Istana Putih Daendels di Jakarta

Agus Dermawan menyebut ketika Thomas Stamford Raffles berkuasa di Jawa (1811–1816), ia merenovasi sejumlah bangunan. Ia juga mendatangkan enam pasang rusa yang biasa hidup di perbatasan dari Nepal. Rusa-rusa itu beranak pinak jadi sekitar 700 ekor. Bahkan, ia membuka lahan baru berupa hutan buatan yang ditanami ribuan jenis pohon sebagai tempat penelitian botani, selain sebagai paru-paru kota. Hutan ini kemudian disebut Kebun Raya Bogor.

Rusa yang bebas berkeliaran di Istana Bogor. (Wikimedia Commons).

Renovasi istana itu berikutnya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Van der Capellen pada 1818. Sayangnya, istana itu hancur karena gempa bumi besar pada 1834.

“Pada 1850, bekasnya direnovasi dengan gaya arsitektur neoklasik, yang memakai barisan tiang tebal dan fronton segitiga. Bangunan megah yang dikelilingi taman hijau yang luas dan menghadap ke utara ke arah Batavia ini tetap berfungsi sebagai rumah dinas gubernur jenderal Hindia Belanda,” tulis Olivier.

Baca juga: Istana Kepresidenan sebagai Ruang Budaya

Menurut Agus Dermawan ketika Jepang menduduki Indonesia dan Jenderal Imamura berdiam di istana itu, seluruh dinding luarnya dicat cokelat dan hitam agar tak terlihat pesawat musuh. Kolam-kolamnya dikeringkan agar tidak memantulkan cahaya. Tanaman dibiarkan tumbuh liar sebagai kamuflase seperti ladang tak terurus. Hikmahnya, ladang liar itu menyelamatkan rusa-rusa dari kematian.

Presiden Sukarno mewarisi istana itu pada 1949. Ia mulai merenovasinya pada 1952. Sambil dibenahi, ia mengisi sudut-sudut ruangan dengan patung-patung keramik. Dinding-dindingnya dihiasi koleksi lukisan-lukisannya yang berkualitas hebat.

“Spirit Sukarno ini dipertahankan sampai sekarang,” tulis Agus Dermawan. “Karena itu, mengunjungi Istana Bogor seperti memasuki istana seni dengan dominasi tema perempuan. Sukarno memang meneruskan konsep Imhoff.”

TAG

arsitektur bogor

ARTIKEL TERKAIT

Tanujiwa Pendiri Cipinang dan Bogor Memburu Njoto Haji Engkar Meresahkan Jonggol Tur di Kawasan Menteng Kunjungan Putra Mahkota Belgia Leopold dan Putri Astrid ke Hindia Belanda Gedung Bappenas Bekas Loji Freemason Bogor Historical Walk, Menjawab Keingintahuan Khalayak Jejak Keberagaman Bangsa di Sam Poo Kong Villa Isola, dari Vila Mewah hingga Sunda Empire Raja Sriwijaya Membangun Taman Kota