Nama aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, atau yang lebih akrab dikenal dengan nama Munir, akan diabadikan sebagai nama jalan di kota Den Haag, Belanda. Suciwati, istri almarhum Munir mengatakan peresmian nama tersebut akan dilaksanakan pada hari Selasa, 14 April 2015. Adapun nama Munir rencananya akan disematkan untuk sebuah jalur sepeda dalam kota dengan nama Munirpad.
Pada 7 September 2004, Munir bertolak dari Jakarta menuju Amsterdam untuk menempuh pendidikan masternya. Namun dalam perjalanan udara, ia tewas diracun. Pelakunya adalah Pollycarpus Budihari Priyanto, mantan pilot Garuda Indonesia yang belakangan juga diketahui berprofes sebagai spion. Sudah jadi rahasia umum pembunuhan Munir adalah cara menutup mulut kritis aktivis kelahiran Malang tersebut. Munir meninggal pada usia 39 tahun.
Baca juga: Tan Malaka dan Delapan Tokoh Indonesia Jadi Nama Jalan di Amsterdam
Munir bukan tokoh pertama yang namanya diabadikan jadi nama jalan. Relasi historis Belanda-Indonesia membuat beberapa nama tokoh Indonesia tersemat sebagai nama jalan di negeri kincir angin tersebut. Berikut beberapa nama tokoh Indonesia yang diabadikan sebagai nama jalan di Belanda.
Thomas Matulessy (Pattimurastraat)
Thomas Matulessy, atau yang lebih dikenal dalam sejarah sebagai Pattimura (1783-1817), disematkan sebagai nama jalan di Wierden, Pattimurastraat, pada 2011 sebagai cabang dari jalan lain, Jan Jansweg. Penyematan nama itu diusulkan oleh komunitas Maluku telah menetap di Wierden sejak beberapa dekade lalu.
Baca juga: Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati
Pattimura adalah seorang kelahiran Ambon yang memimpin pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda di Maluku. Pada 16 Mei 1817 ia memimpin penyerangan ke Benteng Duurstede di Saparua, Maluku, dan berhasil merebutnya. Setelahnya ia ditasbihkan sebagai pemimpin orang-orang Maluku dalam menghadapi pemerintah kolonial. Setelah dikhianati oleh Raja Booi, Pati Akon, Pattimura tertangkap dan dihukum gantung pada 16 Desember 1817.
Martha Christina Tiahahu (Martha C. Tiahahustraat)
Namanya disematkan di area pemukiman dan waktu yang sama dengan Pattimurastraat di Wierden. Martha Christina Tiahahu (1800-1818) diabadikan sebagai Martha C. Tiahahustraat yang letaknya dapat ditemukan begitu keluar dari jalan Pattimurastraat.
Baca juga: Gadis Maluku Pembawa Tombak
Sejak kecil Tiahahu sudah aktif dalam kegiatan militer melawan pemerintah kolonial. Ia tergabung bersama pasukan Pattimura dan ikut dalam beberapa pertempuran bersamanya. Sempat tertangkap pada 1817, ia kemudian dilepaskan oleh Belanda karena masih dianggap anak-anak.
Namun Tiahahu terus melawan, sampai ia akhirnya ditangkap kembali dan dikirim ke Jawa untuk bekerja paksa. Tiahahu meninggal di perjalanan pada usia 17 tahun. Seperti Pattimura, namanya harum sebagai tokoh perlawanan yang penting dalam komunitas masyarakat Maluku.
R.A. Kartini (R.A Kartinistraat dan Kartinistraat)
Surat menyurat yang dilakukan dengan teman-temannya di Eropa membuat nama Raden Ayu Kartini (1879-1904) harum di tengah masyarakat Belanda. Pada tahun 1911, kumpulan suratnya dibukukan dengan judul Door Duisternis tot Litch (Habis Gelap Terbitlah Terang). Pandangan kritisnya terhadap situasi perempuan di Jawa kala itu mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi. Dan bagi pemerintah Indonesia Kartini dianggap sebagai pelopor kebangkitan kaum perempuan Indonesia.
Baca juga: Kartini Martir, Bukan Pelakor!
Nama Kartini disematkan di empat kota berbeda. Ada R.A Kartinistraat di kota Utrecht yang merupakan salah satu jalan utama. Lalu Kartinistraat di pemukiman Zuiderpolder di Haarlem. Begitu juga dengan Kartinistraat, sebuah jalan yang berbentuk lingkaran di Venlo. Terakhir, nama Kartini disematkan dengan lengkap sebagai nama jalan di wilayah Zuid-oost Amsterdam, Raden Adjeng Kartinistraat, yang menghubungkan Emmeline Pankhurstsraat dengan Bijlmerdreef.
Mohammad Hatta (Mohammed Hattastraat)
Mohammad Hatta (1902-1980) pergi ke Belanda pada tahun 1921 untuk melanjutkan studi ekonominya di Rotterdam. Hatta tinggal di Belanda sampai tahun 1932, yang ia isi tidak hanya dengan belajar namun juga turut aktif dalam pergerakan melalui Perhimpunan Indonesia. Sekembali ke tanah air, Hatta tetap meniti garis perjuangan dan terlibat beberapa kali dalam berbagai perundingan antara Indonesia dengan Belanda, baik itu dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden Indonesia (1945-1956) atau sebagai Perdana Menteri Indonesia (1948-1950).
Baca juga: Bung Hatta Bebas di Hari Lebaran
Nama Hatta tersemat di jalan pemukiman Zuiderpolder di kota Haarlem. Mohammed Hattastraat, jalan kecil dengan deretan gedung di sisi kiri dan pepohonan rindang di sisi kanannya tersebut berakhir di sebuah perempatan antara Vrijheidsweg dan Salvador Allendestraat.
Robbert Christiaan Steven Soumokil (Chris Soumokilstraat)
Salah satu nama yang kontroversial dalam sejarah Indonesia. Chris Soumokil (1905-1966) sempat belajar hukum di Universitas Leiden dan lulus pada tahun 1934. Saat Perang Pasifik pecah, Soumokil ditawan dan dikirim ke Burma dan Siam. Ia kemudian menjadi jaksa agung dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur (NIT), sebelum akhirnya mendirikan Republik Maluku Selatan (RMS) pada tahun 1950 dan menjadi presidennya. RMS memberontak pemerintahan Indonesia dan pada tahun 1963 ia tertangkap dan dieksekusi mati setahun setelahnya.
Baca juga: 9 Orang Indonesia yang Menjadi Nama Jalan di Belanda
Jalan atas nama Chris Soumoukil terdapat di dua kota, Wierden dan Haarlem. Seperti Pattimurastraat, Chris Soumokilstraat tersambung dengan jalan Martha C. Tiahahustraat di pemukiman komunitas Maluku, Wierden. Yang kedua terletak di kota Haarlem dan disematkan pada tahun 1987, masih di komplek pemukiman Zuiderpolder. Chris Soumokilstraat tersambung dengan Kartinistraat dan Mohammed Hattastraat.
Sutan Sjahrir (Sjahrirstraat)
Sutan Sjahrir (1909-1966) sempat mengenyam pendidikan hukum di Universitas Amsterdam dan Universitas Leiden. Di sana ia mendalami sosialisme dan aktif dalam wacana kaum pergerakan bersama Perhimpunan Indonesia dan Mohammad Hatta. Di masa perjuangan kemerdekaan, bersama dengan Hatta, Sjahrir sebagai Perdana Menteri Indonesia pertama (1945-1947) menjadi sosok terdepan diplomasi Indonesia melawan Belanda di pentas politik internasional.
Baca juga: Jalan dan Ruang Hilang di Jakarta
Nama Sjahrir harum di Belanda sebagai seorang "ksatria politik terhormat dengan idealisme yang tinggi", sebagaimana disematkan oleh Wim Schermerhorn, mantan Perdana Menteri Belanda (1945-1966) pada 1966 sesaat setelah kematian Sjahrir. Wim adalah sahabat dekat Sjahrir semenjak masa-masa mahasiswa di Belanda.
Tiga kota di Belanda menyematkan nama Sjahrir. Di Leiden, kota bekas Sjahrir menimba ilmu, Sjahrirstraat membentang lurus bersinggungan dengan Gandhistraat sebelum tersambung ke Martin Luther Kingpad. Di kota Gouda, ada Sjahrirsingel yang menyambungkan Sacharovstraat dengan Gandhiweg. Nama terakhir terletak di permukiman Zuiderpolder di Haarlem, Sutan Sjahrirstraat, dinamakan pada 1987, yang menyambungkan jalan Mohammed Hattastraat dengan Chris Soumokilstraat.
Baca juga: Kisah Keluarga Soejono Melawan Fasisme
Irawan Soejono (Irawan Soejonostraat)
Ia seorang mahasiswa Indonesia yang datang ke Belanda pada tahun 1934 untuk menempuh studi di Universitas Leiden, dan ketika Perang Dunia II pecah dan Belanda diduduki Jerman (1940-1945) ia ikut melawan fasisme sebagai pasukan bawah tanah. Namanya Irawan Soejono (1919-1945).
Baca juga: Irawan Soejono Melawan Nazi
Ia aktif dalam penerbitan surat kabar propaganda anti fasis, De Bevrijding (Pembebasan) dan ikut pula tergabung dalam satuan tempur mahasiswa Indonesia di Belanda (Barisan Mahasiswa Indonesia). Namanya terkenal di kalangan gerakan perjuangan bawah tanah, sampai ia dijuluki sebagai Henk Van de Bevrijding. Irawan tewas ditembak oleh tentara Nazi-Jerman pada 13 Januari 1945.
Namanya diabadikan oleh pemerintah Amsterdam pada 4 Mei 1990 di wilayah Osdorp sebagai Irawan Soejonostraat. Jalan itu menghubungkan Rudi Bloemgartensingel dan Trijn Hullemanlaan, juga diapit oleh Geertruida Van Lierstraat dan Jacob Paffstraat.