Masuk Daftar
My Getplus

Asal-usul Istilah Orde Baru

Bagaimana pemerintah di bawah Jenderal Soeharto mengidentifikasi dirinya sebagai suatu masa yang lepas dari pemerintahan Sukarno.

Oleh: Martin Sitompul | 20 Mei 2018
Jenderal Soeharto saat dilantik menjadi pejabat presiden oleh Ketua MPRS Jenderal TNI A.H. Nasution pada 1967. (Repro Soeharto: Ucapan, Pikiran, dan Tindakan Saya).

Dalam suatu kesempatan pidato di penghujung masa kekuasaannya, Presiden Sukarno pernah berujar jengkel. Dia gerah menyaksikan banyak orang dibuat bingung dengan perkatan “Orla” dan “Orba”. Orde Lama atau Orde Baru? Pertanyaan itu kerap ditimpakan kepadanya baik oleh kalangan terdekat maupun wartawan.

“Saya akan menjawab, saya ini tidak tahu apa ini orde lama atau orde baru. Saya tidak tahu,” kata Sukarno di hadapan 120 seniman dan seniwati Sulawesi Utara di Istana Merdeka, Jakarta 14 Desember 1966. “Saya adalah, nah ini jawab saya, orde asli. Orde asli pokok tujuan sumber daripada revolusi. Dan aku menggolongkan diriku di situ.”  

Dalam buku Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara suntingan Budi Setiyono dan Bonnie Triyana, Sukarno mengidentifikasi dirinya sebagai orde asli. Suatu tatanan yang terdiri dari Trikerangka Revolusi Indonesia. Ketiganya meliputi kedaulatan dari Sabang sampai Merauke; masyarakat adil dan makmur; dunia baru yang bebas dari penindasan manusia atas manusia. 

Advertising
Advertising

Sukarno agak terganggu dengan istilah Orde Baru. Menurutnya, penamaan itu punya tendensi menuduh dirinya telah menyimpang dari tujuan revolusi. Bagaimana ceritanya istilah Orde Baru muncul dan mulai mengkhalayak?

Bermula dari Seminar

Soeharto yang menjadi tokoh sentral Orde Baru dalam otobiografinya berkisah tentang ihwal istilah itu. Pada 25-31 Agustus 1966, TNI AD menggelar Seminar II Angkatan Darat (AD) di Bandung. Beberapa tokoh AD maupun sipil hadir dalam seminar memberikan prasaran. Beberapa diantaranya: Jenderal Nasution, Mayjen Maraden Panggabean, Mayjen Suwarto, Profesor Sarbini, Somawinata, Dr. Emil Salim, dan lainnya.

Mereka mengoreksi kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan pada masa Sukarno. Untuk mengatasi krisis nasional yang terjadi, berbagai usulan disampaikan. Salah satunya adalah keinginan untuk membangun tatanan baru pemerintahan dengan semangat pemurnian Pancasila dan UUD 1945. Pada akhirnya seminar menetapkan,”Orde Baru” menghendaki suatu tata pikir yang lebih realistis dan pragmatis. AD kemudian menyerahkan hasil seminar kepada Kabinet Ampera sebagai sumbang saran.

“Orde Baru tidak menolak kepemimpinan dan pemerintahan yang kuat, malahan menghendaki ciri-ciri demikian dalam masa peralihan dan pembangunan,” kata Soeharto kepada penulis Gufron Dwipayana dan Ramadhan K.H. dalam Soeharto: Ucapan, Pikiran, dan Tindakan Saya

Baca juga: Orde Baru, Orde Teror

Menurut pengamat politik militer Salim Said, Seminar II AD merupakan langkah penting Jenderal Soeharto setelah menguasai keadaan dan mengonsolidasi kekuatan. Soeharto membutuhkan teori untuk landasan peranan tentara sebagai pengelola negara. Pada seminar itu, AD menyadari dan menyimpulkan bahwa ABRI umumnya dan AD khususnya, menjadi tumpuan harapan masyarakat.

“Di atas landasan harapan rakyat yang dipersepsikan Angkatan Darat pada 1966 itulah tegaknya pemerintahan Orde Baru,” tulis Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto. “Lewat Orde Baru pimpinan Jenderal Soeharto itulah TNI memelopori pembangunan Indonesia.” 

Orba dalam Kamus Sejarah

Orde Baru populer dengan akronimnya “Orba”. Dalam bidang ilmu sejarah terjadi perdebatan kapan berdirinya rezim Orba. Ada yang menyatakan sejak 1 Oktober 1965. Ada yang sejak 11 Maret 1966 ketika Soeharto mendapat mandat kekuasaan melalui Supersemar. Selanjutnya ada juga yang menyebutkan tatkala Presiden Sukarno telah sepenuhnya dilucuti dari kekuasaannya lewat TAP MPRS XXXIII, 7 Maret 1967.  

Menurut Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Robert Cribb dan Audrey Kahin, Orde Baru adalah istilah umum untuk sistem politik yang berlaku setelah berkuasanya Soeharto tahun 1966 hingga kejatuhannya pada Mei 1998. Senada dengan Cribb dan Kahin, menurut Hersri Setiawan dalam Kamus Gestok, Orba merujuk sistem pemerintahan baru yang diberlakukan di Indonesia sejak 11 Maret 1966. Ia berakhir sebagai sistem sejak pemerintahan baru hasil pemilu 1998 terbentuk.   

Sementara menurut Harsutejo dalam Kamus Kejahatan Orba, tonggak Orde Baru bermula pada 1 Oktober 1965. Soeharto telah memegang kekuasaan nyata ketika dia menentang perintah Sukarno yang meminta Pangdam Jaya Jenderal Umar Wirahadikusuma dan Jenderal Pranoto untuk menghadap ke Pangkalan AU Halim Perdana Perdanakusuma.

Baca juga: Petrus: Kisah Gelap Orba

Menurut Cribb dan Kahin, kata Orde Baru pertama kali digunakan untuk merujuk koalisi antara AD, mahasiswa, intelektual, dan Muslim yang menentang Sukarno dan PKI. “Istilah ini segera menujukkan perbedaan mendasar dari Orde Lama Sukarno, terutama dalam kebijakan pemerintah,” tulis Cribb dan Kahin.

Sejak berkuasa, Orde Baru meninggalkan konfrontasi Indonesia dengan Malaysia serta poros Jakarta-Peking. Menumpas PKI dan membersihkan negara dan masyarakat dari pengaruh sayap kiri. Kemudian di bidang ekonomi, membuka negara untuk investasi asing. Dalam dinamikanya, rezim Orba membenarkan penindasan kepentingan kelompok tertentu atas nama pembangunan.

“Dengan dalih kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 secara ‘murni dan konsekuen’, hakikat Orde Baru Indonesia ialah melakukan ‘desukarnoisasi’,” tulis Hersri. “Sukarno dan ajarannya, kepemimpinan Sukarno dan sistem pemerintahannya sepanjang tahun-tahun kekuasaannya, bagi pandangan Orba adalah masa Orde Lama.”

TAG

soeharto orde baru

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Kapolri Hoegeng Iman Santoso Kena Peremajaan Insiden Mobil Kepresidenan Soeharto Perdebatan Gelar Pahlawan untuk Presiden Soeharto TAP MPR Dicabut, Sejarah Makin Berkabut Pencabutan TAP MPR Membuka Lagi Wacana Gelar Pahlawan Soeharto, Begini Kata Sejarawan Merehabilitasi Soeharto dari Citra Presiden Korup Nawaksara Ditolak, Terbit TAP MPRS XXXIII/1967 Eks KNIL Tajir Soeharto Berkuasa seperti Raja Jawa Ali Moertopo “Penjilat” Soeharto