Masuk Daftar
My Getplus

350 Tahun Pertukaran Pulau Run dengan Manhattan

New York jadi pusat keuangan dan perdagangan dunia. Kepulauan Banda juga tak hanya punya pala.

Oleh: Randy Wirayudha | 31 Jul 2017
Buah pala dipamerkan dalam pameran "Banda: Heritage for Indonesia" di Erasmus Huis, Jakarta, 31 Juli - 31 Agustus 2017. Foto: Nugroho Sejati/Historia.

HARI ini, 31 Juli 2017, tepat 350 tahun Treaty of Breda, yaitu perjanjian antara Inggris dan Belanda di Kastil Breda pasca Perang Anglo Dutch II (Perang Inggris-Belanda II) pada 1665-1667. Dalam perjanjian damai ini, Inggris menukarkan Pulau Run di Kepulauan Banda yang kaya akan pala dan cengkeh dengan Pulau Nieuw Amsterdam, kelak dikenal dengan Pulau Manhattan, yang diduduki Belanda. Pusatnya sekarang menjadi New York City, pusat keuangan dan perdagangan dunia dan dijuluki The Big Apple.

“Kekalahan Inggris dalam perang itu menghadirkan tekanan tersendiri dalam negosiasi di Breda. Mereka sebelumnya ingin lebih menukar perkebunan gula di Suriname. Namun pada akhirnya, Pulau Run yang ditukar dengan Manhattan (Nieuw Nederland) beserta Nieuw Amsterdam-nya (kini Kota New York),” ujar sejarawan Wim Manuhuttu dalam seminar “Banda: Heritage of Indonesia” di Erasmus Huis, Jakarta Selatan, Senin (31/7/2017).

Peringatan 3,5 abad Treaty of Breda tidak hanya di Tanah Air, tapi juga di New York. Konsulat Jenderal Republik Indonesia New York menggelar acara pameran untuk promosi film, kopi, hingga pariwisata Banda dengan tajuk “Indonesia sebagai Kepulauan Penghasil Rempah-Rempah Dunia” yang rangkaian acaranya dimulai dari April hingga Agustus 2017.

Advertising
Advertising

Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan bahwa bicara Banda berarti juga bicara kolonialisme. “Kita tidak mengenang kolonialisme. Tapi lebih kepada adanya Treaty of Breda yang punya kaitan lebih global dalam hal kolonialisme,” ujar Bonnie.

Dalam sejarah Indonesia, Kepulauan Banda punya arti tersendiri sebagai tempat pembuangan para tokoh bangsa oleh pemerintah kolonial Belanda.

“Banda dalam sejarah Indonesia jadi tempat pembuangan para bapak negara. Seperti Hatta, Sjahrir, Iwa Kusuma dll. Sementara Run tak bisa dibandingkan dengan Manhattan kecuali kita punya imaginative connection. Setiap kali kita hubungkan, seperti kita membayangkan perjalanan dengan economy class dan first class,” kata penulis Ayu Utami.

Pendapat berbeda dikemukakan Tanya Alwi, aktivis konservasi bahari asal Banda. Menurutnya, meski sekarang Manhattan dengan New York-nya jadi pusat finansial dunia, bukan berarti Kepulauan Banda tak memiliki apapun selain komoditas pala.

“Mungkin sekarang New York boleh jadi sentra finansial dunia. Tapi sekarang Banda adalah centre of marine biodiversity (sentra keanekaragaman hayati laut). Sebenarnya momen ini momen yang spesial. Banda punya heritage (warisan) yang indah, punya keanekaragaman hayati yang indah dan aset ini yang harus kita jaga agar tetap utuh,” kata Tanya Alwi.

Sepakat dengan Tanya Alwi, Wim Manuhuttu berharap segenap elemen bangsa juga bisa mengambil manfaat dari momentum 350 tahun Treaty of Breda dan kaitannya dengan Banda. Momentum agar tidak hanya mempromosikan wisata bahari, tapi juga warisan-warisan sejarahnya.

“Sekarang masih banyak tempat-tempat bersejarah yang jadi warisan penting di Run. Begitu juga di Banda. Di Banda saja, masih ada sekitar 15 benteng sisa-sisa masa kolonial yang menujukkan betapa pentingnya Banda. Penting untuk menopang ketertarikan dunia pada Banda karena keunikan sejarahnya ini, agar bisa dinikmati para wisatawan. Tidak hanya wisata bahari, tapi juga heritage-nya,” tandas Wim.

TAG

Inggris Belanda Pulau-Run Banda Manhattan Perjanjian-Breda

ARTIKEL TERKAIT

Perang Tiga Abad tanpa Pertumpahan Darah Ada Rolls-Royce di Medan Laga Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Rolls-Royce Punya Cerita Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Para Pejuang Bugis-Makassar dalam Serangan Umum Seputar Deklarasi Balfour Jenderal dari Keraton Murid Westerling Tumbang di Jogja