Masuk Daftar
My Getplus

Ketika Soeharto Melihat Atlet Tak Bersepatu

Masih ingat jargon 'memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat'? Inilah kisah asal-usulnya.

Oleh: Randy Wirayudha | 13 Sep 2017
Presiden Soeharto dan MF Siregar

Kendati gagal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tadinya direncanakan akan menggowes sepeda pada peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) 9 September 2017 di Kota Magelang, Jawa Tengah. Rute yang akan dilalui: dari Lapangan Secaba hingga Stadion Moch Soebroto.

Pada masa lalu, Presiden Soeharto juga pernah memperingati Haornas dengan bersepeda. Tepatnya pada 9 September 1988. Kala itu, Soeharto bersepeda bersama Ibu Tien dengan rute Jalan Cendana hingga Lapangan Monas.

Aksi Soeharto menggenjot pedal sepeda itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Lantas, siapa pencetus ide awal aksi tersebut? Adalah Asisten Menpora Bidang Olahraga Mangombar Ferdinand Siregar yang kali pertama mengusulkan kegiatan tersebut. Rupanya itu dicetuskan demi menggelorakan jargon 'memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat'.

Advertising
Advertising

“Olahraga bersepeda adalah salah satu olahraga yang merakyat, sehingga sesuai dengan tema kita untuk memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat,” ujar Siregar dalam biografinya Matahari Olahraga Indonesia.

Jargon itu sebenarnya sudah menjadi “panji” olahraga yang diamanatkan Presiden Soeharto dalam Sidang MPR/DPR RI 15 Agustus 1981 sebagai Gagasan Keolahragaan Nasional. Panji olahraga yang sebelumnya juga dicanangkan dalam Musyawarah Olahraga Nasional KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Pusat, 19 Januari 1981.

Namun sebelum jargon panji olahraga itu dibahas dalam musyawarah tersebut, Siregar pernah mengusulkannya dalam hasil risetnya sebanyak 10 halaman bertajuk: Peranan Olahraga dalam Pembangunan Pedesaan sebagai Satu Sumbangan Pemikiran untuk Presiden RI.

Riset Siregar tidak lepas dari sebuah pertanyaan yang dicetuskan Soeharto kepadanya, ketika menghadiri Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI) 1980 di Stadion Madya Senayan, Jakarta. Saat itu, ketika melihat para pelari dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tampil tanpa sepatu, Soeharto bertanya dalam nada heran: “Pak Siregar, itu atlet-atlet dari Kupang kenapa tidak pakai sepatu?” tanya Soeharto.

“Di sana sudah biasa, pak. Jangankan sepatu untuk olahraga, mereka juga tidak pakai sepatu saat sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari,” jawab Siregar.

“O, jadi itu sebabnya. Berarti mereka sudah terbiasa jalan dan lari tanpa sepatu. Secara tidak langsung, kegiatan lari sudah memasyarakat di sana, ya?” tanya Soeharto lagi.

“Betul, pak. Jadi olahraga pada tahap awal memang harus memasyarakat,” ungkap Siregar.

Kata-kata dari Soeharto itu lantas dituangkan sebagai usulan dalam riset yang dilakukan Siregar. Setelah ditindaklanjuti dalam Musyawarah Olahraga KONI Pusat, Siregar juga mengkomunikasikannya dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef. Menteri Daoed lantas sedikit memberi ralat. “Mestinya olahraga dimasyarakatkan dulu tentang arti dan fungsinya, baru setelah masyarakat sadar mengenai hal tersebut, mereka bisa berolahraga,” kenang Siregar.

Maka sejak itulah, slogan 'memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat' dijadikan panji olahraga nasional dan ditetapkan dalam amanat Presiden Soeharto di Sidang MPR/DPR pada 1981. Haornas sendiri ditetapkan pada 9 September 1983, diperkuat dengan Keppres Nomor 67 Tahun 1985 tentang Hari Olahraga Nasional.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Arsip Foto Merekam Jakarta di Era Bung Karno Presiden Bayangan Amerika Serikat Park Chung Hee, Napoleon dari Korea Selatan Jalan Sunyi Asvi Warman Adam Meluruskan Sejarah Kisah Tukang Daging yang Menipu Bangsawan Inggris Park Chung Hee, Guru Gagal Jadi Diktator Korea Selatan Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Depresi Besar dan Kegilaan Menari di Amerika Rawamangun Bermula dari Kampung Sepi Menggerakkan Ideologi Kebangsaan dari Bandung