Tiga teroris ditembak mati. Dalam waktu tiga menit, pasukan anti-teror Kopassandha pimpinan Letkol Sintong Panjaitan menyerbu pesawat Garuda DC-9 Woyla yang dibajak. Sementara itu, dua pembajak lainnya mencoba kabur di tengah kerumunan penumpang. Bandara Don Mueang pada dini hari 31 Maret 1981 itu dilanda suasana mencekam.
Jurnalis Hendro Subroto dalam biografi Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando menyebut pembajak bernama Abu Sofyan menyelinap di antara penumpang. Ia berupaya membaur bersama penumpang yang meninggalkan kabin. Tetapi malang baginya, tiga orang mantan sandera menudingnya sebagai pembajak.
Abu Sofyan berlari menjauh dari pesawat untuk menyelamatkan diri. Salah seorang anggota Kopassandha melepaskan tembakan dengan senapan serbu M16A1. Abu Sofyan langsung tersungkur di apron. Ia tewas seketika.
Baca juga: Teroris Membajak Pesawat Garuda
Selain Abu Sofyan, menurut Kompas, 4 April 1981, pembajak bernama Wendy mengalami luka berat. Ia pun diberitakan tidak tertolong oleh tim medis. Dengan demikian, kelima orang pembajak tewas dalam operasi penanggulangan teror di Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Di pihak Kopassandha, Capa Ahmad Kirang tertembak pembajak. Begitupun dengan Kapten Pilot Herman Rante. Keduanya segera dilarikan ke Rumah Sakit King Bhumibol untuk mendapat perawatan intensif. Pasukan Kopassandha meninggalkan lokasi operasi sekira pukul 05.00 pagi. Mereka menuju Pesawat Garuda DC-10 “Sumatra” yang dijadikan pos komando untuk kemudian pulang duluan ke Jakarta.
Di sekitar Woyla, Tentara Kerajaan Thailand masih bersiaga membantu proses evakuasi penumpang. Mereka bertugas menolong penumpang yang cedera ringan, termasuk mengirim Herman Rante dan Ahmad Kirang ke rumah sakit. Namun, tiba-tiba terjadilah sebuah insiden salah tangkap.
Baca juga: Kapten Herman Rante dan Pembajakan Pesawat Garuda
Seperti dilansir Sinar Harapan, 7 April 1981, tentara Thai sempat menangkap seorang penumpang yang mereka duga termasuk kawanan pembajak. Penumpang yang diketahui bernama Budihardo (45 tahun) itu langsung dipukuli sampai babak belur kemudian diborgol. Pramugari Wiyana, Deliyanti, dan Lydia yang mengenal Budihardjo bukan pembajak, berusaha melerai.
Prajurit-prajurit Thai ini ternyata tidak mengerti bahasa Inggris. Mereka terus berusaha menggebuki Budihardjo. Baru setelah Deliyanti menjerit, menangis bersama Wiyana dan Lydia memeluk Budihardjo, tentara Thai melepaskan tangkapan.
Budihardjo merupakan pegawai PT Trakindo Utama Medan. Ia penumpang Pesawat Garuda DC-9 Woyla dari Jakarta menuju Medan. Meski jadi korban salah tangkap, ia coba memaklumi perlakuan tentara Thailand.
“Saya bebas pakai karcis (tiket penerbangan -red) rupanya, karena dipukuli tentara Thai terlebih dahulu,” katanya berkelakar pada wartawan Sinar Harapan.
Baca juga: Teroris Hendak Membajak Pesawat Garuda Sampai Sri Lanka
Pukul 09.00 pagi waktu Bangkok, para penumpang yang sudah diselamatkan siap dipulangkan. Mereka menaiki Pesawat Garuda DC-9 “Digul” menuju Jakarta. Keadaan mereka memprihatinkan, baju koyak-koyak dan lutut luka-luka. Kebanyakan tidak pakai sepatu atau sandal. Beberapa di antaranya bahkan ada yang menolak naik ke pesawat lantaran masih syok. Baru setelah dibujuk dan diyakinkan akan kembali ke rumah dengan aman dan damai, mereka akhirnya mau naik pesawat.
Setibanya di Jakarta, para penumpang tidak langsung dikembalikan ke rumah masing-masing. Untuk memulihkan kondisi fisik dan trauma psikis, mereka dikarantina selama beberapa hari. Semua pelayanan itu ditanggung pihak maskapai Garuda.