SEBUAH penampakan di perairan Pantai Cikembang, Teluk Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi yang terekam aplikasi Google Maps oleh tiga nelayan, Sabtu (20/6/2020) bikin geger jagat maya. Pasalnya, penampakan itu disebut-sebut mirip bangkai kapal yang hingga tulisan ini dimuat belum bisa dipastikan kapal jenis apa.
“Kita juga baru dapat kabar soal ini. Belum ada juga laporan adanya kapal karam. Baru ketahuan (ada kabar kapal karam) di gambar Google Maps itu,” tutur Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI Miftahul Huda saat dihubungi Historia, Senin (22/6/2020).
“Kita koordinasi dengan teman-teman Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat (DKP Jabar), karena itu kan lokasinya di Sukabumi. Ini baru dicek oleh teman-teman DKP Jabar. Kalau sudah di lokasi, baru bisa kita tanyakan seperti apa. Terkait jenis kapal apa, ya menunggu survei dari mereka yang mengecek,” sambungnya.
Spekulasi pun berseliweran di media daring maupun media sosial. Mulai dari dugaan penampakan itu adalah bangkai kapal kargo, kapal tongkang, hingga yang meyakini itu bangkai Unterseeboot (U-Boot/U-Boat)-196 atau kapal selam Jerman era Perang Dunia II.
Baca juga: Melindungi Kenangan Kapal Perang di Perairan Indonesia
Terkait hal ini, pengamat sejarah Perang Dunia II dan militer Jerman-Nazi Alif Rafik Khan menduga bahwa itu gambar kapal tongkang semata. Menyoal dugaan itu kapal perang atau kapal selam Jerman, penulis buku 1000+Fakta Nazi Jerman (ditulis bersama Yusup Somadinata) itu meyakini bukan sebuah bangkai U-196.
“Dari bentuknya saja sudah beda. Tampilan U-Boat Perang Dunia II dari (gambar kapal karam) di atas lebih panjang dari yang di foto. Bentuknya juga lebih slim dan tidak tampak ada tower-nya,” kata Alif.
“Sepengetahuan saya juga (kapal selam U-196) tenggelamnya di Selat Sunda. Cuma posisi tepatnya sampai saat ini tidak diketahui,” sambungnya.
Terbit dan Tenggelam U-196
Merujuk pernyataan yang disebutkan Alif, postur kapal selam U-196 memang panjang namun ramping. Diungkapkan Erich Gröner, Dieter Jung, dan Martin Maass dalam U-Boats and Mine Warfare Vessels, German Warships: 1815-1945, kapal U-196 adalah salah satu “serigala” lautan bertipe IXD2 yang dilahirkan galangan kapal AG Weser, Bremen pada 4 November 1940.
Kapal selam yang dirampungkan pada 24 April 1942 itu memiliki panjang 87,58 meter, lebar 7,50 meter, dan bobot 1.600 ton (1.799 ton ketika menyelam). Sebagai salah satu kapal selam canggih di masanya, U-196 ditenagai dua mesin diesel dan mesin elektrik. Maka ia bisa berlayar dengan kecepatan 20,8 knot di permukaan dan 6,9 knot saat menyelam.
Untuk operasional tempur, U-169 dilengkapi sepucuk meriam SK C/30 AA kaliber 1,5 inci serta sepasang meriam anti-pesawat /30 kaliber 0,79 inci di deknya. Senjata utamanya, torpedo 21 inci, dimuat pada enam tabung yang empat di antaranya diletakkan di haluan dan dua di buritannya.
U-196 mulai bertugas pada 11 September 1942 dengan menjadi bagian gugus tugas 4. Unterseebootsflotille (flotilla kapal selam ke-4) berbasis di Bordeaux dengan wilayah patroli Samudera Hindia.
Baca juga: Elektroboot, satu dari empat alutsista Canggih Jerman
Komandannya adalah Korvettenkapitän (setara mayor) Eitel-Friedrich Kentrat. Mengutip Clay Blair dalam Hitler’s U-Boat War: The Hunted 1942-45, Volume 2, Kentrat merupakan komandan U-Boat yang lumayan berpengalaman. Meski usianya baru 36 tahun, ia sudah mengalungi medali Ritterkreuz (salib ksatria) saat mengomandani U-74.
Kentrat membawa U-196 ke wilayah pantai selatan Afrika Selatan dalam patroli pertamanya. Mangsa pertama ditemukannya pada 11 Mei 1943, yakni kapal kargo Inggris berbobot 4.962 ton.
“Saat ia berpatroli melewati Tanjung Harapan di selatan, kemudian berputar ke utara menuju Durban, ia menemukan kapal kargo (SS Nailsea Meadow). Pada 11 Mei malam ia melepaskan dua torpedo dan menenggelamkannya,” tulis Blair.
Dua bulan berselang setelah dialihkan ke Unterseebootsflotille ke-12, U-196 mendapat mangsa kedua, yakni kapal kargo Inggris berbobot 7.323 ton City of Oran dari Konvoi CB-1 yang berlayar dari Durban menuju Kolombo. U-196 melepaskan dua torpedonya yang kemudian merusak lambung City of Oran pada 3 Agustus 1943 dini hari di 100 mil timur laut Teluk Memba, Tanganyika.
Baca juga: Rudeltaktik, formasi U-Boat Jerman berburu mangsa
Tetapi mangsa itu tak sampai dihancurkan karena U-196 harus buru-buru kabur sebelum terpergok kapal-kapal perusak yang mengawal konvoi. Dari 86 kru City of Oran, semua berhasil diselamatkan kapal HMS Masterful W20 meski City of Oran yang rusak terpaksa ditenggelamkan sendiri oleh Inggris.
U-196 menerkam mangsa terakhirnya pada 9 Juli 1944 di Laut Arab, tepatnya di 470 mil barat daya Bombay. Kali ini mangsanya berupa kapal kargo Inggris berbobot 5.454 ton dengan rute Mormugao-Aden-Suez. Kapal kargo yang berlayar tanpa pengawalan itu tenggelam dan menewaskan 46 dari 98 krunya.
Pada 1 Oktober 1944, U-196 dipindahkan ke Unterseebootsflotille ke-33 yang berbasis di Penang dan Batavia. Komandannya berganti dari Kentrat ke Oberleutnant zur See (setara letnan satu) Johannes-Werner Striegler.
Diungkapkan Lawrence Paterson dalam Hitler’s Gray Wolves: U Boats in the Indian Ocean, kapal U-196 pada akhir November punya agenda tugas berpatroli dari Batavia (kini Jakarta) menuju perairan Jepang. Tetapi sebelum itu, ia harus lebih dulu bertemu U-510 yang dikomandani Kapitänleutnant Alfred Eick di Selat Sunda untuk mengisi ulang bahan bakar mesin diselnya.
“Eick sudah lebih dulu berangkat dari Jakarta pada 26 November, tetapi terjadi kebocoran pada saluran pembuangan air dan Eick terpaksa membatalkan agenda pertemuan itu. Perintah penarikan kembali U-196 juga dikeluarkan enam kali tetapi tidak ada respon,” tulis Paterson.
Perintah Befelhshaber der Unterseeboote (BdU/Komando Kapal Selam) itu dimaksudkan untuk penjadwalan ulang pemasokan suplai U-196 karena ada pergantian agenda gegara kerusakan yang dialami U-510. Sebagai gantinya, BdU memerintahkan U-843 yang baru akan lepas jangkar dari Jakarta pada 10 Desember, sebagai penyuplai U-196.
“Menurut laporan dari atase angkatan laut (Jerman) di Tokyo, setelah disuplai, U-196 akan melakukan patroli jarak pendek dan kembali ke Jepang untuk mendapatkan baterai-baterai baru untuk mesin listriknya,” sambung Paterson.
Baca juga: Akagi, kebanggaan armada Jepang yang karam di Midway
Tetapi hingga keberangkatan U-196 pada 30 November 1944 sampai posisi terakhirnya pada 12 Desember 1944, di Selat Sunda, U-196 hilang sinyal komunikasi. BdU pun menyatakan U-196 hilang. Spekulasi berseliweran terkait hilangnya U-196 itu. Dugaan kuat, ia karam karena terkena ranjau laut kapal Inggris HMS Porpoise.
“Padahal Sekutu yang juga menangkap sinyal komunikasi itu lewat mesin kode Enigma yang dirampas dari kapal selam lain, sama bingungnya dengan BdU. Mereka juga tak mengklaim memasang ranjau laut di Selat Sunda. U-196 dengan 66 krunya hilang begitu saja,” kata Paterson.
Sementara itu, Alif menduga U-196 karam karena terjadi kerusakan. Pasalnya, beberapa nama krunya dimakamkan di Pemakaman Jerman di Arca Domas, Megamendung, Kabupaten Bogor.
Salah satunya, kuburan bernisan tulisan nama “ObLt u.LI Dr. Ing. H. Haake, U-196”. Di nisan itu tertulis ia lahir pada 1914 dan meninggal pada 30 November 1944, tanggal berangkatnya U-196 dari Jakarta sebelum hilang. Disebutkan Alif, Heinz Haake adalah perwira medis dan teknik di U-196, serta satu dari 66 kru U-196 yang nahas itu.
“Di pekuburan itu ada delapan kuburan yang ada namanya (satu lagi tanpa nama). Semua anggota Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) era Perang Dunia II. Salah satunya Dr. Heinz Haake itu dan datanya sudah disesuaikan dengan data Volksbund dan Marinearchiv,” tandas Alif.
Baca juga: Nasib tragis kapal Inggris yang dihancurkan Kriegsmarine