Masuk Daftar
My Getplus

Horor Warsawa dari Mata Lensa Pewarta

Terjebak dalam kekacauan invasi Jerman saat berkunjung ke Warsawa, pewarta Amerika bertaruh nyawa demi membuka mata dunia.

Oleh: Randy Wirayudha | 04 Sep 2020
Julien Hequembourg Bryan, satu-satunya pewarta asing di Warsawa tengah menenangkan gadis malang korban pemboman Jerman Nazi (Foto: ushmm.org)

SERIBU kata mungkin takkan cukup untuk menggambarkan horor di Polandia pada 13 September 1939. Namun satu gambar saja sudah berbicara ribuan makna. Julien Bryan percaya itu. Sambil menahan pedih sejauh mata memandang di sebuah perkebunan kentang di pinggiran Warsawa, Bryan susah-payah menekan nuraninya untuk membuka lensa kameranya.

Di perkebunan dekat Jalan Ostroroga itu, mata Bryan menangkap sesosok jasad wanita. Darah kental mengucur dari dadanya. Sementara gadis cilik di sampingnya histeris tak tahu harus berbuat apa selain mencoba membangunkannya. Tangisnya begitu menusuk hati Bryan.

Bryan insyaf tragedi semacam itu akan jadi pesan sangat kuat untuk para pemimpin di dunia Barat agar bertindak lebih dari sekadar menyatakan perang terhadap Jermannya Adolf Hitler. Sambil menguatkan hatinya, Bryan pun mengarahkan lensa kamera Leica-nya ke arah mereka.

Advertising
Advertising

“Saat kami (Bryan dan penerjemah Stefan Radlinski serta dua perwira pengawal Polandia) berkendara ke perkebunan kecil di tepi kota (Warsawa), kami hanya terlambat beberapa menit untuk menjadi saksi mata kejadian tragis. Tujuh perempuan tengah memanen kentang saat tetiba pesawat-pesawat Jerman menjatuhkan bom-bomnya hanya 200 yard dari sebuah rumah kecil,” Bryan mengisahkan dalam bukunya, Siege.

“Dua wanita di rumah itu tewas. Para pemanen kentang lainnya tiarap berharap tak terdeteksi (pesawat Jerman). Namun setelah mereka kembali bekerja, para pilot Nazi yang tak puas kembali lagi menyapu daratan dengan senapan mesinnya. Dua dari tujuh wanita itu tewas. Saat saya memotret jasad-jasad itu, seorang gadis kecil berlari dan mendekati salah satu jasad korban,” tambahnya.

Kolase foto Kazimiera Mika yang meratapi kematian kakaknya di ladang kentang yang dijepret Julien Bryan. (ushmm.org/ipn.gov).

Di kemudian hari, identitas sang gadis diketahui sebagai Kazimiera Mika. Sementara perempuan yang tergolek tak bernyawa di rerumputan dan tubuhnya sudah memerah adalah Andzia Mika, kakak Kazimiera.

Dari ledakan tangisnya, Kazimiera diasumsikan Bryan tak pernah mengalami kengerian seperti hari itu sebelumnya. Saat Bryan mendekat, Kazimiera menatap Bryan dengan tatapan kosong walau air matanya tak berhenti mengalir.

“Sang gadis melihat kami dengan kebingungan. Saya spontan merangkulnya erat, berusaha menenangkannya. Dia terus menangis. Saya pun dan dua perwira Polandia yang ikut bersama saya ikut menangis,” kenang Bryan.

Baca juga: Josef Mengele Dokter Keji Nazi

Keguncangan yang dialami Kazimiera hanya satu dari kengerian yang dialami anak-anak dan warga Warsawa lainnya di pekan kedua September itu. Sejak 1 September 1939, mesin-mesin perang Jerman Nazi menerobos perbatasan Polandia. Tidak hanya dengan 66 divisi di daratan, namun juga lebih dari dua ribu pesawat turut dikerahkan.

PK. Ojong dalam Perang Eropa Jilid I menguraikan, Jerman untuk pertamakali melancarkan Blitzkrieg (serangan kilat) dengan skema menjepit dengan dua sayap pasukannya. Dari jurusan Prusia ada Heeresgruppe Nord (Angkatan Darat/AD Grup Utara) pimpinan Generaloberst (Kolonel-Jenderal) Fedor von Bock yang mengandalkan Tentara AD ke-3 dan ke-4. Dari jurusan Silesia ada Grup AD Selatan yang dikomando Generaloberst Gerd von Rundstedt. Adapun Reichsmarschall Hermann Goering mengirim ribuan pesawatnya untuk menguasai angkasa Polandia sebagai penyempurna Blitzkrieg.

Adolf Hitler memantau invasi ke Polandia dari tepi Sungai Vistula. (Bundesarchiv).

“Setelah hampir semua tentara Polandia terkurung, nasib Warsawa sudah nyata: jatuhnya soal waktu saja. Hitler memberi titah membombardir ibukota yang sudah tak berdaya itu. Hitler hendak mencapai suatu tujuan politik. Dia tak sudi melihat kota itu jatuh ke tangah Soviet Rusia (Uni Soviet, red.),” tulis Ojong.

Nahas bagi Polandia. Pada 17 September, Soviet latah menginvasi Polandia dari timur. Sekira 800 ribu Tentara Merah membanjiri wilayah-wilayah timur Polandia yang otomatis menghanguskan Pakta Perdamaian Riga (1921) dan Pakta Non-Agresi Polandia-Soviet (1932).

Dikeroyok Jerman dan Soviet, Polandia pun bertekuk lutut pada 6 Oktober. Akibatnya, Polandia ibarat kue yang dibagi dua oleh Berlin dan Moskow.

Jurnalis Asing Satu-satunya

Gambaran di atas merupakan garis besar yang jadi pengetahuan para pemimpin Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Namun mereka belum mengetahui kengerian yang tertinggal saat terjadinya dan setelah invasi Jerman itu.

Ketidaktahuan mereka itu baru “lunas” setelah melihat foto-foto jepretan Bryan. Jurnalis foto perang asal Amerika yang sejak Perang Dunia I sering berkeliling Eropa itu kebetulan pada 1 September 1939 sedang berperjalanan dengan keretaapi dari Venezia (Italia) dan tiba di Warsawa 7 September 1939.

Setibanya di Warsawa, Bryan menemukan kekacauan di mana-mana. Warga sipil, para diplomat negara-negara asing, dan bahkan para wartawan asing melarikan diri. Bryan tergerak mencari tahu lebih detail ke Kedutaan Amerika di Warsawa namun kantor kedutaan sudah kosong. Para stafnya sudah kabur hampir berbarengan dengan para pejabat pemerintahan pusat Polandia.

Baca juga: Blitzkrieg, Serbuan Kilat ala Nazi

Presiden Polandia Ignacy Mościcki dan Panglima Pasukan Polandia Marsekal Edward Rydz-Śmigły menyingkir ke Zaleshiki dekat perbatasan Rumania sejak 6 September. Akibatnya, kekacauan sporadis terjadi di Warsawa yang hanya dijaga aparat kepolisian dan pemerintah kota.

“Sejauh mata memandang, ada ratusan orang berjalan kaki, dengan sepeda, mendorong gerobak, dan bahkan kereta bayi yang diisi barang-barang pribadi dan makanan. Setiap pukul 5.30 petang Nazi selalu mengirimkan pesawat-pesawat pembom dan setiap pagi ada saja sudut kota yang dihancurkan. Mungkin semestinya saya juga berusaha keluar dari Warsawa secepatnya,” kata Bryan.

Kehancuran kota Warsawa oleh pemboman pesawat-pesawat Luftwaffe (AU Jerman). (nac.gov.pl).

Bryan akhirnya memilih bertahan untuk sementara di Warsawa. Selain para jurnalis propaganda Jerman, tiada jurnalis asing yang mau merelakan nyawa guna mendokumentasikan kebrutalan Jerman Nazi terhadap Warsawa dan warganya. Maka dari kedutaan, Bryan segera menemui Walikota Warsawa Stefan Starzyński dengan bermodalkan kamera foto Leica dan kamera video Bell & Howell.

“Gambar-gambar yang Anda ambil mungkin bisa jadi bukti bahwa ini peristiwa penting. Agar dunia tahu apa yang telah terjadi di sini,” ujar Walikota Stefan kepada Bryan, dikutip Roger Moorhouse dalam Poland 1939: The Outbreak of World War II.

Baca juga: Pembantaian Nazi di Kedros, Yunani

Selain memberikan surat izin untuk mengambil gambar jika di lapangan ditanya polisi dan tentara Polandia, Starzyński juga menyediakan sebuah mobil Adler Trumpf beserta sopir dan seorang penerjemah. Nyaris di setiap sudut yang terdapat objek memilukan, Bryan memerintahkan sopir untuk menghentikan mobil guna mengambil gambar foto maupun video. Kisah Kazimiera dan para wanita korban kekejaman pesawat Jerman di perkebunan kentang salah satunya.

Horor-horor nirmanusiawi itu merupakan buah kebiadaban Hitler. Awalnya, beberapa jenderal Jerman hanya ingin mengepung Warsawa dan membiarkan kota itu menyerah tanpa pertumpahan darah. Aliran-aliran gas, listrik, dan air pun sempat diputus. Namun, Hitler memutuskan kota itu harus diluluhlantakkan. Maka pada 9 September mesin-mesin perang Jerman menyerang Warsawa dan melakukan pengepungan total pada 13 September.

Julien Bryan saat memfilmkan situasi horor saat pengepungan Warsawa walau nyawa taruhannya. (ushmm.org).

Teror dari pesawat-pesawat Jerman tak hanya datang dari tembakan senapan mesin secara acak, namun juga dari ratusan ton bom yang dijatuhkan. Pembom tukik Junkers Ju 86 “Stuka” jadi momok yang paling ditakuti. Bunyi lantang “siulan” mesinnya kian menambah teror bagi para korban.

“Jasad-jasad tak bernyawa jadi pemandangan tak mengenakkan. Saya tak bisa lupa melihat para wanita yang tubuhnya hancur dan kadang tanpa kepala, tangan, atau kaki. Dalam fotografi biasanya kami memikirkan komposisi akan keindahan suatu pemandangan. Tapi tidak ada keindahan di sini,” ungkap Bryan.

“Wanita dan anak-anak jadi korban bom-bom musuh. Saya tidak sedang membuat catatan perjalanan. Suka atau tidak, saya berada di Warsawa, membuat rekaman bersejarah tentang apa yang terjadi dalam perang modern. Orang-orang mungkin takkan percaya cerita saya jika lewat kata-kata. Namun semua orang akan percaya dengan gambar-gambar saya,” sambungnya.

Baca juga: Reinhard Heydrich, Jagal Nazi Berhati Besi

Selama mengambil gambar, Bryan berdiam di kantor Konsulat Jenderal Amerika bersama warga Amerika dan warga negara-negara asing netral. Itu berlangsung hingga 21 September, saat militer Jerman menetapkan gencatan senjata sementara untuk mengizinkan warga-warga negara netral keluar dari Warsawa.

Momen itu jadi kesempatan Bryan untuk keluar. Namun, sebelum keluar ia lebih dulu menyembunyikan rol-rol film foto di kaleng masker gas dan rol-rol video di dadanya dengan direkatkan melingkar dan ditutupi pakaian berlapis. Pasalnya, jika tidak begitu, film-film itu akan disita militer Jerman yang hanya membolehkan para pengungsi warga asing keluar dari Warsawa dengan bawaan satu koper.

“Ketika rombongan kami (pengungsi) mengarah ke utara, kami melewati lalu-lalang yang ramai dari dua arah: kebanyakan konvoi kendaraan senjata, amunisi dan truk-truk berisi tentara menuju Warsawa. Kami melintasi desa-desa Polandia yang sudah rata dengan tanah. Para serdadu Jerman berjaga-jaga di tempat-tempat itu,” papar Bryan yang dikutip Glenn Kurtz dalam Three Minutes in Poland.

Kolase potret memilukan yang ditangkap mata kamera Julien Bryan dan dimuat di media-media di Amerika. (ushmm.org).

Truk yang membawa Bryan dan para warga asing lain lantas diturunkan di Stasiun Nasielsk, 45 kilometer di utara Warsawa. Beruntung, sekira 300 dokumentasi penting Bryan tak ditemukan saat pemeriksaan oleh serdadu Jerman. Kondisi film-film itu aman hingga sampai di Königsberg, Prusia Timur (kini Kaliningrad, Rusia).

Medio Oktober 1939, Bryan akhirnya menjejakkan kakinya di New York setelah melalui perjalanan panjang via Swedia dan Norwegia. Jutaan pasang mata publik Amerika akhirnya menyaksikan sendiri bukti kebrutalan invasi Jerman ke Polandia lewat puluhan foto Bryan yang dimuat Majalah Life edisi 23 Oktober 1939 dan majalah Look, 5 Desember 1939.

Sementara, dokumentasi video pada 1940 digarap Bryan menjadi film berdurasi 10 menit bertajuk Siege. Di tahun yang sama, Bryan turut memperlihatkan dokumentasi film utuh berdurasi 80 menit kepada Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt. Meski begitu, Amerika baru menyatakan perang terhadap Jerman Nazi pada 11 Desember 1941, bersamaan dengan deklarasi perang terhadap Jepang.

Baca juga: Kolberg, Film Perang di Tengah Perang

TAG

fotografer nazi jerman polandia

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Momentum Bayer Leverkusen Akhir Pelarian Teroris Kiri Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Dua Kaki Andreas Brehme Nasib Tragis Sophie Scholl di Bawah Pisau Guillotine JJ Nortier Kabur dari Nazi ke Front Pasifik Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer Pesawat Multifungsi Tulang Punggung Matra Udara Jerman