Masuk Daftar
My Getplus

Kolberg, Film Perang di Tengah Perang

Untuk mendongkrak moril rakyatnya di Perang Dunia II, Jerman-Nazi menggunakan sejarah untuk propaganda. Lahirlah film Kolberg.

Oleh: Randy Wirayudha | 21 Jul 2020
Cuplikan film Kolberg. (Youtube @Gneisenau).

MENGIRINGI derap kaki ribuan serdadu diikuti barisan milisi yang berparade di jalan-jalan, nyanyian itu membakar semangat rakyat di Kota Breslau, Prusia (kini Wrocław, Polandia) pada pagi 17 Maret 1813. Spirit ini yang tengah dimanfaatkan Jenderal August Neidhart von Gneisenau (diperankan Horst Caspar) saat menghadap Raja Prusia Friedrich Wilhelm III (Claus Clausen).

Und es zittern schon die Lose. (Dan dadu pun dikocok)

Und der Würfel fällt. (Dan dadunya jatuh)

Advertising
Advertising

Wer legt noch die Hände feig’in den Schoß? (Siapa yang berpangku tangan sebagai pengecut?)

Das Volk steht auf, Der Sturm bricht los!” (Bangkitlah rakyat, badai akan berlalu).

Begitu bunyi potongan nyanyian bertajuk “Das Volk Steht” (Kebangkitan Rakyat) yang menggema sampai ke ruangan istana tempat Raja Friedrich Wilhlem III. Sang raja tengah bimbang untuk menentukan arah dukungan dalam jalannya peperangan lantaran Grande Armée-nya Kaisar Napoléon Bonaparte babak belur di Rusia setahun sebelumnya.

Apakah ia akan berkoalisi dengan Rusia dan Swedia untuk menyatakan perang terhadap Napoléon guna membebaskan Prusia dan Jerman dari pengaruh Prancis? Jika begitu, sang raja harus bersiap meladeni peperangan sengit. Sebab, wilayahnya yang terdekat dari Prancis ketimbang Rusia dan Swedia dan peperangan itu akan melibatkan rakyatnya.

Tokoh Gneisenau (kiri) saat berbicara dengan Raja Friedrich Wilhelm III di Breslau 1813. (Youtube @Gneisenau).

Di tengah kebimbangan itu, Gneisenau mengingatkan dua hal. Pertama, tentang Kaisar Romawi terakhir yang berkuasa di Jerman dan Austria Franz II yang dicopot paksa setelah ia melarikan diri dan Jerman dikuasai Prancis pada 1806. “Ia (Franz II) seorang kaisar pengecut yang meninggalkan rakyat Jerman ketika mereka sangat membutuhkan dia,” tutur Gneisenau kepada Friedrich Wilhelm III.

Kedua, Gneisenau mengingatkan bagaimana pasukan Prusia yang bahu-membahu dengan rakyat di Kolberg (kini Kołobrzeg, Polandia) bertahan dari pasukan Prancis dan berakhir dengan kemenangan dalam Pengepungan Kolberg (Pertengahan Maret-2 Juli 1807). Peristiwa tersebut masih teringat betul oleh Gneisenau, yang ikut terlibat dalam pertempuran sengit tersebut kala masih berpangkat mayor.

Baca juga: Konflik Keluarga Kerajaan dalam Perang Dunia

Alur cerita lalu mundur ke tahun 1806, saat Kolberg belum mencekam dikepung pasukan Prancis. Demikianlah preambul film bertajuk Kolberg garapan sineas Veit Harlan. Film yang masuk dapur produksi pada 1943 atas “pesanan” Menteri Propaganda Jerman Nazi Joseph Goebbels dan bertema Perang Pembebasan (1813-1814) itu diproduksi di masa perang untuk tujuan propaganda.

Filmnya diangkat dari perpaduan otobiografi Joachim Nettlebeck, walikota Kolberg saat Pengepungan Kolberg, dan naskah drama bertema serupa karangan Paul Heyse. Beberapa dramatisasi ditambahkan oleh sang penulis naskah Alfred Braun dan Goebbels.

Walikota Kolberg Joachim Nettlebeck (kiri). (Youtube @Gneisenau).

Babak-babak film pun berpusar pada kerisauan Nettlebeck (Heinrich George) menyoal proklamasi Napoléon (Charles Schauten) sebagai kaisar Prancis. Kerisauannya disebabkan lantaran beberapa kalangan aristokrat dan militer Prusia memilih tunduk ketimbang berhadapan dengan Napoléon di medan perang.

Jenderal Ludwig Moritz von Loucadou (Paul Wegener), contohnya. Nettlebek acap berdebat keras soal mampu-tidaknya Kolberg bertahan jika berperang melawan Grande Armée yang masyhur itu. Terlebih, Napoléon sebelumnya dengan gemilang memenangkan Pertempuran Austerlitz (2 Desember 1805) meski meladeni gabungan pasukan Rusia dan Austria.

Nettlebeck yang jengah memutuskan minta Raja Friedrich Wilhelm III mengganti Jenderal Loucadou dengan perwira lain untuk bertanggungjawab atas pertahanan Kolberg. Jawabannya, dikirimlah Mayor Gneisenau, perwira staf kepercayaan Pangeran Hohenlohe Frederick Louis, yang ditemani Letnan Ferdinand von Schill (Gustav Diessl) pada awal 1807.

Baca juga: Dari Prusia hingga Nazi

Keberhasilan itupun berkat misi Nettlebeck mengirim gadis cantik Maria (Kristina Söderbaum) ke Königsberg (kini Kaliningrad, Rusia) untuk membujuk Raja Friedrich Wilhelm III dan Ratu Louise of Mecklenburg-Strelitz (Irene von Meyendorff) agar mengabulkan permintaan Nettlebeck. Maria memainkan peranan penting dengan menyelinap ke pertahanan musuh untuk bisa bertemu sang ratu.

“Seperti inilah aku menempatkan Kolberg dan Prusia di hatiku. Hanya ada sedikit mutiara tersisa di kerajaan kita. Kolberg adalah salah satunya,” ujar sang ratu kala memeluk Maria sebagai bentuk sanjungannya kepada sang gadis jelata yang mempertaruhkan nyawa itu.

Grande Armée Prancis jelang Pengepungan Kolberg. (Youtube @Gneisenau).

Meski mulanya tak akur di Kolberg, Gneisenau dan Nettlebeck sepakat mempertahankan Kolberg begitu ancaman pasukan Prancis makin mendekat.

“Kau tak lahir di sini, Gneisenau. Kau hanya ditugaskan di sini. Tetapi kami lahir di sini. Kami tahu setiap batu, setiap sudut rumah di sini. Kami takkan menyerahkannya begitu saja kepada Napoléon. Aku bahkan berjanji pada raja kita: lebih baik terkubur di bawah reruntuhan (Kolberg) daripada menyerah,” ujar Nettlebeck.

“Itu yang ingin aku dengar, Nettelbeck. Sekarang kita bisa mati bersama-sama,” jawab Gneisenau memantapkan diri menghadapi pasukan Napoléon.

Bersama Gneisenau, Nettlebeck mengumpulkan dan melatih rakyat menjadi milisi. Doktrin “Kolberg, satu-satunya kota yang masih bertahan di Provinsi Pomerania di bawah Kerajaan Prusia, tak boleh menyerah tanpa perlawanan” jadi harga mati.

Baca juga: Daendels Napoleon Kecil di Tanah Jawa

Poster-poster film Kolberg yang rilis pada 30 Januari 1945.

Hari yang dinanti pun tiba pada pertengahan Maret 1807. Pasukan Napoléon datang dengan kekuatan sekira 14 ribu prajurit. Mereka telah dinanti enam ribu serdadu, yang sebagian besar milisi, rakyat Kolberg. Mereka dibantu masing-masing satu kapal meriam Swedia dan Inggris. Pengepungan Kolberg lalu menjadi peristiwa yang amat dikenang Prusia.

Alur cerita kembali maju ke tahun 1813 di Breslau, saat peringatan Gneisenau tentang epos itu menumbuhkan kepercayaan diri Raja Friedrich Wilhelm III. Tanpa ragu, sang raja duduk di meja ukirnya untuk menuliskan titah “An Mein Volk” (kepada rakyatku). Prusia resmi menyatakan perang terhadap Prancis sebagai permulaan Befreiungskriege, dan disambut gemuruh puluhan ribu warga Breslau.

Proyek Propaganda Kolosal

Kolberg diproduksi mulai 1943 kala kegelisahan rakyat Jerman mulai meroket gegara pemboman udara Sekutu ke Kassel (Februari 1942) dan Wuppertal (akhir Mei 1943). Untuk mendongkrak moril rakyatnya dengan lebih mudah dan dengan jangkauan lebih luas, Menteri Propaganda Goebbels memilih menggunakan film.

Mengutip Linda Schulte-Sasse dalam Entertaining the Third Reich: Illusions of Wholeness in Nazi Cinema, Goebbels sampai menggelontorkan dana 8,5 juta Reichsmarks (RM) atau dua kali lipat dari proyek film kolosal biasanya. Proyek Kolberg sampai mengikutsertakan 187 ribu serdadu darat dan empat ribu prajurit Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) sebagai talent ekstra yang mungkin lebih dibutuhkan di garis terdepan peperangan sungguhan.

Proses syuting juga dilakoni di Kolberg selain di kota-kota lain seperti Königsberg, Seeburg, Neustettin, dan Berlin. Sebagai insentif, setiap pemeran ekstra diiming-imingi RM5 per harinya.

Menteri Propaganda Joseph Goebbels (kanan) bersama Adolf Hitler tengah mengamati proses syuting sebuah film. (Bundesarchiv).

Sebagai film propaganda, sudah pasti Kolberg penuh pendramatisiran bahkan pembelokan fakta historis. Sosok Gneisenau, misalnya, ditampilkan masih berumur 20-an ketika memimpin pasukan di Kolberg. Faktanya, Gneisenau sudah berusia 47 tahun saat Pengepungan Kolberg. Gneisenau juga tak hadir kala Raja Friedrich Wilhelm III menulis titah “An Mein Volk”, apalagi turut menandatangani proklamasi itu sebagaimana dihadirkan dalam film.

Lebih runyam lagi adalah pendeskripsian Jenderal Loucadou. Pada saat peristiwa terjadi, ia masih berpangkat kolonel, bukan jenderal seperti dalam film. Loucadou juga digambarkan sudah meninggalkan Kolberg ketika pengepungan berlangsung. Faktanya, ia masih turut memimpin pertahanan kota bersama Gneisenau.

Baca juga: Hitler Seniman Medioker

Terakhir, ending menggambarkan para milisi gigih di bawah Gneisenau-Nettlebeck sukses membuat Prancis mundur. Faktanya, Pengepungan Kolberg dihentikan Napoléon menyusul kesepakatan Traktat Tilsit, 7 Juli 1807, setelah ia menang di Pertempuran Friedland (14 Juni 1807) melawan pasukan Tsar Alexander I (Rusia) dan Raja Friedrich Wilhelm III.

Namun apa boleh buat, Kolberg memang dibuat untuk propaganda. Maka, lupakan dulu fakta! Itu yang dimau Goebbels dan Hitler.

“Menurut sutradara Kolberg, Veit Harlan, baik (Adolf, red.) Hitler dan Goebbels sangat yakin bahwa dampak film ini kepada publik akan berpotensi menyaingi kabar-kabar kemenangan militer,” tulis Schulte-Sasse.

Veit Harlan (kanan) sutradara film Kolberg. (Österreichischen Nationalbibliothek).

Meski begitu, Kolberg baru bisa dirilis pada 30 Januari 1945. Premier-nya dihelat di sejumlah bioskop di Berlin, di bawah bayang-bayang pemboman Sekutu. Khusus untuk Hitler, filmnya juga diputar di Gedung Kekanseliran.

Nahas, Kolberg tak bisa ditayangkan reguler di banyak bioskop lantaran Sekutu dan Uni Soviet makin menjepit posisi Jerman dari barat dan timur. Ironisnya, sebulan setelah filmnya dirilis, Kota Kolberg dikepung Uni Soviet dan sekira 70 ribu tentara maupun warga sipil digilas mesin-mesin perang yang tak terbendung dari timur.

Baru pada 1965 Kolberg kembali dirilis di bioskop-bioskop umum sebagai sekadar hiburan untuk merasakan atmosfer historis. Saat itu tujuan utama pembuatan Kolberg, sebagai propaganda untuk rakyat Jerman agar manunggal dengan militer memanggul senjata menahan gempuran Sekutu dan Soviet, jelas sudah tak berarti.

Baca juga: Kisah Aliansi Amerika-Jerman di Pertempuran Kastil Itter

Namun satu nilai lebih yang membuat Kolberg lebih prestisius adalah dibuat berwarna, bukan hitam-putih, dengan menggandeng Agfacolor. Alhasil Kolberg bisa dinikmati hingga era sekarang di berbagai platform media daring maupun DVD meski detail kisahnya sulit ditangkap karena berbahasa Jerman. Atmosfer klasiknya terasa kuat dengan music scoring garapan Norbert Schultze yang bisa membawa penonton, baik di era 1945 maupun di era kekinian, merasakan masa abad ke-19.

“Karena (film) Kolberg tak halnya memanfaatkan sejarah masa lalu untuk mengilustrasikan fantasi-fantasi Nasional-Sosialis (Nazi) tentang masyarakat, negara, dan pemimpin,” tandas Mary-Elizabeth O’Brien dalam Nazi Cinema as Enchantment: The Politics of Entertainment in the Third Reich.

Data film:

Judul: Kolberg | Sutradara: Veit Harlan | Produser: Veit Harlan, Joseph Goebbels | Pemain: Horst Caspar, Heinrich George, Kristina Söderbaum, Gustav Diessl, Paul Wegener, Claus Clausen, Irene von Meyendorff, Charles Schauten, Greta Schröder | Produksi: Ufa Filmkunst GmbH | Durasi: 110 Menit | Rilis: 30 Januari 1945 (Rilis Ulang 1965).

TAG

film nazi jerman prancis hitler

ARTIKEL TERKAIT

Ibu dan Kakek Jenifer Jill Pyonsa dan Perlawanan Rakyat Korea Terhadap Penjajahan Jepang Benshi, Suara di Balik Film Bisu Jepang Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Tepung Seharga Nyawa Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Momentum Bayer Leverkusen Pengawal Raja Charles Masuk KNIL